Tolak Perpanjang Masa Jabatan Hakim Ad Hoc


TIM PEMBELA PEKERJA/BURUH UNTUK GERAKAN KESEJAHTERAAN NASIONAL

Tolak upaya memperpanjang masa Jabatan Hakim Ad Hoc hingga usia pensiun yang akan menghilangkan peran keterwakilan Serikat Pekerja

Pada hari ini, Senin, 10 Oktober 2016, Gerakan Kesejahteraan Nasional (GEKANAS) yang merupakan aliansi dari berbagai serikat pekerja/buruh dan gerakan masyarakat sipil lainnya menghadiri sidang lanjutan di Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian masa tugas hakim Ad Hoc yang diatur dalam Pasal 67 ayat (2) UU PPHI dengan  Register perkara No. 49/PUU-XIV/2016.

Perwakilan dari GEKANAS yang masuk sebagai pihak terkait yakni Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (F SPKEP SPSI) Pimpinan R Abdullah, Federasi Logam, Elektronik, dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (F SP LEM SPSI) Pimpinan Arif Minardi, dan Federasi, Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (F SP TSK SPSI) Pimpinan M Rodja.

Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan ahli Dr Andari Yurikosari SH MH. Dalam keterangannya, ahi menegaskan bahwa pemohon tidak memiliki legal standing dalam melakukan pengujian UU a quo. Pasal 24 Ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yang dijadikan batu uji dalam perkara a quo, menurut ahli sama sekali tidak berdasar, oleh karena Pasal 24 mengatur mengenai kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang, pengertian Pasal ini menurut ahli adalah mengatur mengenai bagaimana kekuasaan kehakiman sebagai badan yudikatif  yang berada dalam ruang lingkup Mahkamah Agung.  Pemohon adalah hakim ad hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial yang diangkat secara khusus sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 yang merupakan penjelmaan dari sistem keterwakilan dari para pihak dalam hubungan kerja yaitu wakil dari pihak pengusaha dan wakil dari pihak pekerja. Hakim ad hoc adalah bukan hakim karier yang menurut sifat dan kepentingannya merupakan hakim khusus yang diangkat sesuai dengan bidang keahliannya. Berbeda dengan hakim ad hoc pada Pengadilan Pajak misalnya, hakim ad hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial maupun pada Mahkamah Agung merupakan hakim yang penempatannya diajukan oleh para pihak sebagai suatu keterwakilan dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Selain itu ahli juga menegaskan bahwa masa tugas hakim untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan, jelas menggambarkan bahwa sifat hakim ad hoc adalah bersifat khusus sama seperti pada Pengadilan lainnya yang menggunakan hakim ad hoc, namun secara khusus menggambarkan bahwa hakim ad hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah hakim yang mewakili para pihak yang berselisih yaitu pihak Pekerja dan pihak Pengusaha seperti yang disebutkan pada Pasal 67 Ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Mengenai adanya kerugian konstitusional seperti yang dimohonkan hakim ad hoc pada permohonan dalam perkara permohonan Nomor 49/PUU-XIV/2016, ahli tidak sependapat dengan hal tersebut. Kerugian konstitusional bersifat kerugian yang  menggambarkan adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji. Secara yuridis para pihak pemohon yang merupakan hakim ad hoc justru dilindungi hak-haknya berdasarkan Pasal 67 Ayat (1) dan Pasal 67 Ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, sebab keberadaaan hakim ad hoc sangat dihormati dan berakhirnya jabatan pun diatur secara tersendiri. Hakim ad hoc yang diangkat dan kemudian bekerja pada Pengadilan Negeri pada Pengadilan Hubungan Industrial dan Mahkamah Agung, merupakan penghargaan dan penghormatan terhadap keahlian para hakim ad hoc dari mereka yang diwakilinya yaitu Serikat Pekerja dan Serikat Pengusaha yang dengan demikian diharapkan mewakili suara para pihak yang berkepentingan dalam perselisihan hubungan industrial tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, tim pembela pekerja/buruh untuk GEKANAS dengan ini menyatakan sikapnya:

1.       Meminta majelis Hakim MK perkara No. 49/PUU-XIV/2016 Tidak menerima seluruh permohonan pengujian Pasal 67 ayat (2) UU PPHI;

2.       Meminta Majelis Hakim MK Menolak seluruh permohonan pengujian Pasal 67 ayat (2) UU PPHI;



Demikian Siaran Pers ini dibuat, atas nama Gerakan Kesejahteraan Nasional (GEKANAS)

PIC: M Fandrian (08119111917)


Sekretariat: Ruko Cempaka Mas Blol P/30, Jl. Letjen Suprapto No. 1, Cempaka Putih, Jakarta

Komentar