Looking For Anything Specific?

ads header

RAKERNAS ; FSP LEM SPSI PERJUANGKAN BURUH SEJAHTERA


Buruh yang tergabung dalam FSP LEM SPSI menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Hotel Promenade Jalan Cihampelas Bandung Jawa Barat, Rabu-Kamis 26-27 Oktober 2016 dengan thema " Rakernas FSP LEM SPSI" mewujudkan Serikat Pekerja Yang Kuat dan Berkelas.

Muhamad Sidarta selaku panitia pelaksana mengatakan, rakernas yang merupakan amanah organisasi sebagai ajang koordinasi program dan pengembangan antara dewan pimpinan pusat, daerah sampai pengurus unit kerja tingkat perusahaan agar bisa selaras dan dapat terlaksana dengan baik.

Dengan rakernas ini diharapkan FSP LEM SPSI dapat meningkatkan peran dan fungsinya sebagai serikat pekerja dalam memperjuangkan, membela, melindungi hak dan kepentingan seluruh anggota dapat diwujudkan dengan mengkoordinasikan program organisasi dan pengembangan dari tingkat pusat sampai anggota sesuai thema rakernas tersbut.

Hal ini harus dapat dilaksanakan bersama karena kondisi hubungan industrial semakin memprihatinkan. Indonesia yang menganut paham negara kesejahteraan ternyata belum mampu mensejahterakan kaum buruh dan seluruh rakyat, justru peran dan tanggungjawab negara semakin kecil, ekspolitasi sumberdaya dan pasar bebas terus dibiarkan berkembang pesat di negeri ini. 

Mestinya hubungan industrial dapat menjadi pilar pembangunan ekonomi nasional yang mampu meningkatkan kesejahteraan kaum buruh dan seluruh rakyat.

Buruh bagian dari potensi bangsa, mempunyai posisi dan peran yang penting serta strategis sebagai pelaku aktif pembangunan ekonomi nasional, khususnya sebagai sumber daya manusia yang menjadi tulang punggung dan motor penggerak peningkatan ekonomi negara.

Faktanya sampai saat ini buruh, sebagai faktor utama produksi belum mendapatkan prioritas yang  perlu diperhatikan dan seakan hanya sebagai pelengkap yang bisa di on off kan kapan saja dan dibayar murah tanpa kepastian kerja.

Pemerintah seharusnya melindungi kaum pekerja yang posisinya lemah atau sengaja dilemahkan, sepertinya malah turut mengebiri hak-hak kaum pekerja dengan berbagai bentuk kebijakan/regulasi seperti PP 78/2015 tentang pengupahan yang dijadikan acuan penetapan upah minimum kabupaten/kota dan provinsi. PP 78/2015 harus dicabut karena karena bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 tandasnya.

0 comments:

Posting Komentar