Looking For Anything Specific?

ads header
  • This is Slide 1 Title

    This is slide 1 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

  • This is Slide 2 Title

    This is slide 2 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

  • This is Slide 3 Title

    This is slide 3 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

Disnaker Jakarta Tunggu Putusan Uji Materi UU Ciptaker Terkait UMP 2025

Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta, Hari Nugroho


Jakarta - Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta, Hari Nugroho, mengatakan masih menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi UU Cipta Kerja sebelum menetapkan besaran upah minimum provinsi (UMP) 2025. Hari mengatakan keputusan terkait UMP 2025 akan diumumkan pada 21 November mendatang.

"Kami lagi menunggu putusan MK kaitan dengan UU Cipta Kerja. Nanti kalau MK sudah inkrah, di kementerian akan menyusun, menyusun aturan mainnya, mekanismenya, apakah tetap pakai PP Nomor 51 dengan diskusi ataukah pakai PP yang baru," kata Hari kepada wartawan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Kamis (31/10/2024).

Sebagai informasi, penyusunan UMP diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan. Menurutnya, Disnakertransgi DKI nantinya akan menyusun UMP DKI 2025 setelah pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan baru pada awal November 2024.

Hari menyebutkan pembahasan soal UMP DKI 2025 akan dilakukan bersama Dewan Pengupahan Daerah yang terdiri dari unsur pengusaha, pakar, dan buruh.

"Nanti kami rapat di situ. Bagaimana caranya, rumusnya apa, nanti apakah pakai alfanya berapa, dulu alfanya kan 1-3. Apakah nanti diskusi, itu alfanya naik lagi sampai ke lima atau berapa, itu nggak tahu kami. Makanya nanti kita tunggu saja," ujarnya.

Di sisi lain, Hari menjelaskan bahwa rapat dengan Dewan Pengupahan Daerah akan berlangsung pada 18, 19, dan 20 November 2024. Disnakertransgi DKI kini masih menunggu hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta terkait inflasi Jakarta.

"Lalu. Paling lambat 21 November kami harus mengumumkan (nilai UMP DKI 2025). Biasanya saya sih rapatnya mulai tanggal 18, 19, 20, itu maraton. Maraton itu, bisa 21 (November) kami tetapkan," ungkapnya.

Sebelumnya, buruh menuntut UMP DKI 2025 naik 8-10 persen. Sementara itu, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi, mengatakan berupaya menindaklanjuti keinginan buruh.

"Perwakilan buruh menyampaikan kiranya ke depan bisa ada peningkatan. Tentu saja dari sini masyarakat tentang bahwasanya dalam hal UMP itu pastinya tidak suka beberapa golongan," kata Teguh kepada wartawan di Balai Kota Jakarta, Rabu (30/10).

"Ada beberapa proses yang kita lakukan dan sekarang sedang dalam pembahasan, tetapi kita tidak berdiam, kita melakukan upaya-upaya yang mudah-mudahan ini bisa diterima semua pihak termasuk para buruh," sambungnya.(obn)


MK Kabulkan Sebagian Gugatan Partai Buruh dkk, Ubah 21 Pasal di UU Ciptaker

Masa buruh melakukan sujud syukur atas putusan MK (photo Detik.com)


Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan sejumlah pemohon lain terkait Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). MK mengubah sejumlah pasal dalam UU Ciptaker.
Sidang putusan perkara nomor 168/PUU-XXI/2023 itu digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2024). Para pemohon dalam perkara ini ialah Partai Buruh yang diwakili Agus Supriyadi dan Ferry Nuzarli, FSPMI diwakili Riden Hatam Aziz dan Sabilar Rosyad, KSPSI diwakili Fredy Sembiring dan Mustopo, KPBI diwakili Ilhamsyah dan Damar Panca Mulya, serta KSPI diwakili Agus Sarjanto dan Ramidi.

Dalam permohonannya, Partai Buruh dkk menggugat puluhan pasal dalam UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Ciptaker sebagai UU. Pasal-pasal yang digugat itu terkait pengupahan, hubungan kerja, hingga tenaga kerja asing. Berdasarkan berkas perbaikan permohonan, terdapat 71 poin pada bagian petitum.

Para hakim MK bergantian membacakan pertimbangan dalam putusannya. Sidang juga sempat diskors dua kali untuk istirahat.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan ada perimpitan norma dalam UU 13/2003 dengan norma dalam UU 6/2023 tentang Ciptaker. MK mengatakan hal itu dapat mengancam perlindungan hak para pekerja.

"Perimpitan norma yang diatur dalam UU 13/2003 dengan norma dalam UU 6/2023 sangat mungkin akan mengancam hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi warga negara, in casu yang berpotensi merugikan pekerja/buruh dan pemberi kerja/pengusaha," ucap Hakim MK Enny Nurbaningsih.

Menurut MK, pembentuk undang-undang harus segera membentuk UU Ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan atau mengeluarkan dari yang diatur dalam UU 6/2023. MK mengatakan hal itu dapat mengatasi ketidakharmonisan aturan.

"Menurut mahkamah, pembentuk undang-undang segera membentuk undang-undang ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan atau mengeluarkan dari yang diatur dalam UU 6/2023," ujar Enny.

MK juga menguraikan pasal-pasal mana saja yang gugatannya dianggap beralasan menurut hukum sebagian. Ada 21 pasal yang diubah MK.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.

Berikut poin-poin amar putusan MK:

1. Menyatakan frasa 'Pemerintah Pusat' dalam Pasal 42 ayat (1) dalam pasal 81 angka 4 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'menteri yang bertanggung jawab di bidang (urusan) ketenagakerjaan in casu menteri Tenaga Kerja'

2. Menyatakan pasal 42 ayat (4) dalam pasal 81 angka 4 UU 6/2023 yang menyatakan 'tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Tenaga kerja asing dapa dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki, dengan memerhatikan pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia'

3. Menyatakan pasal 56 ayat (3) dalam pasal 81 angka 12 UU 6/2023 yang menyatakan 'Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan perjanjian kerja', bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu dibuat tidak melebihi paling lama 5 (lima) tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan'

4. Menyatakan pasal 57 ayat 1 dalam pasal 81 angka 13 UU 6/2023 yang menyatakan 'Perjanjian kerja waktu tertentu dibuat tertulis serta harus menggunakan secara Bahasa Indonesia dan huruf Latin', bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Perjanjian kerja waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf Latin'

5. Menyatakan pasal 64 ayat 2 dalam pasal 81 angka 18 UU 6/2023 yang menyatakan 'Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan dimaksud pada ayat (1)' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Menteri menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis dan bidang pekerjaan alih daya yang diperjanjikan dalam perjanjian tertulis alih daya'

6. Menyatakan pasal 79 ayat 2 huruf b dalam pasal 81 angka 25 UU 6/2023 yang menyatakan 'Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai mencakup frasa 'atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu'

7. Menyatakan kata 'dapat' dalam pasal 79 ayat 5 dalam pasal 81 angka 25 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat

8. Menyatakan pasal 88 ayat 1 dalam Pasal 81 angka 27 UU 6/2023 yang menyatakan 'Setiap pekerja/Buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'termasuk penghasilan yang memenuhi penghidupan yang merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua'

9. Menyatakan Pasal 88 ayat 2 dalam Pasal 81 angka 27 UU 6/2023 yang menyatakan 'Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengupahan sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan layak bagi kemanusiaan' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'dengan melibatkan dewan pengupahan daerah yang di dalamnya terdapat unsur pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan yang menjadi bahan bagi pemerintah pusat untuk penetapan kebijakan pengupahan'

10. Menyatakan frasa 'struktur dan skala upah' pasal 88 ayat 3 huruf b dalam pasal 81 angka 27 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'struktur dan skala upah yang proporsional'

11. Menyatakan pasal 88C dalam Pasal 81 angka 28 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'termasuk gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral pada wilayah provinsi dan dapat untuk kabupaten/kota'

12. Menyatakan frasa 'indeks tertentu' dalam pasal 88D ayat 2 dalam pasal 81 angka 28 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'indeks tertentu merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh'

13. Menyatakan frasa 'dalam keadaan tertentu' dalam pasal 88F dalam pasal 81 angka 28 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Yang dimaksud dengan 'dalam keadaan tertentu' mencakup antara lain bencana alam atau nonalam, termasuk kondisi luar biasa perekonomian global dan/atau nasional yang ditetapkan oleh Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'

14. Menyatakan Pasal 90A dalam pasal 81 angka 31 yang menyatakan 'upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh di perusahaan' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh di perusahaan atau serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan'

15. Menyatakan pasal 92 ayat 1 dalam pasal 81 angka 33 UU 5/2023 yang menyatakan 'Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas, serta golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi'

16. Menyatakan pasal 95 ayat 3 dalam pasal 81 angka 36 UU 6/2023 yang menyatakan 'Hak lainnya dari pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya atas semua kreditur kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Hak lainnya dari pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya atas semua kreditur termasuk kreditur preferen kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan'

17. Menyatakan pasal 98 ayat 1 dalam pasal 81 angka 39 UU 6/2023 yang menyatakan 'untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan dibentuk dewan pengupahan' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan dibentuk dewan pengupahan yang berpartisipasi secara aktif'

18. Menyatakan frasa 'wajib dilakukan melalui perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh' dalam pasal 151 ayat (3) dalam pasal 81 angka 40 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'wajib dilakukan melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh'

19. Menyatakan frasa 'Pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial' dalam pasal 151 ayat (4) dalam pasal 81 angka 40 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Dalam perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mendapatkan kesepakatan maka pemutusan hubungan kerja hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap'

20. Menyatakan frasa 'dilakukan sampai dengan selesainya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai tingkatannya' dalam norma pasal 157A ayat (3) dalam pasal 81 angka 49 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'sampai berakhirnya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang PPHI'

21. Menyatakan frasa 'diberikan dengan ketentuan sebagai berikut' pasal 156 ayat 2 dalam pasal 81 angka 47 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'paling sedikit'.(obn)

UU Ciptaker Resmi Diubah MK, Termasuk soal Libur dan Penghasilan

Putusan Hakim MK


Buruh Jakarta, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan Partai Buruh dkk terkait Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Ada 21 pasal yang diubah berdasarkan putusan MK untuk perkara nomor 168/PUU-XXI/2023 tersebut.

Sidang putusan digelar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2024). Sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo.

Partai Buruh dkk menggugat puluhan pasal dalam UU nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Ciptaker sebagai UU yang terkait pengupahan, hubungan kerja, hingga tenaga kerja asing. Berdasarkan berkas perbaikan permohonan, terdapat 71 poin pada bagian petitum.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Suhartoyo setelah hakim MK tuntas membacakan pertimbangan atas seluruh petitum.

Berikut pasal-pasal yang diubah berdasarkan amar putusan MK:

1. Menyatakan frasa 'Pemerintah Pusat' dalam Pasal 42 ayat (1) dalam pasal 81 angka 4 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'menteri yang bertanggung jawab di bidang (urusan) ketenagakerjaan in casu menteri Tenaga Kerja'

2. Menyatakan pasal 42 ayat (4) dalam pasal 81 angka 4 UU 6/2023 yang menyatakan 'tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Tenaga kerja asing dapa dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki, dengan memerhatikan pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia'

3. Menyatakan pasal 56 ayat (3) dalam pasal 81 angka 12 UU 6/2023 yang menyatakan 'Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan perjanjian kerja', bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu dibuat tidak melebihi paling lama 5 (lima) tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan'

4. Menyatakan pasal 57 ayat 1 dalam pasal 81 angka 13 UU 6/2023 yang menyatakan 'Perjanjian kerja waktu tertentu dibuat tertulis serta harus menggunakan secara Bahasa Indonesia dan huruf latin', bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Perjanjian kerja waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin'

5. Menyatakan pasal 64 ayat 2 dalam pasal 81 angka 18 UU 6/2023 yang menyatakan 'Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan dimaksud pada ayat (1)' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Menteri menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis dan bidang pekerjaan alih daya yang diperjanjikan dalam perjanjian tertulis alih daya'

6. Menyatakan pasal 79 ayat 2 huruf b dalam pasal 81 angka 25 UU 6/2023 yang menyatakan 'Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai mencakup frasa 'atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu'

7. Menyatakan kata 'dapat' dalam pasal 79 ayat 5 dalam pasal 81 angka 25 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat

8. Menyatakan pasal 88 ayat 1 dalam Pasal 81 angka 27 UU 6/2023 yang menyatakan 'Setiap pekerja/Buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'termasuk penghasilan yang memenuhi penghidupan yang merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua'

9. Menyatakan Pasal 88 ayat 2 dalam Pasal 81 angka 27 UU 6/2023 yang menyatakan 'Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengupahan sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan layak bagi kemanusiaan' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'dengan melibatkan dewan pengupahan daerah yang di dalamnya terdapat unsur pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan yang menjadi bahan bagi pemerintah pusat untuk penetapan kebijakan pengupahan'

10. Menyatakan frasa 'struktur dan skala upah' pasal 88 ayat 3 huruf b dalam pasal 81 angka 27 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'struktur dan skala upah yang proporsional'

11. Menyatakan pasal 88C dalam Pasal 81 angka 28 UU 6/2023 yang berbunyi:

'(1) Gubernur wajib menetapkan Upah minimum provinsi
(2) Gubernur dapat menetapkan Upah minimum kabupaten/kota
(3) Penetapan Upah minimum kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal hasil penghitungan Upah minimum kabupaten/kota lebih tinggi dari Upah minimum provinsi
(4) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan Ketenagakerjaan
(5) Kondisi ekonomi dan Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (41 menggunakan data yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik
(6) Dalam hal kabupaten/kota belum memiliki Upah minimum dan akan menetapkan Upah minimum, penetapan Upah minimum harus memenuhi syarat tertentu
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam peraturan pemerintah'

bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'termasuk gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral pada wilayah provinsi dan dapat untuk kabupaten/kota'

12. Menyatakan frasa 'indeks tertentu' dalam pasal 88D ayat 2 dalam pasal 81 angka 28 UU 6/2023 yang berbunyi 'Formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'indeks tertentu merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh'

13. Menyatakan frasa 'dalam keadaan tertentu' dalam pasal 88F dalam pasal 81 angka 28 UU 6/2023 yang berbunyi 'Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan Upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2)' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Yang dimaksud dengan 'dalam keadaan tertentu' mencakup antara lain bencana alam atau nonalam, termasuk kondisi luar biasa perekonomian global dan/atau nasional yang ditetapkan oleh Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'

14. Menyatakan Pasal 90A dalam pasal 81 angka 31 yang menyatakan 'upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh di perusahaan' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh di perusahaan atau serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan'

15. Menyatakan pasal 92 ayat 1 dalam pasal 81 angka 33 UU 5/2023 yang menyatakan 'Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas, serta golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi'

16. Menyatakan pasal 95 ayat 3 dalam pasal 81 angka 36 UU 6/2023 yang menyatakan 'Hak lainnya dari pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya atas semua kreditur kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Hak lainnya dari pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya atas semua kreditur termasuk kreditur preferen kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan'

17. Menyatakan pasal 98 ayat 1 dalam pasal 81 angka 39 UU 6/2023 yang menyatakan 'untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan dibentuk dewan pengupahan' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan dibentuk dewan pengupahan yang berpartisipasi secara aktif'

18. Menyatakan frasa 'wajib dilakukan melalui perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh' dalam pasal 151 ayat (3) dalam pasal 81 angka 40 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'wajib dilakukan melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh'

19. Menyatakan frasa 'Pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial' dalam pasal 151 ayat (4) dalam pasal 81 angka 40 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Dalam perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mendapatkan kesepakatan maka pemutusan hubungan kerja hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap'

20. Menyatakan frasa 'dilakukan sampai dengan selesainya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai tingkatannya' dalam norma pasal 157A ayat (3) dalam pasal 81 angka 49 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'sampai berakhirnya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang PPHI'

21. Menyatakan frasa 'diberikan dengan ketentuan sebagai berikut' pasal 156 ayat 2 dalam pasal 81 angka 47 UU 6/2023 yang berbunyi:

'Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan Upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan Upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan Upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan Upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan Upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan Upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan Upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan Upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan Upah.'

bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'paling sedikit'.(obn)


MK Minta DPR dan Pemerintah Susun UU Ketenagakerjaan Baru Paling lama 2 Tahun

Mahkamah Konstitusi


Jakarta- Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah menyusun UU Ketenagakerjaan baru dalam waktu maksimal dua tahun. Pernyataan ini disampaikan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam pertimbangan putusan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang diajukan oleh Partai Buruh dkk.


Pembentukan UU Keternagakerjaan baru diperintahkan lantaran UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang diubah menjadi UU Cipta Kerja banyak yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 oleh MK. "Waktu paling lama dua tahun dinilai oleh Mahkamah cukup bagi pembentuk undang-undang untuk membuat undang-undang ketenagakerjaan baru yang substansinya menampung materi UU Nomor 13 Tahun 2003 dan UU Nomor 6 Tahun 2023," kata Enny dalam sidang MK, di Gedung MK, Kamis (31/10/2024).


Enny menyampaikan, UU Ketenagakerjaan yang baru juga harus menampung substansi terhangat sejumlah putusan MK yang berkenaan dengan ketenagakerjaan dengan melibatkan partisipasi aktif serikat pekerja/serikat buruh.


Ia pun menjelaskan, perintah untuk pembentuk Undang-undang dilakukan lantaran secara faktual, materi/substansi UU Ketenagakerjaan telah berulang kali dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya ke MK. Berdasarkan data pengujian UU di MK, sebagian materi/substansi dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 telah 37 kali diuji konstitusionalitasnya. Berdasarkan jumlah pengujian tersebut, dari 36 yang telah diputus Mahkamah, 12 permohonan dikabulkan, baik kabul seluruhnya maupun kabul sebagian.


"Artinya, sebelum sebagian materi/substansi UU Nomor 13 Tahun 2003 diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023, sejumlah materi/substansi dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 telah dinyatakan oleh Mahkamah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, baik untuk seluruh norma yang diuji maupun yang dinyatakan inkonstitusional atau konstitusional secara bersyarat," kata Enny.

 Terhadap fakta tersebut, lanjut Enny sebagian materi/substansinya telah dinyatakan inkonstitusional. Oleh sebab itu, dalam batas penalaran yang wajar, UU Nomor 13 Tahun 2003 tidak utuh lagi. Selain itu, secara faktual, sebagian materi/substansi UU Nomor 13 Tahun 2003 juga telah diubah dengan UU Cipta Kerja. "Berkenaan dengan fakta tersebut, dalam batas penalaran yang wajar, terbuka kemungkinan adanya materi/substansi di antara kedua undang-undang a quo tidak sinkron atau tidak harmonis antara yang satu dengan yang lainnya," kata Enny.


"Bahkan, ancaman tidak konsisten, tidak sinkron, dan tidak harmonis demikian akan semakin sulit dihindarkan atau dicegah dengan telah dinyatakan sejumlah norma dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 (inkonstitusional) oleh Mahkamah," ucapnya. Dengan fakta demikian, kata Enny, terbuka kemungkinan terjadi perhimpitan antara norma yang dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 dengan norma yang dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dalam UU Nomor 6 Tahun 2023. "Dalam batas penalaran yang wajar, perhimpitan demikian terjadi karena sejumlah norma dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 berkelindan dengan perubahan materi/substansi dalam UU Nomor13 Tahun 2003 yang diubah dalam UU Nomor 6 Tahun 2023," imbuhnya.(obn)

Buruh Akan Menuntut Gubernur Ansar Selisih Upah 2021 Kepri Sampai Ke Akhirat

Rapat Pleno Dewan Pengupahan Kepulauan Riau


Batam,- Dewan Pengupahan Provinsi (DePeProv) Kepulauan Riau mengadakan rapat perdana pembahasan upah tahun 2025 pada hari Rabu (30/10/24).


Pada rapat yg dilaksanakan di gedung Graha Kepri Batam Center tersebut dihadiri unsur-unsur: Pemerintah, Asosiasi Pengusaha (Apindo), Serikat Pekerja dan Akademisi ( Pakar).


Pada rapat tersebut perwakilan serikat pekerja menyampaikan perihal putusan MA tentang Upah tahun 2021 yang belum dilaksanakan Gubernur.


"Berdasarkan putusan MA yang sudah inkrah, mengharuskan Gubernur mencabut SK Gubernur tentang Upah tahun 2021 baik upah Provinsi Kepri dan Upah Kota Batam" ungkap Aksa.


"Jadi karena SK Gubernur tentang upah 2022 yang landasan perkaliannya adalah SK upah tahun 2021 maka otomatis tidak sah" tambah Aksa.


Sedangkan dari pihak pemerintah menyatakan bahwa keputusan MA keluar di tahun 2022 jadi gubernur tidak mungkin mencabut SK yang sudah tidak berlaku.


"Penetapan upah tahun 2021 pada waktu itu berdasarkan surat edaran menteri, dan sesuai dengan  surat edaran tersebut sehubungan adanya wabah Covid 19, maka tidak ada kenaikan Upah" ungkap Mangara.


Menurut Herman Perwakilan dari bekerja mengatakan bahwa pada waktu itu PP 78 masih berlaku jadi putusan seharusnya pada waktu itu masih menggunakan PP 78.


" Perselisihan antara Surat Edaran Menteri dan PP 78 dalam menetapkan upah tahun 2021 sudah di uji oleh MA dan di menangkan oleh PP 78" ungkap Herman.


"Polemik SE dan PP 78 sudah selesai, yang seharusnya pemerintah pikirkan bagaimana bisa melaksanakan putusan MA supaya tidak jadi polemik karena dasar penetapan upah dari tahun 2021 sampai sekarang cacat hukum" tambah Herman.


Pada rapat perdana ini perdebatan malah terjadi antara Serikat Pekerja dan Pemerintah bukan dengan Apindo.


Akademisi atau unsur pakar memberikan masukan ke pemerintah agar polemik putusan MA harus di selesaikan tahun ini supaya tidak menjadi polemik di tahun-tahun berikutnya.


" kami dari unsur akademisi mengusulkan kepada pihak apindo dan serikat untuk dapat menyepakati dasar yang dipakai dalam penetapan upah tahun 2025 sehingga tidak menjadi polemik lagi" ungkap Tabrani.


Perwakilan serikat pekerja sangat mendukung usulan dari unsur akademisi tersebut.


" kami setuju dengan usulan yang disampaikan akademisi dan kami memohon pemerintah dapat memfasilitasi pertemuan para pimpinan serikat pekerja dan pimpinan Apindo untuk bertemu menyelesaikan polemik upah ini" tegas Herman.


Sedangkan tanggapan dari  pemerintah yaitu kadisnaker Provinsi justru malah mengembalikan ke DePeProv untuk membahas polemik ini.


Sehingga polemik tentang putusan MA masih menemui jalan buntu.


Ditemui secara terpisah wakil ketua DPD FSP LEM SPSI Kepri akan tetap terus menagih janji Gubernur Ansar yang katanya akan melaksanakan putusan MA setelah Inkracht.


"Masalah upah 2021 adalah hak buruh Kepri dan Batam, kami akan terus menuntut Gubernur Ansar tentang masalah ini sampai ke akhirat" kata Heri (Red).

PUK SP LEM SPSI PT NOK Freudenberg Batam Gelar Musnik III, Pengurus Baru Diharapkan Bisa Memperjuangkan Sejahterahkan Anggota

 

Pelantikan PUK SP KEM SPSI PT. NOK Freudenberg Batam

Batam – PUK SP LEM SPSI PT. NOK Freudenberg Batam menyenggarakan Munsyawarah Unit Kerja (MUSNIK) III di OS Style Hotel pada hari sabtu (26/10/24).


Acara tersebut dihadiri oleh perwakilan anggota berserta pengurus PUK SP LEM SPSI PT. NOK Freudenberg, DPC FSP LEM SPSI Batam, DPD FSP LEM SPSI Kepri dan perwakilan Manajemen PT. NOK Freudenberg.


Welly Simatupang selaku perwakilan manajemen, dalam sambutannya mengutarakan harapanya supaya kedepanya manajemen dan serikat pekerja bisa berjalan beriringan.


“Setelah Musnik tentunya akan ada pengurus baru, kami selaku manajemen PT. NOK Freudenberg berharap pengurus baru yang terpilih nantinya dapat menjalin komunikasi yang baik dengan manajemen” ungkap Welly.


Sementara itu Leo Manurung yang mewakili ketua PUK dalam sambutannya mengungkapkan harapanya, semoga setelah kepengurusan baru nanti terbentuk, dapat melaksanakan amanah dari anggota PUK dengan baik.


Sementara itu, DPD FSP LEM SPSI Kepri yang diwakili Dony Kurniawan, S.H. berharap pada Musnik III ini dapat memilih para pimpinan PUK yang bisa memperjuangkan kesejahteraan anggotanya.


“Pengurus PUK yang terpilih semoga dapat menjalin komunikasi yang baik dengan manajemen sehingga apa yang di inginkan anggota, terutama yang berhubungan dengan kesejahteraan dapat dikomunikasikan dengan baik kepada pihak manajemen” ungkap Dony.


Dalam sambutanya ketua DPC FSP LEM SPSI Margasurya Sastra mengungkapkan bahwa pengurus PUK yang terpilih nantinya dapat aktif dalam kegiatan- kegiatan yang di selenggarakan oleh DPC FSP LEM SPSI Kota Batam.


“Semoga para pengurus yang terpilih dalam Musnik III PUK SP LEM SPSI PT.NOK Freudenberg dapat aktif pada kegiatan-kegiatan yang di selenggarakan DPC, siapa tahu nanti kedepannya ada dari pengurus PUK PT.NOK Freudenberg menjadi pengurus DPC” ungkap Surya.

Pada Musnik III PUK PT.NOK Freudenberg ini terpilih 15 pengurus sebagai berikut:

1. Ketua : Chandra Halim Manurung

2. Wakil Ketua 1: Nobertus

3. Wakil Ketua 2: Azky

4. Wakil Ketua 3: Hediwono

5. Wakil Ketua 4: Rudi Siregar

6. Wakil Ketua 5: Novario

7. Wakil Ketua 6: Nicky

8. Wakil Ketua 7: Adi Saputra.

9. Wakil Ketua 8: Catur

10. Wakil Ketua 9: Melda

11. Wakil Ketua 10: Cornelius

12. Sekretaris: Leo Manurung

13. Wakil Sekretaris: Tagon

14. Bendahara: Farid

15. Wakil Bendahara: Rodi (Red).

Perwakilan Buruh Bahas Permasalahan Ketenagakerjaan dengan Pjs Gubernur Kepri

Pj Gubernur Kepri Hj Marlin Agustina di Graha Kepri Batam Center bertemu perwakilan pekerja


Batam – Perwakilan pekerja bertemu dengan Pj Gubernur Kepri Hj Marlin Agustina di Graha Kepri Batam Center, Kamis (24/10/2024).


Dalam pertemuan tersebut, Hj Marlin ingin mendengar permasalahan ketenagakerjaan di Provinsi Kepri secara langsung dari para pekerja.


Menurut Marlin segala sesuatu permasalah jika didiskusikan melalui musyawarah dengan dilandasi iktikad baik pasti akan ada jalan keluarnya.


“Permasalahan ketenagakerjaan yang rumit pasti akan ada solusi jika pekerja, pengusaha dan pemerintah dapat duduk bersama untuk bermusyawarah” ungkap Marlin.


Saiful Badri Sofyan selaku perwakilan pekerja menyampaikan, bahwa media diskusi antara pekerja, pengusaha dan pemerintah sebenarnya sudah ada di forum LKS tripartit.


“Forum diskusi yang di bentuk pemerintah melalui LKS tripartit sebenarnya sudah ada, akan tetapi fungsi lembaga ini belum maksimal” ungkap Saiful.


Saiful menyayangkan bahwa Gubernur sebagai ketua LKS tripartit tidak pernah hadir dalam forum diskusi tersebut.

Diskusi pengupahan pekerja dengan PJ Gubernur Kepri


“Selaku wakil LKS tripartit Provinsi Kepri, saya belum pernah sekalipun melihat kehadiran Gubernur Ansar selaku ketua tripartit hadir dalam rapat LKS tripatite ” imbuh Saiful.


“Segala keputusan pada rapat LKS Tripartit seharusnya dapat secepatnya direalisasikan jika ketua LKS Tripartit hadir” pungkasnya.


Pada pertemuan di Graha Kepri tersebut juga membahas permasalahan pengupahan yaitu tentang upah minimum Provinsi dan kota/ Kabupaten di Kepri.


Herman selaku perwakilan pekerja dan juga anggota Dewan Pengupahan Provinsi Kepri mengungkapkan bahwa Gubernur Ansar masih punya hutang kepada pekerja di Kepri.


“Putusan MA tentang upah minimum Provinsi Kepri tahun 2021 dan upah minimum Kota Batam tahun 2021 belum dilaksanakan oleh Gubernur Ansar” ungkap Herman.


“Kami Serikat Pekerja Kepri siap berdiskusi dengan Apindo dan Pemerintah tentang putusan MA tentang UMP Kepri dan UMK Batan 2021” Kata Herman.


Disebutkannya, pada putusan tersebut ada selisih bayar UMP Kepri tahun 2021 sebesar Rp. 98.279,- dan UMK Kota Batam tahun 2021 sebesar Rp. 114.409,-‘ imbuh Herman.


“Kami berharap Pj Gubernur dapat memfasilitasi pertemuan antara Serikat Pekerja dan Apindo untuk menyelesaikan masalah ini” pungkas Herman.


Menurut serikat pekerja dasar yang di pakai penetapan upah saat ini cacat secara hukum karena jelas-jelas dalam putusan MA yang dimenangkan buruh tersebut salah satu pointnya membatalkan SK Gubernur tentang UMP Kepri tahun 2021 dan UMK Batam 2021


Jadi dasar yang di pakai dalam penetapan upah tahun 2022 sampai tahun 2024 Provinsi Kepri dan Kota Batam cacat secara hukum karena Putusan MA sudah membatalkan SK Gubernur tahjn 2021 tentang UMP Kepri 2021 dan UMK Batam tahun 2021.


Diakhir pertemuan tersebut Pj Gubernur secepatnya akan mengagendakan pertemuan antara Serikat Pekerja dengan Apindo supaya permasalahan tentang upah tersebut cepat selesai. (red)

Workshop PKB, Pengupaha, dan Advokasi digelar DPC FSP LEM SPSI Karawang

Narasumber Workshop PKB dan Pengupahan Indra, SH, MH. bersama Ketua DPC FSPLEM SPSI Karawang Abas Purnama, SE, MM.

Media LEM, Karawang - Tantangan pengupahan di era Omnibuslaw semakin berat bagi perjuangan buruh. Dalam rangka mengupayakan dan memperjuangkan peningkatan kesejahteraan bagi buruh dan keluarganya, DPC FSP LEM SPSI Karawang mengadakan Workshop tentang PKB, Pengupahan, dan Advokasi.

Acara ini diadakan di Swiss-Bellinn Hotel pada hari Selasa tanggal 22 Oktober 2024. Acara dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars FSP LEM SPSI. Dimoderatori oleh Budi Prasetyo, S.H. workshop ini dibuka pada pukul 08.00 WIB dan di tutup pada 16.00 WIB.

Pesrta Workshop PKB, Pengupahan dan Advokasi yang diselenggrakan DPC FSP LEM SPSI Karawang pada Selasa, (22/10/2024).

Workshop ini diikuti 172 peserta dari 52 PUK yang tergabung dalam DPC FSP LEM SPSI Karawang. Antusiasme peserta terlihat dari banyaknya peserta yang hadir dan hangatnya diskusi di akhir sesi materi.

Pemateri pertama yang mengupas tuntas terkait dengan PKB dan Pengupahan adalah Indra, S.H., M.H. seorang anggota DPR RI periode 2009-2014. Dalam materinya Indra, S.H., M.H. menegaskan pentingnya peran Serikat Pekerja didalam mempertahankan dan memperjuangkan kualitas PKB ditengah terpaan Omnibuslaw yang semakin tidak pro kepada buruh.

Agus Jaenal, SH, MH. sebagai pemateri Advokasi pada Workshop PKB pada Selasa, (22/10/2024).

Materi kedua terkait dengan Advokasi disampaikan oleh Agus Jaenal, S.H., M.H. membahas peran dan strategi Serikat Pekerja dalam mengadvokasi anggota yang menghadapi permasalahan perburuhan. Dalam praktiknya masih terdapat banyak sekali pelanggaran-pelanggaran aturan perburuhan yang dilakukan oleh oknum pengusaha nakal dan menyebabkan buruh harus berurusan dengan hukum.

Disela sela kegiatan Workshop PKB, Pengupahan dan Advokasi, DPC FSP LEM SPSI Karawang menggelar deklarasi mendukung pasangan calon Bupati dan wakil Bupati Karawang, H. Aep Syaepuloh-Maslani di Pilkada 2024.

Ketua DPC FSP Lem SPSI Karawang, Abas Purnama, S.E., M.M mengatakan, kami yang tergabung dalam Koalisi Buruh Pangkal Perjuangan (KBPP) resmi mendeklarasikan diri mendukung pasangan Aep-Maslani di Pilkada Karawang.

“DPC FSP LEM SPSI Karawang saat ini memiliki anggota sebanyak 33.000 Anggota belum termasuk keluarganya masing masing, siap memberikan hak suaranya untuk paslon Aep-Maslani di Pilkada 27 November 2024 nanti,” ucapnya.

Dikatakan Abas, selain konsolidasi dan memperkenalkan Aep-Maslani di lingkup Kalang buruh, pihak nya juga akan terjun ke masyarakat untuk memperkenalkan dan mengkampanyekan untuk memilih pasangan Aep-Maslani menjadi Bupati dan wakil Bupati Karawang periode 2020-2025,” tuturnya.

Ditempat yang sama, pengurus DPC FSP LEM SPSI Karawang, Budi Prasetyo, S.H. menyampaikan, dukungan terhadap Aep-Maslani di Pilkada 2024 merupakan instruksi organisasi yang harus dipatuhi seluruh anggota DPC FSP Lem SPSI Karawang.

“Kami akan berjuang bersama-sama untuk mengantarkan pasangan Aep-Maslani meraih kursi Bupati dan Wakil Bupati Karawang, kami optimistis dapat memenangkan Aep-Maslani di kontestasi Pilkada Karawang,” Ungkapanya.[ERK].

Dampak 9 Warga Diberhentikan Bekerja, Ratusan Warga RW 01 Pejuang Lakukan Aksi Solidaritas

 

Petugas Pengawal aksi solidaritas 9 orang di PHK. 

BEKASI – Ratusan warga RW01 Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi melakukan aksi solidaritas di depan PT Prakarsa Alam Segar (PAS) Jalan Kaliabang Bungur, Selasa (8/10/2024).


Aksi solidaritas merespons persitiwa terhitung sejak per 1 Oktober 2024 sembilan orang warga yang bekerja di PT. Bukit Mayana, salah satu mitra kerja perusahaan PT. PAS dibidang Cleaning Service di berhentikan.


“Sembilan orang warga yang diberhentikan adalah teman-teman kita, saudara-saudara kita dari lingkungan RW01 sepatutnya kami bela, karena para pekerja yang diberhentikan itu secara sepihak,”  ucap salah seorang warga RW01.


Bahkan pihak perusahaan PT. Bukit Maya telah menggantikan posisi sembilan pekerja yang diberhentikan itu, telah diisi oleh pekerja dari luar lingkungan RW01 sehingga membuat para warga kecewa dan melakukan aksi solidaritas bersama.


“Waduh, bukan ngeredam malah memperkeruh,” kata salah seorang tokoh pemuda.


Sementara itu, Ketua RW01 Pejuang Edi Hidayat membenarkan kejadian tersebut.


“Setelah sembilan orang pekerja dari lingkungan diberhentikan, sampai hari ini tidak ada solusi malah sudah diisi pekerja dari luar lingkungan RW01,” kata Edi Hidayat atau Edi Jagur.


Hingga saat ini, aksi solidaritas masih berjalan dengan tertib dan damai, terlihat puluhan aparat kepolisian terus berjaga di lokasi aksi dan membantu mengatur kelancaran lalu lintas pengguna jalan. (Obn) 


Buruh Ungkap Dampak Nyata Deflasi Beruntun, Turunnya Produksi hingga PHK

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Indonesia kembali mengalami deflasi pada September 2024.

Jakarta, Ketua Umum KSPSI Moh Jumhur Hidayat juga meminta agar pemerintah merevisi UU Cipta Kerja dan memerangi penyelundupan barang impor. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Indonesia kembali mengalami deflasi pada September 2024. Artinya, Indonesia mengalami deflasi secara lima bulan berturut-turut hingga September 2024.

Terkait hal ini, Ketua Umum KSPSI Moh Jumhur Hidayat mengatakan deflasi ini merupakan bukti lemahnya daya beli. Ia menilai, bukti rakyat dalam hal ini buruh dan petani  tidak punya uang. 

"Saldo dana masyarakat rata-rata di bank hanya Rp 1,8 juta saat ini dibanding Rp 3,8 juta pada 2014. Dampak nyata adalah turunnya produksi dan akhirnya PHK,” kata Jumhur kepada fsplemspsi.or.id, Senin (7/10/2024). 

Jumhur menambahkan, kondisi buruh saat ini semakin terancam PHK. Hal ini juga didorong semakin menjamurnya skema outsourcing dan kontrak serta kejahatan dalam proses rekrutmen seperti bayar mahal hingga modus "staycation". 

Selain maraknya kejahatan pada proses rekrutmen, Jumhur menyarankan agar Pemerintah dapat meningkatkan nilai tukar petani sekitar 120 atau petani untung sekitar 20 persen dari usaha pada On Farm nya.  

"Hentikan segala pungutan kepada rakyat, misalnya pungutan Tapera, Pensiun Tambahan hingga Asuransi Kendaraan Pihak Ketiga,” ujarnya. 

Adapun, Jumhur menyarankan agar Pemerintah merevisi UU Cipta Kerja yang memiskinkan kaum buruh serta terus meningkatkan iklim investasi dengan kepastian hukum dan memberantas KKN. 

"Perangi penyelundupan barang impor termasuk hentikan kecanduan impor yang memukul industri dalam negeri,” pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, merespon terkait deflasi yang dialami Indonesia secara 5 bulan berturut-turut. Tercatat pada September 2024, RI kembali deflasi sebesar 0,12 persen secara bulanan.

Airlangga menjelaskan, Pemerintah memang berkomitmen untuk menekan inflasi. Lantaran yang paling penting adalah pertumbuhan inflasi intinya.

Menurut dia, jika inflasi meningkat maka langkah yang dilakukan pemerintah adalah menekan inflasi dengan mengendalikan harga pangan (volatile food). Sebab, harga pangan menyumbang cukup besar terhadap inflasi.

"Baru-baru ini memang sering media memplesetkan inflasi dan deflasi. Karena inflasi yang utama bagi pemerintah adalah core inflation. Kalau core inflatio-nya tumbuh berarti ekonominya tumbuh. Kalau ekonomi tumbuh 5 persen core inflation tumbuh. Yang diperangi oleh pemerintah adalah volatile food," kata Airlangga dalam Sarasehan Kadin: ‘Dinamika Ekonomi 2024 dan Optimisme Masa Depan Indonesia', di Menara Kadin, Rabu (2/10/2024).

Sebab volatile food merupakan sumber inflasi yang harus diwaspadai. Dilansir dari laman Bank Indonesia, volatile food adalah inflasi yang dipengaruhi oleh kejutan dalam kelompok barang, seperti bahan makanan. Hal-hal yang bisa membuat harga bergejolak tiba-tiba, yaitu musim panen, gangguan alam, dan faktor perkembangan harga pangan domestik dan internasional.

Oleh karena itu, upaya yang dilakukan Pemerintah untuk mengendalikan volatile food melalui sinergi pengendalian inflasi Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.

"Volatile food ini diperangi melalui TPIP. Nah, kebetulan tim pengendali inflasinya itu ketuanya Menko ekonomi. Wakilnya Gubernur BI. Jadi volatile food itu kita bisa jaga karena antar daerah pun kita kontrol," ujarnya.

Dengan demikian, kata Airlangga, deflasi yang terjadi saat ini merupakan hasil kerja keras Pemerintah Pusat dan daerah dalam mengendalikan volatile food. Sebagai contoh, Pemerintah telah melakukan impor beras untuk menjaga stok beras dalam negeri.

"Jadi kalau kita bilang inflasinya turun ke deflasi. Ya ini karena ada extra effort oleh pemerintah menurunkan volatile food. Salah satu misalnya untuk beras kan pemerintah juga melakukan importasi beras untuk menjaga stok beras. Jadi itu adalah kerja-kerja pemerintah. Dan tentunya inflasi ini perlu dijaga dalam range yang 2,5 plus minus 1 persen," pungkasnya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Indonesia kembali mengalami deflasi pada bulan September 2024. Artinya, Indonesia mengalami deflasi secara lima bulan berturut-turut hingga September 2024.

BPS mencatat, pada September 2024 terjadi deflasi sebesar 0,12% secara bulanan, atau terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada September 2024.

Menanggapi hal itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta publik memeriksa betul apa penyebab dari deflasi tersebut.

"(Apa) sebab penurunan harga barang? pasokannya baik, distribusinya baik, transportasi nggak ada hambatan atau (apa) karena memang ada daya beli yang berkurang?,” kata Jokowi kepada awak media di IKN, Minggu (6/10/2024).

Meski begitu, Jokowi memastikan deflasi dan inflasi harus dikendalikan, sehingga harga barang tetap stabil dan tidak merugikan produsen seperti petani, nelayan, pedagang UMKM atau pun pabrikan termasuk konsumen.

“Jangan sampai harga-harga terlalu rendah supaya produsen tidak dirugikan, supaya petani yang produksi tidak dirugikan. Itu menjaga keseimbangan itu yang tidak mudah dan kita akan berusaha terus,” pesan presiden.

Prof. Darwin Ginting Anggota Tim Pakar Presiden Terpilih Sambangi Kantor FSP LEM SPSI

Photo Bersama Pasca penyampaian transformasi hubungan kerja


Jakarta – Anggota tim pakar Presiden terpilih Prof. Dr. Darwin Ginting, S.H., M.H. sambangi kantor Dewan Pimpinan Pusat FSP LEM SPSI di Grand Mutiara Platinum Jakarta Timur, Kamis (3/10/2024).


Pada kesempatan tersebut Prof Darwin memberikan presentasi dihadapan tim pengupahan FSP LEM SPSI dengan judul transformasi hubungan kerja (upah layak) menuju Indonesia emas.


“Rezim upah murah harus dihapuskan, sudah saatnya pembahasan upah menggunakan dasar keilmuan sehingga dapat di pertanggung jawabkan” kata Darwin.


Menurut Darwin landasan hukum tentang upah di Indonesia adalah Pasal 27 ayat (2) UUD 1945.


Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, oleh karena itu semua pekerja harus bisa tidur tenang karena menerima penghasilan yang cukup.


Pekerja merupakan pahlawan bangsa, karena masalah ketenagakerjaan sangat penting dalam membangun bangsa.


“Peningkatan kompetensi pekerja harus dibarengi dengan soft skill dan kecerdasan emosional serta kecerdasan kolektif,” ujarnya.


Selain tim pengupaham, hadir juga dalam acara tersebut ketua DPP FSP LEM SPSI Ir. Arif Winardi berserta jajaranya. (red)