Looking For Anything Specific?

ads header
  • This is Slide 1 Title

    This is slide 1 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

  • This is Slide 2 Title

    This is slide 2 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

  • This is Slide 3 Title

    This is slide 3 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

Gekanas Mensomasi Presiden Joko Widodo

Bapor Lem, Sekitar lebih dari 500 personil Bapor Lem FSP LEM SPSI bersama GEKANAS melakukan aksi ke Mahkamah Konstitusi dan IstanaNegara . Jakarta, 27/09/16.

Aksi tersebut selain melakukan Judical Review atas Hakim Ad Hoc PHI di Mahkamah Konstitusi, Bapor Lem SPSI juga mensomasi kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo terhadap PP No 78 Tahun 2015.

Faktanya, PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, menunjukkan bahwa Pemerintah semakin memperkuat kebijakan upah murah. Pemerintahan Jokowi  Jusuf Kalla secara nyata-nyta melanggar komitmennya sendiri yang tertuang dalam NAWACITA untuk menjalankan TRILAYAK (Kerja Layak, Upah Layak dan Hidup Layak).

Berikut isi somasi Gekanas:








Hakim Ad Hoc Dimisioner Oleh Serikat Pekerja

Bapor Lem, Bapor Lem SP LEM SPSI bersama GEKANAS melakukakan Aksi ke Mahkamah Konstitusi dan Istana Negara, Dalam Aksinya Pangkornas Bapor Lem menyatakan bahwa adanya Hakim Ad Hoc yang menggugat di angkat sampai pensiun Jakarta pada 27 September 2016.

" Bahwa Pasal 67 ayat 2 UU No 2/2004 menyatakan bahwasanya Hakim Ad Hoc itu dimisioner oleh organisasinya, jadi Serikat Pekerja bisa merekol bila ada penyimpangan" orasinya.

Hal ini merupakan Pengkhianatan kepada organisasi serikat pekerja/serikat buruh yang mencalonkannya untuk menjadi Hakim Ad Hoc PHI, dan menutup ruang bagi kader-kader serikat pekerja/serikat buruh untuk dapat pula menjadi hakim karena harus menunggu adanya hakim yang pensiun.

Hakim Ad Hoc, Awalnya dari Buruh Harus Kembali Ke Buruh

Bapor Lem, Bapor Lem, Dalam Aksi Bapor Lem bersama Gekanas di Mahkamah Konstitusi dan Istana Negara, Kuasa Hukum dari Gekanas Fandrian menjelaskan dalam orasinya bahwa Hakim Ad Hoc yang berasal dari Serikat Pekerja harus kembali ke Serikat Pekerja. Jakarta 27/09/2016.

Beliau juga menerangkan bahwa gugatan Hakim Ad Hoc ini meminta agar disamakan dengan Hakim Karier maka dari itu Gekanas menolak dengan gugatan tersebut. 

"Jangan sampai kacang lupa pada kulitnya, karena Hakim Ad Hoc pada dasarnya adalah buruh, karena tanpa Serikat Pekerja, mereka tidak bisa duduk sebagai Hakim Ad Hoc" orasinya di atas mokom.

Kemudian beliau menambahkan bahwa masa jabatan Hakim Ad Hoc yang pertama habis, maka untuk melanjutkan masa jabatan yang kedua harus mendapatkan rekomendasi dari Serikat Pekerja.


Arif Minardi : " Apindo Setuju Tidak Sepakat dengan Penggugat"

Bapor Lem, Dalam Aksi Bapor Lem bersama Gekanas di Mahkamah Konstitusi dan Istana Negara, Ketua Umum FSP LEM SPSI menyampaikan bahwa adanya Hakim Ad Hoc yanag mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dalam upaya di pilih sampai pensiun, hal ini FSP LEM SPSI dan Gekanas melakukan penolakan atas gugatan tersebut. Jakarta 27/09/2016.

Menurut beliau hal ini menyebabkan hilangnya keterwakilan buruh terhadap Hakim Ad Hoc, sedangkan hasil persidangan hari ini, selain mendapatkan penolakan dari unsur buruh juga mendapat penolakan dari unsur pengusaha dalam hal ini di wakili oleh Apindo.

Setelah melakukan melakukan Aksi di Mahkamah Konstitusi, perwakilan dari Gekanas menyampaikan Somasi untuk Presiden RI ke Istanana Negara.




Aksi Bapor Lem ke MK dan Istana Negara

Bapor Lem, Sekitar lebih dari 500 personil Bapor Lem FSP LEM SPSI melakukan aksi ke Mahkamah Konstitusi dan IstanaNegara, mereka melakukan long mart dari Irti Monas ke MK lanjut ke Istana Negara, Selasa 27/09/16.

Aksi mereka di dasari oleh adanya upaya memperpanjang masa jabatan Hakim Ad Hoc PHI hingga usia pensiun. Hakim Ad Hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan suatu perkara yang pengangkatannya diatur dalam undang-undang.

Hal ini merupakan Pengkhianatan kepada organisasi serikat pekerja/serikat buruh yang mencalonkannya untuk menjadi Hakim Ad Hoc PHI dan menutup ruang bagi kader-kader serikat pekerja/serikat buruh untuk dapat pula menjadi hakim karena harus menunggu adanya hakim yang pensiun. 


Hubungan Industrial dan Hakim Ad Hoc Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung dapat diberhentikan dari jabatannya atas permintaan organisasi pengusaha atau organisasi pekerja/organisasi buruh yang mengusulkan.

Sedangkan menurut Ketua Umum FSP LEM SPSI, hal ini menyebabkan hilangnya keterwakilan buruh terhadap Hakim Ad Hoc, sedangkan hasil persidangan hari ini, selain mendapatkan penolakan dari unsur buruh juga mendapat penolakan dari unsur pengusaha dalam hal ini di wakili oleh Apindo.


Sementara Kuasa Hukum Gekanas juga menerangkan bahwa gugatan Hakim Ad Hoc ini meminta agar disamakan dengan Hakim Karier maka dari itu Gekanas menolak dengan gugatan tersebut. 

Tonton : Hakim Ad Hoc, Awalnya dari Buruh Harus Kembali Ke Buruh

Aksi tersebut selain melakukan Judical Review atas Hakim Ad Hoc PHI di Mahkamah Konstitusi, Bapor Lem SPSI juga mensomasi kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo terhadap PP No 78 Tahun 2015.

Lihat isi Somasi; Gekanas Mensomasi Presiden Joko Widodo

SIARAN PERS GEKANAS 27 SEPTEMBER 2016


SIARAN PERS GEKANAS  27 SEPTEMBER 2016


MAHKAMAH KONSTITUSI HARUS MENOLAK UPAYA MEMPERPANJANG MASA JABATAN HAKIM AD HOC PHI HINGGA USIA PENSIUN YANG AKAN MENGHILANGKAN PERAN KETERWAKILAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UUD Tahun 1945 dalam Pasal 25 telah dengan tegas menyatakan bahwa, Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang. Kemudian, Pasal 1 angka 9 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa, Hakim ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang pengangkatannya diatur dalam undang-undang.

Karena itu, Pasal 67 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2004 tenang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) yang mengatur masa tugas Hakim Ad Hoc untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan, sudah sejalan dengan Pasal 25 UUD Tahun 1945 dan Pasal 1 angka 9 UU No. 48 Tahun 2009.

Oleh karenanya, bagi seorang Hakim Ad Hoc PHI yang memohon kepada Mahkamah Konstitusi melalui Yudicial Review dengan Register perkara No. 49/PUU-XIV/2016 untuk membatalkan Pasal 67 ayat (2) UU PPHI dan meminta masa tugasnya menjadi tetap sampai dengan usia pensiun, merupakan Pengkhianatan kepada organisasi serikat pekerja/serikat buruh yang mencalonkannya untuk menjadi Hakim Ad Hoc PHI, dan menutup ruang bagi kader-kader serikat pekerja/serikat buruh untuk dapat pula menjadi hakim karena harus menunggu adanya hakim yang pensiun.

Lebih dari itu, dalam praktek perburuhan, peran elemen perwakilan pengusaha, pemerintah, dan pekerja/buruh, sering disebut tripartite, menjadi penting karena kompleksitasnya permasalahan yang ada dan perlu diisi oleh orang yang memang merupakan perwakilan dari elemen tersebut.

Urgensi peran fungsi keterwakilan ini lah menjadi dasar pembeda dan jantung daripada Pengadilan Hubungan Industrial itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam pengaturan Pasal 63 ayat (2) UU PPHI yang mengamanatkan calon Hakim Ad-Hoc didasarkan pada usul serikat pekerja/serikat buruh atau organisasi pengusaha, dan Pasal 67 ayat (1) huruf f  UU PPHI  yang  mengamanatkan  Hakim Ad-Hoc  Pengadilan

Hubungan Industrial dan Hakim Ad-Hoc Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung dapat diberhentikan dari jabatannya atas permintaan organisasi pengusaha atau organisasi pekerja/organisasi buruh yang mengusulkan.

Secara keseluruhan, tegasnya, GEKANAS dengan ini menyatakan sikapnya:

  1. Meminta majelis Hakim MK dalam perkara No. 49/PUU-XIV/2016 tidak menerima seluruh permohonan pengujian Pasal 67 ayat (2) UU PPHI;
  2. Meminta Majelis Hakim MK Menolak seluruh permohonan pengujian Pasal 67 ayat (2) UU PPHI.


MURNIKAN KEMBALI PANCASILA DAN KEMBALI KE UUD TAHN 1945 (ASLI)
BATALKAN NAFTA, CAFTA DAN MEA
CABUT PP NO. 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN

Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 (asli) telah dengan tegas menyatakan bahwa, Pemerintahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tapi kemudian, 4 (empat) kali Amandemen UUD 1945 oleh MPR RI pada 1999, 2000, 2001 dan 2002 telah mengubah sistem ekonomi yang anti kolonial yang berwatak kerakyatan menjadi sistem ekonomi liberal yang mengabdi kepada asing. Pembangunan Indonesia yang sebelumnya dipandu oleh GBHN,  dipaksa berada di bawah komando lembaga keuangan internasional World Bank, ADB, organisasi perdagangan multinasional WTO, BIT, yang menyebabkan ekonomi nasional mengabdi pada rezim pasar bebas.

Dengan berlakunya pasar bebas yang sebebas-bebasnya, semakin meningkatnya penguasaan asing terhadap kekayaan nasional. Hampir seluruh sumber daya alam dikuasai asing. Segala cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan mengusai hajat hidup orang banyak yang seharusnya dikuasai oleh negara berdasarkan amanat Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, nyatanya banyak dikuasai pihak asing. Sampai-sampai orang asing pun diberikan hak memiliki tanah di negara Indonesia. Tenaga kerja asing dengan bebas masuk ke pasar kerja di dalam negeri. Akibatnya, rakyat Indonesia hanya menjadi tamu asing di negerinya sendiri.

Negara telah kehilangan visi dan tujuannya untuk membangun Republik Indonesia sebagai Walfare State. Para pemegang kekuasaan kehilangan kemuliaannya, moralitasnya dan kewibawaannya. Kelima asas Pancasila sebagai Ideologi bangsa Indonesia telah tercabik-cabik sebagai akibat dari para penyelenggara negara tidak lagi membangun bangsa ini berdasarkan ideologi Pancasila, tetapi hanya demi kepentingan pribadi dan kelompoknya, serta secara sadar Patuh dan Tunduk di bawah kendali kekuatan asing.

Keikutsertaan Pemerintah Indonesia dalam berbagai perjanjian internasional seperti, NAFTA, CAFTA dan MEA, mengakibatnya lahirnya kolonialisme dan imperaliasme gaya baru yang berakibat terpinggirkannya hak-hak rakyat pada umumnya, dan hak pekerja/buruh pada khususnya.

PP NO. 78 TAHUN 2015 ADALAH PELECEHAN HUKUM OLEH PEMERINTAH

Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 mengamanatkan bahwa, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kemudian ditegaskan dalam Pasal 88 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, yaitu bahwa penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan tersebut, Pasal 88 ayat (2) menugaskan pemerintah untuk menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.

Tapi faktanya, PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, menunjukkan bahwa Pemerintah semakin memperkuat kebijakan upah murah. Pemerintahan Jokowi  Jusuf Kalla secara nyata-nyta melanggar komitmennya sendiri yang tertuang dalam NAWACITA untuk menjalankan TRILAYAK (Kerja Layak, Upah Layak dan Hidup Layak).

Dalam membentuk PP No. 78 Tahun 2015, Pemerintah telah dengan sengaja menginjak-injak konstitusi negara dan peraturan perundang-undangan, seperti:

  • Melanggar Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (2) UUD NRI Tahun 1945;
  • Melanggar Pasal 96 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan;
  • Melanggar UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
  • Bertentangan dengan Konvensi ILO No. 144 Mengenai Konsultasi Tripartit yang telah diundangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Keppres No. 26 Tahun 1990.
  • Bertentangan dengan Keputusan Presiden No. 107 Tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan.

Pelecehan Pemerintah terhadap pekerja/buruh Indonesia yang dilegalkan melalui PP No. 78 tahun 2015, antara lain:

  1. Kebutuhan hidup layak (KHL) hanya diukur untuk pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Itu artinya, pekerja/buruh Indoensia disamakan dengan hewan yang hanya memerlukan kebutuhan fisik saja. Padahal undang-undang dengan secara tegas menyatakan bahwa, KHL untuk pekerja dan keluarganya;
  2. PP Pengupahan ini sama sekali tidak mengatur KHL Pekerja Lajang (PL), Pekerja berkeluarga (K0), Pekerja dengan satu anak (K1), Pekerja dengan dua anak (K2) dan Pekerja dengan tiga anak (K3), yang mestinya diatur oleh Pemerintah dalam melindungi pekerja dan keluarganya;
  3. Penetapan upah minimum hanya dihitung menggunakan formula penetapan upah minimum menurut cara Pemerintah sendiri tanpa melibatkan sama sekali unsur-unsur lainnya dalam Dewan Pengupahan Daerah. Pemerintah telah dengan sengaja mengesampingkan dan/atau menghilangkan peranan Dewan Pengupahan Daerah yang keberadaannya diatur dalam perundang-undangan;
  4. Untuk mempertahankan Politik Upah Murah bagi pekerja/buruh Indonesia, Pemerintah mengesampingkan hasil survei KHL yang menjadi wewenang dan tanggung jawab Dewan Pengupahan Daerah. Dengan meniadakan survei pasar dan menghapus peranan Dewan Pengupahan dalam penentuan upah minimum, maka sesungguhnya upah minimum tersebut ilegal dan tidak demokratis. Rumusan formulasi upah minimum yang kenaikannya hanya ditentukan oleh faktor ekonomi dan inflasi saja adalah sangat merugikan pekerja/buruh karena hanya menggunakan pendekatan kenaikan upah berbasis angka semu bukan berbasis kemampuan daya beli.
  5. PP No. 78 tahun 2015 merupakan cerminan peranan pemerintah melepaskan tanggung jawabnya untuk mensejahterakan pekerja/buruh dengan menghilangkan peran dewan pengupahan dalam menetapkan upah minimum sektor;
  6. Proses Pembentukan PP Pengupahan secara formil tidak pernah terjadi pembahasan yang komprehensif dengan stakeholder terkait, yakni kaum pekerja/buruh. Dengan tidak ada serap aspirasi perihal pembentukan PP tersebut maka pemerintah telah melanggar syarat proses pembuatan perundang-undangan yang diatur dalam UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Undang-undang tersebut menegaskan bahwa, masyarakat atau pihak terkait dapat memberikan masukan baik secara lisan atau tertulis dengan syarat draft peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini Rancangan dari PP Pengupahan tersebut harus dipublikasikan/disosialisasikan terlebih dahulu.

Dengan tidak dipublikasikan/disosialisasikan dan dengan tidak dilibatkannya pekerja/ buruh dalam pembuatan PP Penguapahan terebut, maka Pemerintah telah melanggar salah satu asas pembentukan PP Pengupahan, yakni Asas Keterbukaan. Mengutip pendapat Satjipto Rahardjo, bahwa asas adalah jantungnya peraturan hukum karena ia merupakan landasan yang paling luas bagi peraturan hukum (ratio legis) dan pada akhirnya peraturan-peraturan hukum itu harus dapat dikembalikan kepada asas-asas hukum.

TUNTUTAN PEKERJA/BURUH INDONESIA KEPADA PEMERINTAH:

Berdasarkan pokok-pokok fikiran sebagaimana terurai di atas, maka dengan ini Pekerja/Buruh Indonesia menuntut kepada Pemerintahan Nagara Indonesia, sebagai berikut:

  1. Negara harus memurnikan kembali Pancasila dan Kembali ke UUD Tahun 1945 (asli).
  2. Pemerintah harus segera membatalkan NAFTA, CAFTA dan MEA, karena sudah terbukti telah merugikan bangsa, rakyat dan pekerja/buruh Indonesia.
  3. Pemerintah harus secepatnya mencabut PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, karena dalam pembuatan telah melanggar UUD Tahun 1945 dan Perundang-undangan, serta merugikan pekerja/buruh Indonesia.
  4. Apabila tuntutan pencabutan PP No. 78 Tahun 2015 tidak dindahkan oleh Presiden RI, maka GEKANAS akan menyampaikan SOMASI kepada Presiden RI.

Hormat kami;
PRESIDIUM GEKANAS

R. Abdullah
Sjaiful D.P.
Arif Minardi
Indra Munaswar 
Mustakim Ishak 
Bayu Muryanto 
German A. 


DKI Jakarta Tidak Lakukan Survei KHL untuk UMP 2017



Bapor Lem, Biasanya, Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta melakukan survei terhadap komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) ke pasar dalam rangka pembahasan upah minimum. Tahun ini, survei sejenis tidak lagi dilakukan karena PP No. 78 Tahun 2015  tentang Pengupahan mengamanatkan kenaikan upah minimum ditentukan lewat formula. Rumusannya, Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun berjalan ditambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
 
Mengacu ketentuan tersebut, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Provinsi DKI Jakarta, Priyono, menyebut KHL itu secara langsung masuk dalam UMP tahun berjalan sehingga survei tidak dibutuhkan lagi.
 
“Dalam membahas kenaikan UMP 2017 di Jakarta, Dewan Pengupahan akan mengacu pada PP Pengupahan. Mungkin Dewan Pengupahan akan menggelar sidang pada Oktober 2016,” kata Priyono.
 
Priyono mengingatkan, upah minimum itu digunakan sebagai upah terendah bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Ia menghitung dari 4,7 juta pekerja/buruh yang bekerja di Jakarta, sekitar 5 persen memiliki masa kerja di bawah satu tahun.
 
Anggota Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta dari unsur pengusaha sekaligus Wakil Ketua Kadin Jakarta, Sarman Simanjorang, mengatakan penetapan UMP 2017 harus mengikuti ketentuan sebagaimana diatur PP Pengupahan dan peraturan lebih teknis seperti Permenaker No. 21 Tahun 2016  tentang Kebutuhan Hidup Layak. Oleh karenanya saat ini Dewan Pengupahan tidak melakukan survei KHL. “Biasanya Dewan Pengupahan DKI Jakarta mulai melakukan survei KHL pada Februari,” ujarnya.
 
Mengacu mekanisme penetapan UMP sesuai PP Pengupahan, Sarman mengatakan Dewan Pengupahan akan membahas UMP Jakarta tahun 2017 dengan melihat prediksi pertumbuhan ekonomi tahun depan dan inflasi. Data itu yang akan digunakan Dewan Pengupahan untuk merumuskan berapa besaran UMP yang akan direkomendasikan kepada Gubernur.
 
“Misalnya UMP Jakarta tahun 2016 Rp3,1 juta dengan pertumbuhan ekonomi 5,8 persen dan inflasi 3 persen, dari situ sudah bisa diketahui kenaikan UMP 2017 sekitar 8-9 persen,” urai Sarman.

Anggota Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta dari unsur serikat pekerja, Dedi Hartono, mengatakan sampai kini Dewan Pengupahan belum melakukan aktivitas apapun terkait pembahasan UMP. Namun, ia melihat pemerintah bersikukuh untuk menerapkan PP Pengupahan, termasuk dalam menentukan kenaikan UMP 2017. Padahal, Panja Pengupahan Komisi IX DPR telah merekomendasikan pemerintah untuk menunda pelaksanaan regulasi tersebut.
 
“Pemerintah harus perhatikan rekomendasi Panja Pengupahan Komisi IX DPR. Oleh karenanya kebijakan pengupahan, penentuan kenaikan upah minimum harus dikembalikan pada mekanisme tripartit di Dewan Pengupahan sebagaimana amanat UU Ketenagakerjaan,” papar Dedi.


Dikutip ; http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt57aae7bdd7b19/tentukan-ump-2017--jakarta-tidak-gunakan-survei-khl

Jabar; "SP mau berunding sama siapa?"


Bapor Lem, Geliat perjuangan Upah 2017 sudah terasa, tidak hanya DKI Jakarta di daerah pun sudah melakukan upaya-upaya perjuangan Upah tahun depan. Seperti halnya di Jawa Barat, DPD FSP LEM SPSI mengadakan rapat yang mengundang DPC FSP LEM SPSI se Jabar dan Perwakilan LKS serta Dewan Pengupahan dari unsur FSP LEM SPSI, Senin, 26/09/16.

Dalam rapat DPD FSP LEM SPSI bersama ketua DPD Jabar Ir Sidarta, menegaskan bahwa masalah yang di hadapi sampai sekarang belum terbentuknya asosiasi pengusaha sektor di seluruh wilayah Jawa Barat.

"Kendala utama di Jawa Barat, Sampai saat ini, Serikat Pekerja mau berunding sama siapa?" Katanya, waktu komunikasi Media SP LEM SPSI.

Selain itu pertemuan rapat tersebut juga membahas Aksi besok pada 27 September 2016 bersama GEKANAS, dan persiapan Rakernas FSP LEM SPSI serta Advokasi Anggota.

Karyawan PT. UNINDO Mengirimkan Bantuan ke Korban Banjir Bandang Garut

BAPOR LEM – Karyawan PT. UNINDO memberikan bantuan pada korban banjir bandang yang berada di Kabupaten Garut Jawa Barat.
Bantuan tersebut langsung diberikan melalui posko kemanusian DPP HILMI  ( Hilal Merah Indonesia ) salah satu sayap juang DPP FPI ( Front Pembela Islam ) di kampung Rengganis Rw 02 Kelurahan Paminggir Kecamatan Garut Kota, Garut, Jawa Barat.
Perwakilan dari PUK PT.UNINDO Yusuf Rama, Ndan Zakaria Baporlem PT.UNINDO dan Hafis mawardi ketua panitia penggalangan bantuan mengatakan bantuan tersebut merupakan bentuk keprihatinan dan solidaritas Karyawan PT.UNINDO terhadap korban banjir bandang yang menerjang tujuh kecamatan di Garut.
"Diharapkan bantuan yang kami sampaikan, bermanfaat dan bisa meringankan beban korban," ujarnya, minggu 25 September 2016.
Bantuan yang diberikan meliputi sembako, pakaian layak pakai dan uang tunai.
Sementara Kordinator POSKO HILMI Kang Opan Sangat berterima Kasih kepada Karyawan PT.UNINDO yang sudah mau membantu kesulitan para korban bencana di garut ini, dan mereka akan meneruskan amanah yang diberikan sebaik - baiknya semoga bisa bermanfaat dan tepat sasaran ....Insya Allah.
Sebelumnya banjir bandang di Kabupaten Garut terjadi akibat curah hujan yang tinggi dan lama pada Selasa 20 September 2016. Sungai Cimanuk dan Cikamuri tak mampu menampung air hujan sehingga meluap dan menyapu ratusan rumah warga hingga rusak.
Data terakhir, korban meninggal dunia kembali bertambah menjadi 33 orang, Jenazah yang belum teridentifikasi sebanyak 2 korban.

Bapor Lem; Intruksi Aksi dan Pengawalan UU PPHI No 2/2004


Bapor Lem, Dalam rangka mengawal sidang terakhir permohonan pengujian UU PPHI No 2/2004 pasal 67 ayat (2) mengenai hakim ad hoc telah konstitusional dan menyampaikan somasi terhadap Presiden RI masalah PP 78/2015tentang pengupahan yang dipandang telah mengebiri peran dan fungsi Serikat Pekerja dalam memperjuangkan upah murah.

Sehubungan dengan hal tersebut maka FSP LEM SPSI bersama Gerakan Kesejahteraan Nasional (GEKANAS) akan melakukan aksi Longmarch dari Irti Monas ke Mahkamah Konstitusi dan Istana Presiden pada Selasa, 27 September 2016. 

Agenda tersebut mengawal pengujian UU PPHI No 2/2004 dan menyampaikan somasi kepada Presiden RI nanti di instruksikan kepada Bapor Lem dari wilayah DKI Jakarta, Bekasi, Karawang, Bogor, dan Tangerang.

Siapkan untuk Bergerak.....!

Dewan Pengupahan DKI Jakarta Membahas Regulasi PP 78/2015


Bapor Lem, Menindaklanjuti rapat Tim Kecil Dewan Pengupahan Propinsi DKI Jakarta, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengundang Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta membahas kuesioner monitoring pelaksanaan Upah Minimun di Propinsi DKI Jakarta dan agenda penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) 2017, di Ruang Rapat Disnaker Prov DKI Jakarta Lantai II, Jl Prapatan No.52, Jakarta, Kamis 22/09/2016.

Dalam agenda tersebut intinya bahwa pemerintah ingin mengembalikan ke regulasi yang ada nantinya UMP dan UMSP 2017 DKI Jakarta menggunakan PP 78/2015, pemerintah berdalih bawasanya Peraturan Menteri Dalam Negeri harus berjalan. Dalam kesempatan tersebut juga Disnaker menyinggung Raperda Ketenagakerjaan DKI Jakarta.

Hal ini serentak Dewan Pengupahan dari elemen buruh menolak penetapan UMP Provinsi DKI Jakarta menggunakan PP No.78/2015 tersebut, sekaligus akan membawa Raperda DKI Jakarta tersebut ke Kementrian Biro Hukum dan Organisasi untuk di kaji.

Sementara agenda bulan Oktober nanti, Dewan Pengupahan pada minggu pertama akan menghadirkan kajian dari Kementrian Biro Hukum yang selanjutnya di minggu kedua akan menghadirkan BPS terkait penetapan inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebelum penetapan UMP 2017.

Diklat Etika dan Komunikasi Organisasi DKI Jakarta


Bapor Lem, Dalam rangka menyelaraskan perangkat FSP LEM SPSI se DKI Jakarta, DPD FSP LEM SPSI menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan organisasai di Kantor Kesetariatan DPD Jalan Doktor Krt. Radjiman Widyodiningrat No.22, RW.4, Rw. Terate, Cakung, Kota Jakarta Timur, Kamis, 22/09/16.

Peserta Diklat tersebut dihadiri oleh perangkat DPC FSP LEM SPSI se DKI Jakarta dengan tema Etika dan Komunikasi Organisasi dalam Penyelesaian Hubungan Industrial.

Diklat yang di buka oleh Ketua DPD FSP LEM SPSI Bung Yulianto menegaskan tujuan dari Diklat tersebut mengingat banyaknya kasus yang menyangkut hubungan industrial.

Sementara Ketua Umum FSP LEM SPSI Ir Arif Minardi dan Ibu Listi dari Astra Outo Part sebagai Nara sumber memberikan materi diklat tersebut.

GBJ Menolak Darf Revisi Perda Ketenagakerjaan DKI Jakarta


Bapor Lem, Provinsi DKI Jakarta yang menyandang status daerah khusus Ibukota Jakarta menjadi daerah kekhususuan tersendiri bagi Indonesia. Baik dari sisi kebijakan pemerintah maupun aturan main tentang ketenagakerjaan, yang berprinsip kepada kebijakan yang berkeadilan dan mesejahterakan.

Rencana perubahan atas Peraturan Daerah No. 06 tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan, yang saat ini sedang diusulkan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam bentuk naskah akademik, dianggap oleh kalangan buruh tidak sesuai dengan kondisi kekhususan wilayah DKI Jakarta.

Berbagai elemen serikat buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Jakarta (GBJ), seharusnya mengacu kepada Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Buruh, Serikat Pekerja, dan Undang-undang No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial. Karena merupakan pondasi hukum dalam tata hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.

Disamping itu pemerintah Indonesia telah berjanji dengan dunia Internasional untuk melakukan ratifikasi Konvensi ILO No. 189 tentang Pekerja Rumah Tangga (Domestic Workers), seharusnya sudah melakukan perbaikan nomenklatur yang selama ini menggunakan nomenklatur “pramuwisma”, yang terdapat didalam Perda No. 06/2004 BAB XI tentang Lembaga Penyedia dan Penyalur Pramuwisma diganti menjadi “Pekerja Rumah Tangga”.

Rencana perubahan Perda ketenagakerjaan No.06 tahun 2004 telah diselesaikan draft Naskah Akademiknya, dan tidak banyak mengalami perubahan signifikan. Buruh mengindikasikan Perda tersebut akan memuat tentang kebijakan upah murah yang di atur oleh PP No. 78/2015 tentang Pengupahan.

Hal tersebut ditakutkan akan menghilangkan upah sektoral yang selama ini telah berjalan dengan baik di DKI Jakarta, disamping juga tidak adanya perubahan nomenklatur tentang “pramuwisma”. Selain itu terdapat tiga unsur pelaku Hubungan Industrial yang sah secara hukum di bawah wakil Gubernur DKI Jakarta tidak di fungsikan secara optimal, sehingga proses ini cenderung di paksakan dan tidak memenuhi kaidah-kaidah struktural kelembagaan didalam bidang ketenagakerjaan sendiri.

Oleh sebab itu Gerakan Buruh Jakarta (GBJ), sebagai wadah bersatunya elemen gerakan perjuangan serikat buruh di Jakarta, akan melakukan advokasi kebijakan-kebijakan pemerintah, advokasi kasus-kasus perburuhan serta memperjuangkan issu-issu ketenagakerja yang merugikan buruh khususnya di DKI Jakarta.

Dalam pernyataan sikapnya yang diterima oleh Kabar Buruh, GBJ menyatakan menolak draft Raperda Ketenagakerjaan DKI Jakarta, yang dianggap akan merugikan buruh. Juga menuntut dikembalikannya mekanisme pembahasan draft Raperda Ketenagakerjaan kepada Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Daerah, untuk mengoptimalisasikan peran dan tugasnya sebagai Pelaku hubungan industrial untuk menghasilkan peraturan daerah.

GJB juga menyatakan menolak penetapan upah minimum di Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan PP No. 78/2015 yang berdasarkan formulasi, serta mengembalikan penetapan Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta kepada Undang-undang No. 13/2003 Pasal 88 ayat (4), tentang penetapan upah minimum berdasarkan hasil survei Kebutuhan Hidup Layak.

Sumber: http://kabarburuh.com/gerakan-buruh-jakarta-menolak-draf-revisi-perda-ketenagakerjaan-dki-jakarta/

Naskah Raperda Ketenagakaerjaan DKI Dipertanyakan Apindo


Bapor Lem, Dengan posisi DKI Jakarta sebagai daerah yang memiliki kekhususan tentunya memberikan tantangan baru bagi para pemerintah dan kaum buruh atau pekerja, disamping berharap adanya perbaikan system di dunia ketenagakerjaan di provinsi DKI Jakarta yang menjadi pusat Ibukota negara, juga perbaikan kesejahteraan yang lebih baik dari daerah lainnya. 

Peraturan Daerah tentang Ketenagakerjaan sebelumnya sudah di buat oleh pemerintah daerah dengan Perda No.06 tahun 2004 yang didalamnya tidak terlalu banyak peraturan yang mengatur tentang ketenagakerjaan selain lebih banyak mengutip dari aturan dasarnya yaitu Undang-undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003, Undang-undang No.21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja dan Serikat Buruh, dan Undang-undang No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) serta peraturan-peraturan menteri ketenagakerjaan yang terkait dengan aturan tekhnis, yang tidak ada aturan kekhususan sebagaimana DKI Jakarta menjadi daerah yang memiliki kekhususan tersendiri sebagai Ibukota negara Indonesia, ungkap Yulianto narasumber konsultasi publik dari unsur Serikat Pekerja. 

Disamping itu Ibu Basani Situmorang, SH.Mhum, dewan pakar ketenagakerjaan menyapaikan bahwa DKI Jakarta sudah seharusnya memiliki kekhususan didalam pengaturan ketenagakerjaan yang lebih baik dari aturan undang-undang ketenagakerjaan yang ada, paling tidak mengatur sedemikian rupa hak-hak perlindungan yang mendasar bagi pekerja dan buruh serta dapat mewujudkan kondisi pengembangan dunia usaha yang kondusif. Pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif dalam dunia ketenagakerjaan mencakup pengembangan sumber daya manusianya, peningkatan produktifitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja dan pembinaan hubungan industrial menjadi pokok-pokok dasar yang harus di miliki oleh Pemerintah DKI Jakarta terutama didalam menghadapi ancaman Masyarakat Ekonomi ASEAN, ungkap Basani Situmorang dewan pakar ketenagakerjaan yang sudah puluhan tahun melalang buana didunia ketenagakerjaan yang hingga saat ini sering menjadi saksi ahli jika dibutuhkan didalam penyelesaian kasus-kasus perburuhan. Yang harus diingat adalah jangan lupakan Azas Formal dan Azas Material didalam pembentukan peraturan daerah sebagai dasar peraturan demi terciptanya lingkungan hubungan ketenagakerjaan yang harmonis dan dinamis ungkap Basani. 

Tak kalah sengitnya tanggapan yang disampaikan oleh Bapak Agus Guntur, dari Asosiasi Pengusahan Indonesia (APINDO) terkait dengan Naskah akademik raperda ini sudah saatnya disesuaikan dengan peraturan diatasnya. PERDA ketenagakerjaan di DKI Jakarta sudah 13 tahun diberlakukan dan sudah sepatutnya disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang berkembang di dunia ketenagakerjaan. Orientasi perubahan raperda hendaknya mencakup prinsip-prinsip keadilan, perkembangan jaman, solusi atas persoalan yang di hadapi, aturannya harus jelas dan mudah dipahami serta dilaksanakan, tidak multitafsir, memuat sanksi yang tegas dan adanya penghargaan, adanya kemudahan berinvestasi, dan siap didalam menghadapi masyarakat ekonomi asean. Syarat-syarat perubahan raperda DKI Jakarta itu paling tidak memenuhi unsur-unsur tersebut demi kelanjutan dunia usaha dan kesejahteraan buruh khususnya di DKI Jakarta. 

Tanggapan atas naskah akademik raperda ketenagakerjaan yang disampaikan oleh ke tiga narasumber yang terdiri dari unsur pakar, unsur serikat pekerja atau buruh, dan unsur pengusaha tersebut dipaparkan secara rinci dan disesuaikan dengan kondisi kekinian dimana DKI Jakarta menjadi barometer suksesnya kesejahteraan bagi rakyat Indonesia jika perbaikan-perbaikan system dan aturan main terpenuhi dan terlaksana dengan baik. 

Masalahnya hingga hari ini apakah pemerintah DKI Jakarta memiliki kemauan untuk melakukan perubahan disegala lini khususnya di bidang ketenagakerjaan saat ini ?, Jika memang perlunya perubahan didalam perda ketenagakerjaan adalah hal yang niscaya dan memang seharusnya dilakukan perbaikan, baik secara system maupun tekhnis dan regulasi yang lebih baik lagi di lapangan. 

Contoh perbaikan yang paling substansi disampaikan oleh Ibu Eny dari LBH Jakarta adalah permasalahan “PRAMUWISMA” yang di atur didalam BAB XI tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Pramuwisma, dimana pemerintah melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.02 tahun 2015 telah mengatur  tentang Pekerja Rumah Tangga yang sebelumnya Negara Republik Indonesia telah menyepakati didalam Konvensi ILO No.189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga dan akan segera di Undang-undangkan dalam bentuk perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga. Didalam pemaparan tanggapannya dari unsur Serikat Pekerja juga menyampaikan permasalahan “Pramuwisma” yang seharusnya mereka adalah “Pekerja” yang secara tekhnis sama dengan pekerja dan seharusnya diberikan hak-hak yang sama dengan pekerja, dan sudah sepatutnya pemerintah provinsi DKI Jakarta dapat mengakomodir dan menempatkan posisi Pekerja Rumah Tangga sama dengan pekerja yang di atur didalam Peraturan Daerah. 

Disisi lain dewan pakar ketenagakerjaan setuju dengan diberikannya posisi aturan ketentuan Pekerja Rumah Tangga masuk didalam peraturan daerah tentang ketenagakerjaan, akan tetapi harus diatur didalam point tersendiri, karena masih tersangkut dengan aturan regulasi induknya didalam Undang-undang Ketenagakerjaan yang belum jelas dengan status hubungan industrialnya, jadi jika mau pemerintah DKI Jakarta bisa memberikan porsi khusus untuk aturan ketenagakerjaan tentang Pekerja Rumah Tangga agar di atur didalam aturan tersendiri demi kesejahteraan mereka, sebab bukan hal yang mustahil di era Masyarakat Ekonomi ASEAN semakin banyak para Pekerja Rumah Tangga di DKI Jakarta yang seharusnya mendapatkan perlindungan oleh pemerintah, paling tidak dari sisi perlindungannya mereka dapat di atur didalam ketentuan perdanya ungkap beliau.

Selengkapnya : http://m.kompasiana.com/dhtchaniago/gerakan-buruh-jakarta-gbj-tuntut-rancangan-peraturan-daerah-tentang-ketenagakerjaan-dengan-kekhususan_57d906739b9373674add463f

GBJ Meminta Transparan Raperda DKI Jakarta


Bapor Lem, Gerakan Buruh Jakarta (GBJ) meminta Pemprov DKI Jakarta transparan dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Ketenagakerjaan yang akan diberlakukan di DKI Jakarta, sebagaimana Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), Mirah Sumirat, SE, mengatakan perihal tersebut saat hadir di acara Konsultasi Publik Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Ketenagakerjaan yang diadakan oleh Biro Hukum Sekda Provinsi DKI Jakarta, di Ruang Tempo Doeloe lantai 2 Gedung Balai Kota, Jakarta, Selasa (13/9) ketika menjadi salah satu juru bicara GBJ.

Soalnya, Presiden ASPEK Indonesia merasa ketidaktransparan pembahasan Raperda Ketenagakerjaan terlihat dari tidak adanya dokumen lengkap isi Raperda yang akan dikonsultasikan ke publik.

Pihak Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta, sejak awal acara hanya memberikan dokumen tanggapan atas Naskah Akademik Raperda Ketenagakerjaan dari 3 narasumber, tanpa memberikan Naskah Akademik dan tanpa memberikan dokumen isi pasal per pasal dari Raperda Ketenagakerjaan dimaksud.

"Bagaimana mungkin konsultasi publik berjalan maksimal, bila tidak jelas dokumen yang akan dikonsultasikan," ungkap Mirah Sumirat, Selasa (13/9). 

Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini tengah menyusun Rancangan Peraturan Daerah tentang Ketenagakerjaan sebagai pengganti atas Peraturan Daerah No.6 Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan yang saat ini berlaku.

Mirah Sumirat yang juga merupakan Wakil Ketua Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional dari unsur serikat pekerja, meminta kepada Pemda DKI Jakarta untuk memaksimalkan peran Lembaga Kerja Sama Tripartit Provinsi DKI Jakarta, dalam penyusunan dan pembahasan Raperda Ketenagakerjaan di DKI Jakarta. 

Dalam LKS Tripartit seluruh stakeholder hubungan industrial, baik Pemerintah, pengusaha maupun serikat pekerja, bahkan juga kalangan akademisi, dapat memberikan rekomendasi terbaiknya agar menghasilkan Raperda yang berkeadilan dan mensejahterakan.

Senada dengan Mirah, perlunya pembahasan lebih detail Raperda Ketenagakerjaa melalui forum LKS Tripartit Provinsi DKI Jakarta juga diungkapkan oleh nara sumber dari serikat pekerja dan pengusaha.

Yulianto, Ketua DPD FSP Logam Elektronik & Mesin SPSI DKI Jakarta (FSP LEM SPSI DKI Jakarta), yang diminta oleh Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta, untuk memberikan tanggapan atas Naskah Akademik Raperda, juga meminta pembahasan Raperda Ketenagakerjaan ini bisa dilakukan oleh LKS Tripartit DKI Jakarta. 

"Muatan materi Raperda seyogyanya dapat dibahas tuntas di LKS Tripartit Provinsi sebelum masuk ke tahapan konsultasi publik dan harmonisasi, meski pemrakarsa Raperda adalah Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta," ungkap Yulianto

Soalnya, menurut Yulianto bahwa diperlukan kesesuaian dengan tugas LKS Tripartit memberikan pertimbangan, saran dan pendapat pada Gubernur dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan ketenagakerjaan.

Selain itu pula, Drs. HM Agus Guntur PM, MM, selaku Wakil Ketua DPP APINDO DKI Jakarta, dalam kesimpulan akhirnya juga sependapat agar Raperda Ketenagakerjaan ini dibahas di LKS Tripartit Provinsi DKI Jakarta. 

"Peraturan Daerah N0.6 Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan yang saat ini berlaku, dirasa isinya merupakan pengulangan dari pasal-pasal UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," tukas 
Agus Guntur juga mengkritisi 

Pandanangnya seharusnya dapat dipilah kembali, bidang dan kegiatan apa saja yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dan atau Kota/Kabupaten. "Hingga tidak tumpang tindih dengan kewenangan Pemerintah Pusat. Kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota Negara juga merupakan kondisi yang perlu dikaji lebih lanjut terkait Raperda Ketenagakerjaan yang akan dibahas," ungkap Agus Guntur.

Dalam acara Konsultasi Publik tersebut juga terungkap beberapa kelemahan institusi ketenagakerjaan di DKI Jakarta, antara lain yang paling menonjol adalah minimnya Pegawai Pengawas yang ada saat ini, hanya 65 orang untuk mengawasi sekitar 32.000 perusahaan di DKI Jakarta. Sehingga Pemprov DKI Jakarta harus segera menambah jumlah Pegawai Pengawas, karena keberadaan Pegawai Pengawas tidak saja bertugas mengawasi namun juga berfungsi sebagai Penyidik ketika ada tindak pidana ketenagakerjaan yang terjadi di suatu perusahaan.

Setelah menghadiri acara Konsultasi Publik Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Ketenagakerjaan yang diadakan oleh Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta, beberapa federasi, aliansi dan forum serikat pekerja yang tergabung dalam Gerakan Buruh Jakarta kemudian mendeklarasikan berdirinya Gerakan Buruh Jakarta, di depan kantor Balai Kota Jakarta.

Sumber ;http://m.beritahukum.com/detail_berita.php?judul=Pemda+DKI+Jakarta+Diminta+Transparan+Pembahasan+Raperda+Ketenagakerjaan&subjudul=Buruh

Gerakan Buruh Jakarta (GBJ)

Bapor Lem, Gerakan Buruh Jakarta (GBJ) adalah wadah gerakan bagi Serikat Pekerja/ Serikat Buruh yang bertujuan untuk memperjuangkan kesejahteraan, Advokasi Kebijakan, dan issu-issu ketenagakerjaan di wilayah pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang terdiri dari Federasi-federasi dan Aliansi/ Forum Gerakan Buruh Serikat Pekerja/ Serikat Buruh di DKI Jakarta.

Gerakan Buruh Jakarta (GBJ) didirikan pada hari Jum’at tanggal sembilan, bulan September, tahun dua ribu enam belas (09-09-2016), jam 09 malam, oleh 9 Federasi SP/SB, yang bersepakat untuk membentuk gerakan bersama aliansi Federasi Serikat Buruh/Serikat Pekerja di Provinsi DKI Jakarta.

Gerakan Buruh Jakarta (GBJ) dideklarasikan pada hari Selasa, tanggal 13 September 2016, pukul 13.30, di depan Gedung Balai Kota DKI Jakarta.

Sejak didirikan dan dideklarasikan, Gerakan Buruh Jakarta (GBJ) terus mendapat dukungan dari berbagai federasi/aliansi/forum serikat pekerja di 5 wilayah kota DKI Jakarta, sehingga dari semula 9 federasi serikat pekerja, saat ini telah bertambah keanggotaannya sebagaimana daftar nama federasi/aliansi/forum serikat pekerja di bawah ini:
  1. Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia).
  2. FSP Logam Elektronik & Mesin SPSI DKI Jakarta (FSP LEM SPSI DKI Jakarta)
  3. PD FSP Rokok Tembakau Makanan & Minuman (RTMM SPSI) DKI Jakarta
  4. Federasi Buruh Transportasi dan Pelabuhan Indonesia (FBTPI)
  5. Federasi Sektor Umum Indonesia (FSUI)
  6. Federasi Serikat Pekerja Nasional DKI Jakarta (FSPN)
  7. PD FSP Niaga & Perbankan (NIBA SPSI AGN) DKI Jakarta
  8. KASBI Jakarta
  9. FSP Kimia Energi & Pertambangan (KEP-KSPI) DKI Jakarta
  10. Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP)
  11. FSPMI DKi Jakarta


SEMBILAN (9) REKOMENDASI GERAKAN BURUH JAKARTA
  1. Menolak penetapan Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan PP 78/2015, dan kembali kepada Undang-undang No.13/2003 Pasal 88 ayat (4), dengan mempertimbangkan faktor kebiasaan dalam penetapan Upah Minimum Provinsi di DKI Jakarta yang lebih baik dari Undang-undang.
  2. Gerakan Buruh Jakarta berkomitmen dan sepakat untuk melakukan advokasi bersama terhadap permasalahan, kebijakan, dan kasus-kasus perburuhan/ ketenagakerjaan yang terjadi di anggota yang tergabung didalam Gerakan Buruh Jakarta.
  3. Segera melakukan Audiensi kepada Gubernur DKI Jakarta, Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta, APINDO DKI Jakarta, KADIN DKI Jakarta, DPRD DKI Jakarta dan kepada Stakeholder yang terkait dengan bidang Ketenagakerjaan yang ada di Provinsi DKI Jakarta
  4. Deklarasi Gerakan Buruh Jakarta akan di laksanakan pada Tanggal 13 September 2016 di Balaikota Provinsi DKI Jakarta.
  5. Segera melakukan Rapat AKBAR dengan seluruh Anggota Gerakan Buruh Jakarta di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta.
  6. Menolak RAPERDA Ketenagakerjaan Provinsi DKI Jakarta, sebelum dilakukan pembahasan di tingkat Lembaga LKS Tripartit Daerah.
  7. Segera meng-agendakan Press Conference terbentuknya Gerakan Buruh Jakarta dan sosialisasi hasil Survei KHL dari Tim ASPEK Indonesia, dan DPD LEM SPSI DKI Jakarta serta Nilai Perjuangan UMP DKI Jakarta tahun 2017.
  8. Membentuk program pendidikan dan latihan, kajian-kajian, dan riset tentang isu-isu ketenagakerjaan dan kebijakan Regulasi Ketenagakerjaan secara bersama-sama.
  9. Meng-agendakan Audiensi ke DPRD DKI Jakarta untuk melakukan ADVOKASI RAPERDA KETENAGAKERJAAN Provinsi DKI Jakarta.


Jakarta, 13 September 2016
*Gerakan Buruh Jakarta*

Pangkorcab Jakut M Irfan Rosadi


Bapor Lem, Panglima Koordinator Cabang Jakarta Utara ini kelahiran Jakarta 20 Maret 1982, beliau di masuk kebaporan setelah mengikuti Diklatsar Bapor Lem Angkatan 7 sebelum Bapor Revolusi.

Prestasinya dalam organasasi, beliau mengaku mulanya kenal dengan FSP LEM SPSI tahun 2006 sebagai anggota saat menjadi pekerja di sebuah perusahaan Pako Group, di tahun 2007 di percayakan menjadi Pleno dan Komisaris di Unit Kerja, kemudian di Tahun 2011 di percayakan kembali menjadi Pengurus Unit Kerja di Pako Group. Pako Group yang di dalamnya terdapat beberapa Plant Jakarta dan Plant Karawang. Sedangkan PUK Pako Group ini membawahi PT Inkoasku, PT Pakoakuina, dan PT Topy Marinda Manufacturing Indonesia.

Periode tahun 2011-2013 tersebut di percayakan menjadi Wakil Sekretaris 4 bidang sosial ekonomi, di periode berikutnya Tahun 2013-2016 menjadi pleno, yang kemudian Musnik Luar Biasa tahun 2014 karena kepengurusan yang terpilih di tahun 2013 tersebut mengundurkan diri. Pada saat itu kembali di percayakan untuk menjadi Wakil Ketua bidang Sosial Ekonomi PUK Pako Group sampai saat ini untuk periode 2014-2017.

Di Kebaporan beliau sempat tidak aktif karena masa transisi sejarah Bapor Revolusi dan krisis kepemimpinan Bapor Lem FSP LEM SPSI, kemudian beliau aktif kembali pasca Rakornas Bapor Lem 1, yang diikuti Pendidikan Instruktur Bapor Lem. Kemudian di dalam kepanitiaan beliau juga menjadi Intruktur untuk Dilkatsar Bapor Revolusi angkatan 4 dan Angkatan 5.

Kemudian untuk wilayah Jakarta Utara bersama Perangkat DPC FSP LEM SPSI Jakarta Utara karena kebutuhan organisasi mengadakan Rakorcab 1 Jakarta Utara, yang dilaksanakan di Pako Group, dari Rakorcab tersebut terpilihlah berdasarkan rekomendasi dari peserta Rakorcab untuk maju menjadi Pangkorcab Jakarta Utara. Sementara jumlah Bapor LEM Jakarta Utara sebanyak 176 anggota yang di terbagi di wilayah Sunter 57 anggota, wilayah Pegangsaan 63 anggota, wilayah Cacing 16 Anggota dan wilayah Kakara 40 anggota. 

Pasca Rakorda Bapor DPD FSP LEM SPSI, beliau juga masuk Struktural Bapor LEM DKI Jakarta di Divisi Advokasi.

Pangkorcab Jakut ini pada kesempatan tersebut menyampaikan keinginannya bahwa kami dari Struktur Bapor DPC Utara, agenda tersebesar yang akan dilakukan mengembalikan peran dan fungsi Kebaporan di Jakarta Utara dalam waktu dekat. "Harapannya Bapor LEM ini kedepannya benar-benar sesuai slogan 
yang ada, Solid, Kompeten dan Bermoral", katanya.

Kemudian beliau juga menyoroti Kebaporan DPP FSP LEM SPSI yang memang belum adanya struktural kebaporannya, "Berkenaan Pangkornas yang menjabat Ketua DPD FSP LEM SPSI Jawa Barat, dengan kapasitasnya dan kesibukannya agar bisa di laksanakan Rakornas Bapor 2, supaya peran fungsi bapor bisa terlaksana dan fokus dari pusat" tambahnya. 

Dialog Kemenaker RI dengan SP Buruh


Bapor Lem, Dalam rangka mempererat hubungan antara pemerintah dan DPR dengan Serikat Pekerja Buruh sebagai mitra pemerintah dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan serta meningkatkan persamaan persepsi antara Serikat Pekerja Buruh dan pemerintah beserta DPR melalui dialog sosial.

Kementrian Ketenagakerjaan RI Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, mengaplikasikannya dengan mengundang Serikat Pekerja Buruh dari berbagai aliasi di Part Hotel, Jl DI Panjaitan Kav 5, Jaktim, Selasa, 06/09/2016.

Agenda tersebut yang dimulai dari pukul 12:00 WIB sampai 16:00 WIB membahas Isyu perburuhan tentang hubungan industrial ke depannya dengan tujuan membuat rekomendasi dalam kebijakan Hubungan Industrial nantinya.

Nara sumber Hubungan Industrial tersebut di bawakan oleh Anggota Komisi IX DPR RI, Ir Ahmad Zainudin. Le.ME.

FSP LEM SPSI dengan perangkat Bapor Lem, juga ikut andil untuk menghadiri agenda tersebut. Tampak Sekjen FSP LEM SPSI Ir Idrus MM, juga hadir dalam agenda tersebut.

Performance Art Bapor Lem di Agenda Silaturahmi Akbar


Bapor Lem, Di agenda Silaturahmi Akbar Bapor Lem dan Perangkat FSP LEM SPSI di Gedung Irigasi Bekasi di tutup dengan apik oleh penampilan seni bela diri Merpati Putih oleh Bapor Lem. Bekasi 31/08/2016.

Seni bela diri yang sudah di ikuti semenjak Diklatsar Angkatan IV ini, menampilkan aksi pemukulan terhadap beton dan besi baja menggunakan anggota badan dan tangan kosong.

Silaturahmi Bapor Lem dan Perangkat FSP LEM SPSI


Bapor Lem, Agenda Silaturahmi Bapor Lem dan Perangkat FSP LEM SPSI yang di selenggarakan di Gedung Irigasi Bekasi di bungkus sangat apik dan menarik, di kemas dengan acara pembuka tarian tradisional Tari Rampak. Bekasi, 31/08/2016.

Acara yang di mulai sekitar pukul 09:30 dengan seremonial acara do'a pembuka, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars FSP LEM SPSI serta pembacaan Panca Pra Setya FSP LEM SPSI, dihadiri oleh perangkat organisasi dari Pimpinan DPP FSP LEM SPSI sampai Pimpinan PUK FSP LEM SPSI dan Struktur Bapor LEM di berbagi tingkatan perangkat organisasi.

Kemudian sambuatan Ketua Panitia, Andi Nuryahya menyampaikan bahwa Silaturahmi akbar ini  bertujuan sebagai ajang silaturahmi agenda tersebut juga di harapkan bisa membangun dari Pimpinan Unik Kerja (PUK) dengan Bapor LEMnya sekaligus untuk meluruskan niat agar bisa berjalan antara Bapor Lem dan PUK, tuturnya.

Tonton; Wawancara Ketua Pelaksana Silaturahmi Akbar

Sambutan kedua dari Pangkornas Bapor Lem, Ir M Sidarta menyampaikan bahwa Bapor Lem harapannya bisa lebih solid, lebih kuat, dan lebih komunikatif karena dengan agenda ini akan terbentuk pondasi yang kuat kedepannya."Barisan Bapor Lem akan bergerak paling depan dan mengawal untuk kaum buruh, Negara yang seharusnya melindungi menganyomi buruh, nyatanya prakteknya Indonesia negara liberal, seharusnya buruh menjadi pilar pembangunan ekonomi" didalam sambutannya.

Sambutan ketiga dari perangkat DPP FSP LEM SPSI, oleh Sekjen DPP FSP LEM SPSI Ir Idrus MM. Beliau pada kesempatan ini menghimbau untuk tidak melihat lagi serikat yang lain, serta kedisiplinan dan kepatuhan terhadap organisasi. Beliau juga membuka agenda silaturahmi tersebut.

Kemudian acara diselingi dengan puisi dan memutaran video perjuangan FSP LEM SPSI sebelum pembekalan organisasi oleh Ketua Umum FSP LEM SPSI Ir Arif Minardi.
Tonton: Performance Art Bapor Lem di Agenda Silaturahmi Akbar

Akhir acara tersebut, ditutup dengan penampilan bela diri dari anggota Bapor Lem yang terlatih oleh Merpati Putih.

Andi Nuryahya Panitia Silaturahmi Bapor Lem dan FSP LEM SPSI


Bapor Lem, Agenda Silahturahmi akbar Bapor Lem dan perangkat FSP LEM SPSI,yang dilaksanakan di Gedung Irigasi Bekasi di hadiri oleh perwakilan Bapor LEM dan Perangkat organisasi LEM, sekitar 200 personil Bapor Lem di tambah perangkat mengikuti agenda tersebut. 31/08/2016

Ketua Pelaksana Wapangkorda Bapor DKI Jakarta Andi Nuryahya menerangkan bahwa tujuan agenda tersebut di adakan selain sebagai ajang silaturahmi agenda tersebut juga di harapkan bisa membangun dari Pimpinan Unik Kerja (PUK) dengan Bapor LEMnya sekaligus untuk meluruskan niat agar bisa berjalan antara Bapor Lem dan PUK.

"Yang pertama Silaturahmi,yamg kedua adanya informasi nasional yang seimbang dari perangkat DPP sampai anggota" terangnya

"Harapannya nantinya semua Bapor Lem akan tahu, bahwa kita akan bergerak kemana" tambahnya.