GBJ Menolak Darf Revisi Perda Ketenagakerjaan DKI Jakarta


Bapor Lem, Provinsi DKI Jakarta yang menyandang status daerah khusus Ibukota Jakarta menjadi daerah kekhususuan tersendiri bagi Indonesia. Baik dari sisi kebijakan pemerintah maupun aturan main tentang ketenagakerjaan, yang berprinsip kepada kebijakan yang berkeadilan dan mesejahterakan.

Rencana perubahan atas Peraturan Daerah No. 06 tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan, yang saat ini sedang diusulkan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam bentuk naskah akademik, dianggap oleh kalangan buruh tidak sesuai dengan kondisi kekhususan wilayah DKI Jakarta.

Berbagai elemen serikat buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Jakarta (GBJ), seharusnya mengacu kepada Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Buruh, Serikat Pekerja, dan Undang-undang No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial. Karena merupakan pondasi hukum dalam tata hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.

Disamping itu pemerintah Indonesia telah berjanji dengan dunia Internasional untuk melakukan ratifikasi Konvensi ILO No. 189 tentang Pekerja Rumah Tangga (Domestic Workers), seharusnya sudah melakukan perbaikan nomenklatur yang selama ini menggunakan nomenklatur “pramuwisma”, yang terdapat didalam Perda No. 06/2004 BAB XI tentang Lembaga Penyedia dan Penyalur Pramuwisma diganti menjadi “Pekerja Rumah Tangga”.

Rencana perubahan Perda ketenagakerjaan No.06 tahun 2004 telah diselesaikan draft Naskah Akademiknya, dan tidak banyak mengalami perubahan signifikan. Buruh mengindikasikan Perda tersebut akan memuat tentang kebijakan upah murah yang di atur oleh PP No. 78/2015 tentang Pengupahan.

Hal tersebut ditakutkan akan menghilangkan upah sektoral yang selama ini telah berjalan dengan baik di DKI Jakarta, disamping juga tidak adanya perubahan nomenklatur tentang “pramuwisma”. Selain itu terdapat tiga unsur pelaku Hubungan Industrial yang sah secara hukum di bawah wakil Gubernur DKI Jakarta tidak di fungsikan secara optimal, sehingga proses ini cenderung di paksakan dan tidak memenuhi kaidah-kaidah struktural kelembagaan didalam bidang ketenagakerjaan sendiri.

Oleh sebab itu Gerakan Buruh Jakarta (GBJ), sebagai wadah bersatunya elemen gerakan perjuangan serikat buruh di Jakarta, akan melakukan advokasi kebijakan-kebijakan pemerintah, advokasi kasus-kasus perburuhan serta memperjuangkan issu-issu ketenagakerja yang merugikan buruh khususnya di DKI Jakarta.

Dalam pernyataan sikapnya yang diterima oleh Kabar Buruh, GBJ menyatakan menolak draft Raperda Ketenagakerjaan DKI Jakarta, yang dianggap akan merugikan buruh. Juga menuntut dikembalikannya mekanisme pembahasan draft Raperda Ketenagakerjaan kepada Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Daerah, untuk mengoptimalisasikan peran dan tugasnya sebagai Pelaku hubungan industrial untuk menghasilkan peraturan daerah.

GJB juga menyatakan menolak penetapan upah minimum di Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan PP No. 78/2015 yang berdasarkan formulasi, serta mengembalikan penetapan Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta kepada Undang-undang No. 13/2003 Pasal 88 ayat (4), tentang penetapan upah minimum berdasarkan hasil survei Kebutuhan Hidup Layak.

Sumber: http://kabarburuh.com/gerakan-buruh-jakarta-menolak-draf-revisi-perda-ketenagakerjaan-dki-jakarta/

Komentar