Looking For Anything Specific?

ads header
  • This is Slide 1 Title

    This is slide 1 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

  • This is Slide 2 Title

    This is slide 2 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

  • This is Slide 3 Title

    This is slide 3 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

Video Podcast: Omnibus Law Itu Sangat Mengerikan bagi Buruh

Video Podcast: Omnibus Law Itu Sangat Mengerikan bagi Buruh. Mengapa buruh/pekerja menentang keras Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja alias RUU Cilaka? Ketua Umum FSP LEM SPSI Arif Minardi menjelaskan dalam video berikut ini.




Video Podcast: Aksi Demo Buruh Pilihan Terakhir Perjuangan

 Video Podcast: Aksi Demo Buruh Pilihan Terakhir Perjuangan. Kenapa buruh "doyan" demonstrasi atau unjuk rasa? Simak video podcast berikut ini. Ketua Umum DPP FSP LEM SPSI Arif Minardi menjelaskan alasan dan latar belakang aksi demo buruh/pekerja sebagai media perjuangan.




7 Perubahan UU Naker di Omnibus Law Usulan Pemerintah



F SP LEM SPSI, 

Pembahasan klaster ketenagakerjaan terus dibahas oleh pemerintah dan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) hari ini, Sabtuu (26/9/2020).

Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi menjelaskan pemerintah mengajukan tujuh substansi pokok perubahan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja.

Ketujuh substansi tersebut diantaranya adalah waktu kerja, rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA), pekerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), alih daya atau outsourcing, upah minimum, pesangon PHK, dan program jaminan kehilangan pekerjaan.

Elen juga menegaskan, pemerintah tetap berada pada sikap patuh kepada konstitusi hukum yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kami setuju putusan MK. Kami akan ikuti dan hal-hal yang tidak sesuai dengan keputusan K kami kembalikan ke keputusan MK. Sanksi pidana kami sepakat untuk kembali pada UU eksisting," jelas Elen dalam rapat kerja pemerintah dan Baleg DPR.


Berikut 7 pokok perubahan UU Ketenagakerjaan di dalam RUU Cipta Kerja

1. Waktu Kerja

Di dalam UU No. 13 Tahun 2003 diatur, bahwa waktu kerja rigid yaknni 7 jam/hari dan 40 jam/minggu untuk 6 hari kerja. Serta 8 jam/hari dan 40 jam/minggu untuk 5 hari kerja.

Di dalam RUU Cipta Kerja ini nantinya, kata Elen, selain waktu kerja yang umum (paling lama 8 jam/hari dan 40 jam/minggu), daitur juga waktu kerja untuk pekerjaan yang khusus.

"Yang waktunya dapat kurang dari 8 jam/hari atau pekerjaan paruh waktu, dan yang masuk di dalam ekonomi digital. Atau pekerjaan yang melebihi 8 jam/hari seperti di sektor migas, pertambangan, perkebunan, pertanian, dan perikanan," jelas Elen.

2. Pekerja Asing

Rencana Pekerja Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di dalam UU No. 13/2003 adalah wajib bagi semua tenaga kerja asing. Di UU ketenagakerjaan tersebut juga dinilai menghambat masuknya TKA Ahli yang diperlukan dalam keadaan mendesak (darurat). Serta terhambatnya masuknya calon investor atau buyer.

Sementara di RUU Cipta Kerja, yang utamanya masuk di klaster ketenagakerjaan, kata Elen, kemudahan RPTKA hanya untuk TKA Ahli yang memang diperlukan untuk kondisi tertentu, seperti untuk maintance (darurat), vokasi, peneliti serta investor atau buyer.

3. Pekerja Kontrak

Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak di dalam undang-undang existing saat ini belum diberikan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap.

Oleh karena itu, kata Elen di dalam RUU Cipta Kerja nantinya, pemerintah telah menimbangkan, perkembangan teknologi digital dan revolusi industri 4.0 menimbulkan jenis pekerjaan baru yang bersifat tidak tetap dan membutuhkan PKWT.

"Pekerja kontrak diberikan hak dan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap, dalam hal upah, jaminan sosial, perlindungan K3, termasuk kompensasi pengakhiran hubungan kerja. Kami ingin ada kepasian di sini untuk PKWT," jelas Elen.

4. Alih Daya (Outsourcing)

Di UU No.13/2003, menurut Elen ada limitasi atau pembatasan tertentu untuk alih daya untuk kegiatan tertentu, belum ada penegasan atau kesamaan jaminan hak dan perlindungan bagi pekerja ahli waktu.

"Ke depan kita ingin mendudukan persoalan ini, alih daya adalah persoalan b2b sebenarnya. Yang kita perlukan adalah jaminan terhadap pekerja yang ada di dalam alih daya tersebut. Diberikan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap, jadi sama kayak PKWT," jelas Elen.

5. Upah Minimum

Di undang-undang existing upah minimum dapat ditangguhkan sehingga banyak pekerja/buruh yang dapat menerima upah di bawah upah minimum.

Di UU No. 13/2003 juga, peraturan upah minimum tidak dapat diterapkan pada usaha kecil dan mikro. Kenaikan upah minimum menggunakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, kesenjangan upah minimum pada beberapa kabupaten/kota, tingkat upah sudah sangat tinggi.

Melalui RUU Cipta Kerja, pemerintah ingin ke depan ingin ada perubahan, upah minimum tidak dapat ditangguhkan. Ini kan safety net. Pemerintah ngin ini dibayarkan penuh. Kemudian kenaikan upah minimum menggunakan formulasi pertumbuhan ekonomi daerah dan produktivitas.

"Tadi kita lihat ada kesejangan upah minimum dan produktivitas, kita ingin sekarang upah dikaitkan dengan produktivitas. Dengan demikian, tergambar bahwa berapa besarnya, porsi di dalam efektivitas pembayaran upah di dalam pekerjaannya,"

"Basis upah minimum di provinsi dan bisa ditetapkan pada tingkat kabupaten/kota dengan syarat tertentu. Upah UMKM tersendiri dan tidak bisa diatur di dalam upah yang untuk diatas UMKM," jelas Elen.

6. Pesangon PHK

Pesangon PHK sebanyak 32 kali upah sangat memberatkan pelaku usaha dan mengurangi minat investor untuk berivestasi. Yang kemudian di dalam RUU Cipta Kerja, pemerintah ingin pesangon PHK dibayarkan sebanyak 19 kali upah kerja.

Berdasarkan data Kemnkaer, kata Elen 66% tidak patuh mengikuti ketentuan undang-undang. 27% patuh secara parsial, karyawan menerima nilai lebih kecil daripada haknya. 7% patuh.

"Jadi dengan pengaturan seperti ini, implementasinya tidak sama. Oleh karena itu kami menganggap masih ada ketidakpastian dalam penerapan pesangon ini. Ini juga harus kita selesaikan," jelas Elen.

7. Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)

Elen menjelaskan subtansi terakhir di dalam klaster ketenagakerjaan ini, merupakan subtansi pokok hal yang baru, yang tidak ada di dalam undang-undang ketenagakerjaan saat ini.

Menurut Elen saat ini JKP ini sangat perlu bagi para pekerja di tengah pandemi covid-19 saat ini.

"Mestinya ini bisa dilaksanakan dengan cepat. Mengapa kita perlukan, program perlindungan pekerjaan ini, akan memberikan manafaat kepada pkerja yang kena PHK," jelas Elen.

Melalui JKP, korban PHK nantinya kata Elen akan mendapatkan cash benefit, yakni semacam pemberian gaji atau upah setiap bulan yang bisa disepakati kemudian.

"Beberapa bulan tergantung kesepakatan, 6 bulan, 9 bulan, ini yang ditanggung melalui program ini," ujarnya.

Kemudian korban PHK juga nantinnya bisa mendapatkan vocational training, yakni peningkatan kapasistas sesuai kapasitas kerja dan informasi ketenagakerjaan.

Pekerja yang mendapatkan JKP juga kata Elen tetap akan mendapatkan jaminan sosial lainnya yang berupa jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT), jaminan pensiun (JP), jaminan kematian (JKM), dan jaminan kesehatan nasional (JKN).(obn)

Baleg DPR dan Pemerintah Bahas RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya saat Rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan Pemerintah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja, Sabtu (26/9/2020)

F SP LEM SPSI, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan pemerintah kembali membahas Rancangan Undang-Undang Omnibuslaw Cipta Kerja,  Sabtu (26/9/2020) malam.

Dalam pembahasan itu, salah satu substansi dalam klaster ketenagakerjaan yang dibahas adalah penghapusan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal tersebut mengatur tentang aturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) terhadap pekerja kontrak.

Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi mengatakan, saat ini ada beberapa pekerjaan yang tidak bisa dipaksakan untuk tetap. Namun, harus ada kompensasi, yakni berupa penambahan dharma waktu. Menurut Elen, kompensasi dengan dharma waktu ini laiknya pesangon seperti pekerja tetap.

"Harus ada kompensasi, ini yang kami sampaikan ada penambahan dharma waktu, berikan kompensasi selama dengan masa kerjanya. Kalau dia tetap ada pesangon, kerja tertentu ini kayak pesangon," ujarnya.

Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi PPP Syamsurizal, mengatakan di dalam Pasal 59 disebutkan peluang kerja yang berserakan pada dimensi yang berbeda. Menurut dia, jumlah pengangguran yang ada saat ini sangat banyak. Oleh karena itu, ini menjadi kesempatan mereka untuk bekerja.

"Sangat sayang sekali pasal ini dihapus, pasal ini tetap ada, kemudian sudah ada rencana penyiapan kompensasinya perlindungan para pekerja. Hanya saja ini perlu rincian tambahan lewat peraturan pemerintah," kata Syamsurizal.

Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi Partai Golkar John Kennedy menyampaikan hal yang senada. Dia tidak sependapat jika Pasal 59 UU Nomor 13 Tahun 2003 dihapus. Menurut dia, tanpa adanya pasal ini maka tidak ada perlindungan pada PKWT, nantinya akan menjadi perjanjian pengusaha dan pekerja.

"Menurut hemat saya lebih kuat pengusaha dan pekerja tidak benar juga kalau tidak ada ketentuan yang atur PKWT. Bahwa total pekerja ada 132 juta orang dari 132 juta pekerja formal 30 juta dan pekerja informal 100 juta. Total pekerja di bawah serikat buruh ada 33,2 juta kita berada di semua, kita melindungi semua," kata John.

Menjawab masukan wakil rakyat, Elen mengatakan Pasal 59 diusulkan tetap ada dengan reformulasi sepanjang menyangkut nominal waktu akan diusulkan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Kemudian pada ayat 1 dengan kriteria A, B, C, dan D akan ditambahkan satu norma baru jenis pekerjaan ditetapkan oleh pemerintah.

"Kemudian pengaturan lebih lanjut Pasal 59 ayat 1 sampai ayat 8 direkonstruksi diatur lebih lanjut dengan PP," ujar Elen.

Terlepas dari substansi PKWT, Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya, menyampaikan pembahasan klaster ketenagakerjaan sempat alot. Ini karena Panja RUU Cipta Kerja menanyakan relevansi urgensi dari klaster ketenagakerjaan di dalam RUU Cipta Kerja.

"Kami menanyakan apa problem hukum sehingga perlu dilakukan revisi UU Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja. Kalau berbicara dalam kemudahan berusaha, kemudahan berinvestasi, di mana letak titik singgung keberadaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan kita," ungkapnya.

Ia menyampaikan, terkait klaster ketenagakerjaan ini, pemerintah berargumen bahwa saat ini kita berada pada situasi yang tidak menentu. Di mana proses digitalisasi yang melahirkan revolusi industri 4.0 telah menyebabkan fleksibilitas di berbagai sektor.

"Dulu angkutan umum ramai bahkan ada bus antar kota, tapi sekarang semua menggunakan travel, sehingga terjadi fleksibilitas yang luar biasa. Begitu juga di sektor ketenagakerjaan, bagaimana kita merespon situasi ini. Di sisi lain kita menghadapi bonus demografi yang menyebabkan banyak angkatan kerja kita yang belum tertampung. Kerangka ini yang sedang kita formulasikan," katanya di laman dpr.go.id seperti dikutip, Minggu (27/9/2020).

Sebelumnya, Elen Setiadi menyampaikan ada tujuh substansi perubahan UU Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja, yaitu terkait waktu kerja, Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Pekerja Kontrak (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT), Alih Daya (outsourcing), perubahan dalam Upah Minimum (UM), pesangon PHK serta Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).(obn)


Moch. Sholeh Kembali Pimpin DPC FSP LEM SPSI Sidoarjo




Dewan Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPC FSP LEM SPSI) Kabupaten Sidoarjo laksanakan Musyawarah Cabang ke-VI di Hotel Tanjung Plaza, Prigen - Pasuruan (25/9/20). 

Kegiatan dibuka langsung oleh H. Ahmad Fauzi, S.H., M.Hum Ketua DPD KSPSI Jawa Timur, dalam sambutannya berpesan agar tetap menjaga solidaritas dan soliditas siapapun nanti yang terpilih agar bisa mengemban amanah dengan baik, dan yang tidak terpilih bisa legowo demi kepentingan pekerja/buruh khusunya anggota, beliau juga mengapresiasi kinerja DPC FSP LEM SPSI Kabupaten Sidoarjo selama ini. 



Selama proses pemilihan semua berjalan secara kondusif, ada 6 nama yang muncul saat penjaringan, akan tetapi dalam proses penjaringan Moch. Sholeh S.pd, S.H mendapatkan suara 50% lebih dan dinyatakan sabagai ketua terpilih secara aklamasi dari total 73 suara, Moch. Sholeh, Spd., S.H mendapatkan 54 suara. 

Proses kegiatan ini juga dikawal oleh Ali Muchsin, S.H Ketua DPD FSP LEM SPSI Jawa Timur sekaligus melantik kepengurusan DPC FSP LEM SPSI Kabupaten Sidoarjo periode tahun 2020 - 2025, dalam sambutannya "Tantangan perjuangan kita kedepan semakin berat, untuk itu pengurus dan anggota harus benar2 solid agar perjuangan ini terasa lebih ringan" pungkas Ali. (ikn)

Panas! 5 Fraksi DPR Tolak Klaster Tenaga Kerja di Omnibus Law


Rapat Baleg bahas Rancangan Undang-Undang Omnibuslaw Cipta Kerja

F SP LEM SPSI, Pembahasan klaster ketenagakerjaan di dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) mulai dibahas oleh pemerintah dan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR).

Dari 9 Fraksi di DPR, 5 fraksi telah menyatakan sikap untuk menyetujui untuk menarik klaster ketenagakerjaan untuk tidak dimasukkan di dalam RUU Cipta Kerja. Sayangnya pemerintah bersikeras untuk tetap mau melanjutkan pembahasan klaster ketenagakerjaan di dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

"Sampaii saat ini, pemerintah tetap minta dibahas dan tidak ada arahan untuk ditarik," jelas Staf Ahli Bidang Regulasi, Penengakan Hukum, dan Ketahanan Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi, Jumat (25/9/2020).

Pembahasan RUU Ciptaker klaster ketenagakerjaan pertama kali dibahas, Jumat (25/9/2020), dan rapat berjalan cukup alot. Rapat dimulai pada 19.23 sampai pukul 22.00 WIB.

Rapat diawali penyampaiann latar belakang mengapa klaster ketenagakerjaan harus dimasukkan di dalam RUU Omnibus Law Ciptaker oleh pemerintah.

Sekretaris Jenderal Menteri Ketenagakerjaan (Kemnaker) Anwar Sanusi mejelaskan, hal-hal yang berkaitan dengan pekerja atauu buruh, para pencari kerja, serta merekaa yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) diklaim sebagai persoalan utama yang pemerintah perhatikan.

"Dari 3 objek tersebut, para pencari kerja, buruh dan mereka yang ter-PHK dapat perlinudngan buruh. Dan investasi tetap kita yakinkan dengan tumbuh dan berkembang dengan rancangan RUU revisi UU 13/2003 [tentang Ketenagakerjaan] yang masuk ke dalm Omnibus Law RUU Ciptaker klaster ketenagakerjaan," jelas Anwar, Jumat (26/9/2020) malam.

Pembahasan kemudian dilanjutkan dengan pembahasan detail oleh pemerintah terkait 10 subtansi yang akan dibahas didalam klaster ketenagakerjaan.

Ke-10 subtansi di dalam klaster ketenagakerjana tersebut dianarany, bagiam umum atau yang memuat undang-undang yang akan direvisi, pengunaan tenaga kerja asing (TKA), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), alih daya (outsourcing), waktu kerja dan waktu istirahat.

Kemudain subtansi lainnya yakni tentang pengupahan, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan kompensasi PHK, sanksi, jaminan kehilangan pekerjaan, dan penghargaan lainnya.

Sayangnya, pemerintah tidak menjelaskan secara detail, mengapa 10 subtansi yang harus dimasukkan ke klaster cipta kerja tersebut harus dibenahi. Disamping itu juga, persentasi yang disampaikan pemerintah dengan yang didapatkan para anggota rapat lainnya berbeda. Hal itu kemudian mendapatkan banyak interupsi dari beberapa anggota Baleg yang mengikuti rapat.

"Sudah ditunda-tunda sekian hari. Tapi gak jelas semua nih. Gimana nih Pak Sekjen? Yang begini aja kita gak kompak. Gimana yang lain. Yang disampaikan dengan yang kita punya berbeda," ujar salah satu anggota Baleg.

Kendati demikian, rapat kemudian trus berlanjut yang kemudian langsung dibahas mengenai PKWT yang dipaparkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemnaker, Haiyani Rumondang.

Dengan melihat persentasinya, hujanan interupsi disampaikan oleh beberapa anggota baleg, pasalnya pemerintah tidak menjelaskan latar belakar mengapa PKWT harus dibenahi.

"Sense of urgency-nya PKWT perlu dijelaskan terlebih dahulu. Jatohnya PKWT perlu demikian, ada perubahan industri model, misalnya. Kalau kita tau latar belakangnya kita akan mudah, kalau langsung ke detail, kita gak tau kenapa responnya kemduian dilakuan perubahan," ujar Andreas anggota Baleg dari Fraksi PDIP.

Disambung interupsi dari Wakil Ketua Baleg Willy Aditya, "Saya tidak melihat problem policy-nya di mana. Tetiba lahir 10 pokok. Harus dibayangkan problemnya apa, kita mau mau kesana, proyeksinya, problem policy-nya di mana. Kita mau revisi UU 13/2003, krusial poinnya disini, untuk capai titik itu kita menghgadapi masalah-masalah seperti ini, Sehingga PKWT dan TKA harus begini. Begitu seharusnya," ujarnya.

Haiyani dari Kemnaker kemudian menjelaskan secara garis besar, kata dia RUU Cipta Kerja menengai klaster ketenagakerjaan yang diusulkan oleh pihaknya, diyakini akan menambahkan perlindungan bagi para pekerja.

Tidak hanya itu, kata Haiyani, kenyamanan pekerja, termasuk tujuan hadirnya investasi, yang mengutamakan perlindungan pekerja.

"Di dalam penyempurnaan yang kami ajukan, kami tentu mendengarkan berbagai atau permintan dari stakeholder kami khususnya pekerja. Di dalam penyususnan akan diikut sertakan dalam penyusunan pelaksanannya," jelas Haiyani.

Suara penolakan atas klaster ketenagakerjaan disampaikan oleh sejumlah fraksi seperti Gerindra, Demokrat, Nasdem, PKS, dan PAN.

Kemudian, Golkar dan PKB meminta klaster ketenagakerjaan tetap dibahas dalam RUU Cipta Kerja. Sedangkan, PDI-P dan PPP meminta perbaikan dari apa yang dipresentasikan pemerintah.

Kendati 5 fraksi sudah menolak untuk menolak klaster ketenagakerjaan di dalam RUU Cipta Kerja, dan pemerintah ingin melanjutkan, maka keputusan diterima atau tidaknya klaster ketenagakerjaan ada di dalam RUU Cipta Kerja, hanya bisa diputuskan di dalam Sidang Rapat Paripurna.

"Voting itu [setuju atau tidaknya] di Paripurna. Ini hanya pendapat fraksi. Nanti ada pendapat dari pemerintah," jelas Wakil Ketua Baleg Ahmad Baidhowi kepada CNBC Indonesia.

Berikut sikap ke-9 fraksi terhadap klaster ketenegakaerjaan di dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja:

Fraksi Gerindra

Anggota Baleg Frkasi Gerindra, Obon Tabroni mengatakan tujuan klaster tenaga kerja dan omnibus law cipta kerja dari sisi peraturan bisa sederhana, tapi darihampir semua pasal akan dibentuk Peraturan Pemerintah (PP).

"Tadi tentang alih daya. Alih daya poin ketiga, akan diatur di dalam PP, pengupahan akan diatur PP, PKWT uraian lebih lanjut jangka waktu akan diatur dalam PP. Termasuk yang lain-lain, hampir semuanya akan diatur dalam PP. Ini riskan, karena blank mandat. Terlalu banyak PP yang ada di dalam undang-undang ini," ujarnya.

"Sehingga saya rasanya dengan pembahasan dan perubahan klaster tenaga kerja harus diskusikan ulang, khusus UU 13/2003 [tentang Ketenagakerjaan] yang direvisi dan ini [klaster ketenagakerjaan] di drop," kata Obon menegaskan.

Fraksi Demokrat

Anggota Bleg Frkasi Demokrat, Benny K Harman berpandangan ada kesan tenaga kerja yang menghambat investasi. Yang kemudian menurut Benny, apakah subtasiya atau penegakan hukumnya yang tidak benar, sehingga investasi jadi terhambat.

"Hukum tenaga kerja sudah baik, cukup melindungi tenaga kerja, cukup kondusif investasi. Tapi penegak hukum tidak konsisten. Kalau law enforcement, tidak perlu disentuh UU Ketenagakerjaan ini, yang perlu diperbaiki law enforcemnet-nya," ujarnya.

"Jadi dengan demikian, mendengar penjelasan pemerintah tadi, kami belum menangkap persis politik hukum negara, apa yang mau dicapai dari UU Ketenagakerjaan. Dengan asuming-asuming tenaga kerja, mohon maaf pimpinan, fraksi kami tidak menyetujui klaster ini dibahas lebih lanjut dan utk didrop," tutur Benny.

Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem)

Anggota Baleg Fraksi Nasdem Taufik Basari berpendangan, meski sudah berkoordinasi antara pemerintah bersama para pengusaha dan serikat buruh atau pekerja (three partied/thripartit), namun kenyataannya masih banyak penolakan dari para buruh.

"Draf ini ada degradasi dari perlindungan buruh, lantas apa yang bisa mereka pegang, habis lah. Buruh itu bergantung pada perlindungan, dan undang-undang itu adalah UU 13/2003."

"Pemerintah ajukan saja prolegnas untuk dibahas secara khusus yang dianggap jadi masalah dan sektor yang dibahas oleh thripartit. Nasdem sejak awal, klaster ketenagakerjaan dicabut dari Cipta Kerja dan kembali ke eksisting," ujar Taufik.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

Anggota Baleg dari Fraksi PKS Ledia Hanifa juga meminta pemerintah mencabut klaster ketenagakerjaan dari RUU Cipta Kerja. Alasannya, menurut Ledia, permasalahan investasi yang sudah diselesaikan dalam bab lain dalam RUU Cipta Kerja.

"Menurut laporan global competitiveness index 2017-2018, yang menghambat investasi adalah koruspi, birokrasi, dan ini sudah diselesaikan di 10 klaster. Ketika yang diasumsikan sudah bisa diselesaikan, kami berpikir dari PKS tidak memandang UU 13/2003 tidak penting untuk dimasukkan ke RUU Cipta Kerja. Kami mengusulkan untuk mencabut [klaster ketenagakerjaan] dari RUU Citpka Kerja," jelas Ledia.

Fraksi Partai Amanat Nasional

Anggota Baleg dari Fraksi PAN Ali Taher mengatakan, belum ada alasan rasional yang objektif untuk melakukan perubahan terhadap ketenagakerjaan melalui RUU Cipta Kerja. Ali menegaskan, UU Ketenegakerjaan masih dibutuhkan saat ini.

"Klaster ketenagakerjaan dengan UU 13/2003 untuk saat ini kita perlukan ini. Belum ada alasan rasional, sosiologis untuk dimasukan ke perubahan. Kita kembali ke eksisting, ini sikap fraksi yang udh kita komunikasikan," ujarnya.

Fraksi Golkar

Anggota Baleg Fraksi Golkar, Firman Soebagyo meminta pemerintah dan seluruh fraksi di DPR tetap melanjutkan pembahasan klaster ketenagakerjaan.

"Tidak ada alasan lain untuk di drop, yang ada mari sama-sama mengatasi persaolan ini. Ini ada persoalan serius, kalau tidak ada pengusaha, mau kerja dimana kita," ujarnya.

Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

Senada degan Golkar, PKB juga meminta agar klaster ketenagakerjaann untuk tetap dibahas di dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Anggota Baleg Fraksi PKB Abdul Wahid mengatakan, klaster tenaga kerja perlu ada perbaikan-perbaikan. Berdasarkan pengalamannya banyak angkatan pekerja, tapi lapangan pekerjaan tidak sesuai porsinya.

"Untuk menyatukan kepentingan ini ada jalan tengah. Mendengarkan buruh, mendengarkan stakeholder membeirkan lapangan pekerjaan, ini harus kita bicarakan di dalam undang-undang ini. Kalau tidak dibicarakan tentu gak ketemu persoalannya, mari diskusikan bersama," tuturnya.

Fraksi PDIP

Anggota Baleg dari Fraksi PDI-P Irmadi Lubis belum menyampaikan secara tegas sikap PDI-P apakah ingin mencabut atau melanjutkan klaster ketenagakerjaan.

Irmadi hanya mengutarakan, agar pemerintah memberikan penjelasan secara spesifik terkait pentingnya perubahan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja.

"Oleh karena itu, pemerintah harus bisa menunjukkan bahwa seperti kita membahas sebelumnya, kita kan bahas sebelumnya dari bab itu, ini diubah karena ini, bukan jawaban secara umum. Jadi minta pemerintah," kata Irmadi.

Fraksi PPP

Wakil Ketua Baleg Ahmad Baidhowi dari fraksi PPP mengatakan pihaknya tidak masalah jika klaster ketenagakerjaan tetap dibahas di dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja, asalkan itu bisa memberikan manfaat terhadap tenaga kerja.

Baidowi juga mengatakan, klaster ketenagakerjaan lebih baik tidak dibahas jika perubahan yang ajukan pemerintah lebih buruk dibandingkan UU Ketenagakerjaan yang eksisting saat ini, atau UU No. 13/2003.

"Kalau ternyata RUU ini hanya merusak sistem yang ada, lebih buruk dari existing lebih baik tidak dibahas, lebih baik dikeluarkan seperti kata teman-teman."

"Kalau ada hal-hal progresif [yang berdampak baik untuk bruh] seperti itu, ya tidak ada salahnya, kita bisa diskusi lebih lanjut," ujar Baidhowi.(obn)


Omnibus Law Utamakan Tenaga Kerja dalam Negeri, Masyarakat Diminta Tingkatkan Kompetensi



F SP LEM SPSI,Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law dinilai ditujukan untuk kepentingan masyarakat dan bangsa salah satunya melalui kemudahan izin usaha dan investasi.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Ali Taher mengatakan, rampingnya regulasi izin usaha lewat RUU Cipta Kerja dapat menarik minat investor maupun pelaku usaha dalam negeri. Dia meyakini, kemudahan berinvestasi dapat membuka lapangan kerja baru dan menggerakkan roda perekonomian nasional.

"Kita berharap dengan adanya Ciptaker ini justru menggerakkan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja dengan baik," kata Ali, Sabtu (19/9/2020).

Ali mengatakan, Baleg DPR mendorong pemerintah membuat aturan spesifik sebagai aturan turunan dari RUU Cipta Kerja yang memudahkan para pencari kerja lokal dalam mendapatkan pekerjaan.

Ali merasa optimisits tenaga kerja lokal mampu bersaing dengan tenaga kerja asing untuk mengisi pekerjaan yang memerlukan keahlian. Karenanya, dia mengimbau masyarakat usia produktif untuk menyiapkan diri untuk meningkatkan keterampilan sesuai bidang kerja yang ditekuni.

"Tenaga kerja dalam negeri harus diutamakan. Menjadi hak secara konstitusional untuk bisa bekerja di tanah air sendiri dengan kemampuan kompetensi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Ali.(obn) 

Omnibus Law Cipta Kerja Bakal Disahkan Bulan Ini



F SP LEM SPSI, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) bisa disahkan pada September ini. Hal itu diungkapkannya saat menjadi pembicara kunci di acara Kuliah Umum FEB UI secara virtual yang dikutip, Sabtu (19/9/2020).

"Kita juga menargetkan bulan ini mengesahkan omnibus law," kata Luhut Luhut dalam Kuliah Umum FEB UI secara virtual yang dikutip dari akun YouTube Humas FEB UI, Sabtu (19/9/2020).

Dia menjelaskan, beleid ini bisa menjadi senjata Indonesia untuk menjadi negara yang sangat kompetitif ke depannya.

"Kami memfinalisasi juga omnibus law, karena omnibus law ini satu senjata kita untuk membuat Indonesia very competitive di Asia ini," tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) sudah mencapai 90%.

"Ini sudah kita lakukan pembahasan sampai sekarang sudah 90% dibahas," kata Airlangga dalam acara Sarasehan 100 Ekonom dengan tema Transformasi Ekonomi Indonesia Menuju Negara Maju dan Berdaya Saing, Jakarta, Selasa (15/9/2020).

Dengan pembahasan yang mencapai 90% ini, Airlangga bilang berbagai isu strategis sudah mendapatkan persetujuan dari partai politik yang ikut membahasnya.

Saat ini, dikatakan Airlangga, pemerintah bersama DPR sedang mengejar proses finalisasi produk hukum yang nantinya akan diberlakukan.

"Sekarang tinggal finalisasi daripada legal drafting, atau sering kita bahas harmonisasi pasal-pasal krusial dan sinkronisasi dan perumusan," ungkapnya.(obn)


Masih Ada Waktu, Begini Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 9



F SP LEM SPSI,Jumlah peserta pendaftar program Kartu Prakerja gelombang ke-9 hingga menembus lebih dari 5 juta orang. Jumlah ini terlampaui jauh dari target yang ditetapkan sebesar 800.000 peserta.

"Per pagi ini sudah lebih dari 5 juta (pendaftar)," kata kata Head of Communications Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja, Louisa Tuhatu saat dihubungi, Minggu (20/9/2020).

Dia pun mengatakan, bagi masyarakat yang ingin mendaftar program Kartu Prakerja masih bisa dilakukan. Mengingat batas waktu atau penutupan gelombang ke-9 ini belum ditentukan.

"Akan segera kami umumkan (penutupannya)," kata dia.

Sebelumnya, pemerintah kembali membuka pendaftaran Program Kartu Prakerja gelombang ke-9 sejak pukul 12.00 WIB, pada 17 September 2020.

Jumlah kouta pendaftaran ditargetkan pada gelombang kali ini masih sama seperti sebelum-sebelumnya, yakni sebanyak 800.000 peserta.

Dikutip dari laman instagram @prakerja.go.id sebelum mendaftar ada beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi.

Pastikan peserta merupakan Warga Negara Indonesia, berusia di atas 18 tahun, dan tidak sedang sekolah atau kuliah.

Adapun cara mendaftar untuk Program Kartu Prakerja diantaranya :

1. Buka www.prakerja.go.id pada browser handphone atau komputer kamu.

2. Siapkan nomor kartu keluarga dan NIK kamu, masukkan data diri, dan ikuti petunjuk pada layar untuk menyelesaikan proses pemeriksaan akun.

3. Siapkan kertas dan alat tulis untuk mengikuti tes motivasi dan kemampuan dasar secara online.

4. Klik gabung pada gelombang yang sedang dibuka.

5. Nantikan pengumuman peserta yang lolos seleksi gelombang melalui SMS.

Bagi peserta yang akun miliknya sudah diverifikasi maka selanjutnya bisa login dan 'klik' gabung ke gelombang 9 agar dapat masuk ke tahap seleksi.(obn)

Sumber: Merdeka.com

Baleg DPR Dorong Pemerintah Buat Aturan Spesifik Turunan RUU Cipta Kerja

Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas berbincang saat rapat kerja dengan perwakilan pemerintah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/5/2020). Raker membahas lebih lanjut rancangan undang-undang Cipta Kerja dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

F SP LEM SPSI, Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law dinilai ditujukan untuk kepentingan masyarakat dan bangsa salah satunya melalui kemudahan izin usaha dan investasi.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Ali Taher mengatakan, rampingnya regulasi izin usaha lewat RUU Cipta Kerja dapat menarik minat investor maupun pelaku usaha dalam negeri. Dia meyakini, kemudahan berinvestasi dapat membuka lapangan kerja baru dan menggerakkan roda perekonomian nasional.

"Kita berharap dengan adanya Ciptaker ini justru menggerakkan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja dengan baik," kata Ali, Sabtu (19/9/2020).

Ali mengatakan, Baleg DPR mendorong pemerintah membuat aturan spesifik sebagai aturan turunan dari RUU Cipta Kerja yang memudahkan para pencari kerja lokal dalam mendapatkan pekerjaan.

Ali merasa optimisits tenaga kerja lokal mampu bersaing dengan tenaga kerja asing untuk mengisi pekerjaan yang memerlukan keahlian. Karenanya, dia mengimbau masyarakat usia produktif untuk menyiapkan diri untuk meningkatkan keterampilan sesuai bidang kerja yang ditekuni.

"Tenaga kerja dalam negeri harus diutamakan. Menjadi hak secara konstitusional untuk bisa bekerja di tanah air sendiri dengan kemampuan kompetensi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Ali.(obn)

Puan Janji Omnibus Law RUU Cipta Kerja Dibahas Transparan dan Hati-Hati



F SP LEM SPSI,Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan, pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan dilakukan secara transparan dan cermat.

Dia berjanji, pembahasan RUU Cipta Kerja akan dilakukan secara terbuka dan juga menyerap aspirasi masyarakat.

"DPR membahas RUU Cipta Kerja secara hati-hati, transparan, terbuka, dengan mengutamakan kesinambungan pelaksanaan dari hasil ruu cipta kerja sehingga punya legitimasi kuat untuk membangun bangsa dan negara,” kata Puan, Sabtu (19/9/2020).

Puan menyebut agenda pembahasan RUU Cipta Kerja dapat diketahui di laman resmi DPR RI. Dia membuka ruang bagi masayarakat yang ingin menyaksikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja melalui live streaming.

“Apakah ini selesai (di masa sidang ini) atau tidak? Apakah akan segera diselesaikan? Saya minta DPR tetap membahasnya secara hati-hati dan transparan,” ungkapnya.

“Pembahasan dilakukan terbuka, bisa dilihat di TV Parlemen, akan ada tim yang merumuskan secara baik dan benar, transparan, dan punya legitimasi kuat untuk membangun bangsa dan negara,” tegas Puan.

Puan mengatakan target menyelesaikan RUU Cipta Kerja bertujuan untuk menghasilkan undang-undang yang memiliki legitimasi kuat demi menjaga kepentingan negara.(obn)


Menko Airlangga: RUU Cipta Kerja Sudah 90 Persen Dibahas


F SP LEM SPSI,Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengatakan, pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang ( RUU) Cipta Kerja sudah mendekati rampung. 

"Saya ingin menyampaikan terkait RUU Cipta Kerja. RUU Cipta Kerja ini kita sudah melakukan pembahasan sampai sekarang ini update-nya sudah 90 persen dibahas," katanya dalam sambutan Sarasehan Virtual 100 Ekonom, Selasa (15/9/2020). 

Dia menjelaskan, hampir seluruh klaster strategis di dalam RUU Cipta Kerja tersebut telah dibahas, seperti sovereign wealth fund (SWF), klaster ketenagakerjaan, kepastian hukum, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta Koperasi. "Ini hampir seluruhnya sudah mendapatkan persetujuan konsesus dengan partai politik," ucapnya.

"Tinggal sekarang sedang melakukan finalisasi daripada legal drafting atau sering kita bahas bahwa harmonisasi pasal-pasal krusial dan juga sinkronisasi dan perumusan," tambah dia. 

Sebelumnya berbagai kalangan menolak RUU sapu jagat ini. Misalnya Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin ( F SP LEM SPSI ). Menurut Ketua Umum F SP LEM SPSI Arif Minardi, permasalahan mendasar dari omnibus law klaster ketenagakerjaan yang merugikan buruh dan rakyat kecil adalah menghapus upah minimum, yaitu UMK dan UMSK serta memberlakukan upah per jam di bawah upah minimum. 

Kemudian mengurangi nilai pesangon dengan menghilangkan uang penggantian hak dan mengurangi uang penghargaan masa kerja. KSPI juga menolak mengenai kemudahan tenaga kerja asing (TKA) buruh kasar masuk ke Indonesia tanpa izin tertulis menteri. 

Selain itu, penggunaan buruh outsorcing dan buruh kontrak seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan, waktu kerja yang eksploitatif dan menghapus beberapa jenis hak cuti buruh serta menghapus hak upah saat cuti.(obn)

Lewat Omnibus Law, Investor Ingin Mudah Melepas Pekerja



F SP LEM SPSI, Kalangan investor mendukung langkah percepatan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Hal ini untuk segera merespons kondisi terkini termasuk perkembangan di luar dalam hal kemudahan berusaha dan berinvestasi, termasuk soal tenaga kerja.

Chief Investment Officer Eastspring Investments Indonesia Ari Pitojo menilai salah satu alasan investor mendukung omnibus law adalah soal perpindahan pekerja dari satu sektor ke sektor lainnya. Harapan RUU Omnibus law bisa mengatur soal pekerja yang selama ini jadi beban bagi dunia usaha.

"Alamnya menuntut demikian, karena kita sedang berubah, faktor demografi, climate change, krisis ekonomi. Semua sektor ada perubahan. Kalau tenaga kerja mobilitasnya nggak cepat, sulit. Misal perpindahan dari Jabar ke Jateng karena faktor UMK. Mungkin ini harus diakomodasi biar sadarkan pemimpin daerah karena ini berpengaruh," jelasnya kepada fsplemspsi.or.id Jakarta (14/9/2020).

"Iya memang kita banyak berharap. Point-point-nya adalah yang terkait dengan kemudahan usaha untuk merekrut dan melepas pekerja," katanya.

Pengaruh adanya omnibus law ini ia bilang bakal berdampak besar terhadap industri secara keseluruhan. Utamanya pemulihan ekonomi di masa pandemi. Aturan ini akan mudah menarik investor untuk masuk ke dalam negeri dan memberikan kemudahan soal ketenagakerjaan.

"Kalau dilihat contoh dunia, digitalisasi berkembang. Jadi satu orang bekerja berdasar contract based dengan perusahaan-perusahaan. Itu artinya, pindah dari satu tempat ke tempat lain itu penting," sebutnya.

Berdasarkan ringkasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang dirilis Kemenko Perekonomian, diatur antara lain Pekerja Kontrak (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT): Pekerja Kontrak diberikan hak dan perlindungan yang sama dengan Pekerja Tetap, antara lain dalam hal: Upah, Jaminan Sosial, Perlindungan K3, termasuk kompensasi pengakhiran hubungan kerja.

Hal yang menarik, adalah saat tenaga kerja kontrak haknya sama dengan pekerja tetap, maka apakah perusahaan atau pengusaha akan memilih skema pekerja kontrak?

Hal serupa juga terjadi pada Alih Daya (Outsourcing): Pengusaha Alih Daya (outsourcing) wajib memberikan hak dan perlindungan yang sama bagi Pekerja Kontrak
maupun Pekerja Tetap, antara lain dalam hal: Upah, Jaminan Sosial, Perlindungan K3.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin ( F SP LEM SPSI ) Arif minardi sempat beberapa kali bersuara soal permasalahan mendasar dari omnibus law yang merugikan buruh dan rakyat kecil adalah menghapus upah minimum yaitu UMK dan UMSK serta memberlakukan upah per jam di bawah upah minimum, mengurangi nilai pesangon dengan menghilangkan uang penggantian hak dan mengurangi uang penghargaan masa kerja, penggunaan buruh outsourcing dan buruh kontrak seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan.

Selain itu, waktu kerja yang eksploitatif dan menghapus beberapa jenis hak cuti buruh serta menghapus hak upah saat cuti, mempermudah masuknya TKA buruh kasar di Indonesia tanpa izin tertulis menteri, mereduksi jaminan kesehatan dan pensiun buruh dengan sistem outsourcing seumur hidup, mudahnya PHK sewenang wenang tanpa izin pengadilan perburuhan, menghapus beberapa hak perlindungan bagi pekerja perempuan, dan hilangnya beberapa sanksi pidana untuk pengusaha ketika tidak membayar upah minimum dan hak buruh lainnya.

Dalam draf RUU Cipta Kerja terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) memang diatur antara lain:

Pasal 151

(1) Pemutusan hubungan kerja dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.
(2) Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 151A
Kesepakatan dalam pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1) tidak diperlukan dalam
hal:
a. pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja;
b. pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut;
c. pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri;
d. pekerja/buruh dan pengusaha berakhir hubungan kerjanya sesuai perjanjian kerja waktu tertentu;
e. pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
f. pekerja/buruh meninggal dunia;
g. perusahaan tutup yang disebabkan karena keadaan memaksa (force majeur); atau
h. perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan niaga.

Pasal 153
(1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:
a. pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terusmenerus;

b. pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
c. pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. pekerja/buruh menikah;
e. pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f. pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan;
g. pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
h. pekerja/buruh mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. pekerja/buruh berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
j. pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang
jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

(2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.(obn)

Ini Jeroan RUU Cipta Kerja yang Bikin Pekerja Resah



F SP LEM SPSI, Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja terutama yang mengatur kluster ketenagakerjaan terus membuat polemik di kalangan buruh, karena menyangkut berbagai hal mulai dari perjanjian kerja sama hingga pengupahan.


Dalam dokumen draf RUU Cipta Kerja yang diterima oleh fsplemspsi.or.id setebal 1.028 halaman. Klaster ketenagakerjaan dibahas di Bab IV pasal 89 yang menambah, mengubah dan menghapus beberapa pasal yang tertera di UU Ketenagakerjaan sebelumnya (UU No. 13 Tahun 2003).

Saat RUU ini digodok dan digaungkan oleh pemerintah, banyak kabar burung yang beredar dan membuat dunia perburuhan gonjang ganjing yang berbuntut pada aksi demonstrasi.
Buruh yang turun ke jalan raya mempersoalkan poin-poin seperti gaji yang dihitung berdasarkan satuan jam, kebijakan alih daya (outsourcing), hingga waktu cuti panjang yang katanya ditiadakan.

Benarkah semua hal tersebut ada dalam RUU Cipta Kerja yang menggunakan teknik omnibus dalam pembuatannya?

Secara umum kegelisahan buruh terletak pada empat permasalahan utama yaitu perjanjian kerja terutama terkait perjanjian waktu kerja tertentu (PWKT), isu alih daya, masalah waktu kerja dan pengupahan.

Sekarang mari bahas poinnya satu per satu.

Ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PWKT)

Terkait dengan perjanjian kerja. Dalam UU Nomor 13 tahun 2003, perjanjian kerja dibahas di Bab IX pasal 50 - 63. Dalam RUU Cipta Kerja yang diusulkan pemerintah ada 5 pasal yang direvisi (56,57,58,61 dan 62).

Dalam pasal tersebut terutama pasal 56 ayat 3 perjanjian kerja waktu tertentu didasari atas kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja yang kemudian di atur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Pada bagian ini ada 1 pasal yang ditambahkan yaitu pasal 61A yang di dalamnya mengatur kewajiban pengusaha memberi kompensasi pada buruh. Buruh yang berhak menerima kompensasi ini setelah waktu kerja sama berakhir adalah buruh yang sudah bekerja minimal satu tahun.

Pasal yang mengatur kerja sama antara pengusaha dan buruh juga ada yang dihapus yaitu pasal 59 yang mengatur detail tentang ketentuan PWKT. Jadi yang baru di sini adalah pemberian kompensasi untuk pekerja kontrak yang bekerja paling minim satu tahun.

Ketentuan Alih Daya (Outsourcing)

Faktor yang dipersoalkan oleh buruh terkait alih daya adalah praktik alih daya yang mulai meluas ke berbagai cakupan pekerjaan.

Serikat buruh dari tahun ke tahun mempersoalkan praktik alih daya yang sekarang mulai merambat ke kegiatan atau aktivitas core dari bisnis. Padahal yang diperbolehkan menurut undang-undang adalah yang non-core.

Dalam draf RUU Cipta Kerja, poin yang membahas tentang alih daya ada di Bab IX pasal 64 – 66. Namun pasal 64 dan 65 pada UU Nomor 13 tahun 2003 yang jadi landasan serta mengatur ketentuan detail terkait alih daya malah dihapus pada RUU Cipta Kerja.

Ada indikasi pemerintah memberi kelonggaran bagi pelaku usaha untuk lebih fleksibel dalam merekrut karyawan terutama melalui mekanisme alih daya.

Ketentuan Waktu Kerja

Sempat ada isu berhembus yang mengabarkan bahwa ada pihak waktu kerja akan ditambah ada juga yang mengatakan sebaliknya. Dalam draf RUU Cipta Kerja, masalah waktu di bahas di Bab X paragraf 4 pasal 77 – 85.

Pada paragraf 4 ada tiga pasal yang diubah yaitu pasal 77, 78 dan 79. Pada UU Nomor 13 tahun 2003, waktu kerja sebelumnya memiliki sederet ketentuan. Namun pada draf RUU Cipta Kerja, waktu kerja sehari ditetapkan paling lama 8 jam sehari dan 40 jam dalam seminggu (pasal 77).

Sementara untuk masalah lembur yang sebelumnya maksimal 3 jam sehari dan 14 jam dalam satu minggu, diubah menjadi maksimal 4 jam sehari dan 18 jam satu minggu. Tentu dengan persetujuan buruh dan tetap mendapatkan upah lembur (pasal 78).

Terkait dengan cuti, pemerintah menetapkan cuti paling sedikit satu tahun sebanyak 12 hari. Perusahaan juga diberi keleluasaan untuk memberikan cuti panjang bagi karyawannya. Hal ini diatur di pasal 79.

Ada tambahan satu pasal juga yang membahas topik ini, yaitu pasal 77A yang memberikan kelonggaran untuk memberlakukan waktu kerja melebihi ketentuan pada sektor atau jenis pekerjaan tertentu. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada PP.

Ketentuan Pengupahan

Ketentuan pengupahan dibahas pada Bab X paragraf 5 pasal 88-98. Dalam paragraf ini ada empat pasal yang direvisi yaitu pasal 88, 92, 94 dan 98. Pasal-pasal tersebut membahas kewenangan penetapan upah nasional oleh pemerintah pusat (pasal 88).

Kewajiban menyusun skala upah untuk penetapan upah berdasarkan satuan waktu (pasal 92). Upah pokok 75% dari upah pokok dan tunjangan tetap (pasal 94) serta terkait dengan dewan pengupahan (pasal 98).(obn)