Looking For Anything Specific?

ads header

Dicuekin Gubernur FSP LEM SPSI Jawa Barat Mengadu ke Dewan

Dewan Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia ( DPD FSP LEM SPSI) Provinsi Jawa Barat dengan jumlah anggota yang bekerja dan bertempat tinggal di Jawa Barat tidak kurang dari 80 ribu orang tersebar di berbagai daerah dan bekerja di berbagai sektor industri di Jawa Barat sampai saat ini belum sepenuhnya terlindungi hak dan kepentinganya terutama masalah upah, oleh karenanya harus terus diperjuangan dan dibela secara adil, demokratis dan konstitusional.

Untuk memperjuangkan hal tersebut ketua DPD FSP LEM SPSI Provinsi Jawa Barat Muhamad Sidarta mengatakan bahwa, dirinya telah mengajukan permohonan audiensi kepada Gubernur Provinsi Jawa Barat melalui Surat Nomor : A98/DPD FSP LEM/SPSI/JB/X/2016, Perihal : Permohonan Audiensi Masalah Kesiapan Penetapan Upah Sektor 2017 Di Wilayah Provinsi Jawa Barat, Tanggal : 03 Oktober 2016 untuk tanggal 20 Oktober 2016.

Rencana audiensi dengan Gubernur gagal dilaksanakan, Sidarta mengaku pada tanggal 17 Oktober 2016, DPD FSP LEM SPSI telah melakukan konfirmasi langsung di kantor sekretariat Gubernur Perovinsi Jawa Barat atas surat permohonan audiensi yang telah disampaikan, namun tidak ada kepastian dengan alasan banyaknya surat yang masuk.

Audiensi yang direncanakan adalah masalah prosedur dan proses penetapan upah minimum di Jawa Barat tahun 2017, dimana rekomendasi angka/besaran upah minimum kabupaten/kota  (UMK) dipisahkan dengan rekomendasi upah minimum sektor kabupaten/kota (UMSK) dan berita acara kesepakatan bipartit  antara asosiasi pengusaha sektor dan serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2015 lalu melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat mengembalikan beberapa usulan rekomendasi dari Bupati/Walikota di Jawa Barat perihal penetapan Upah Minimum Sektor Kabupaten/Kota (UMSK) masing masing daerah untuk diperbaiki sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7/2013 tentang Upah Minimum melalui surat Nomor 561/9183/Perlin, Hal Perbaikan Usulan Rekomendasi Upah Minimum Sektor Kabupaten/Kota (UMSK), pada tanggal 2 Desember 2015. Dalam surat tersebut di atas salah satu point pentingnya adalah, usulan rekomendasi UMSK harus dilengkapi dengan kesepakatan Bipartit antara Asosiasi Pengusaha sektor dan SP/SB dalam sektor dimaksud.

Hal ini bisa kami pahami sebagai upaya memberikan upah yang adil dan layak, karena semua sektor industri memiliki kemampuan dan aset yang berbeda. Oleh karenanya perlu adanya klasifikasi upah minimum sektor bagi seluruh sektor industri di seluruh daerah Jawa Barat untuk memberikan keadilan bagi pekerja maupun pelaku usaha agar tetap terus berkembang dan maju.

Upaya yang dilakukan pemerintah Provinsi Jawa Barat tersebut pada tahun 2015 lalu tidak dapat dilaksanakan dengan baik, karena belum bisa dilaksanakan Bipartit antara Asosiasi Pengusaha Sektor di Kabupaten/Kota dengan SP/SB. Hal ini disebabkan ketidaksiapan stakeholder perburuhan di Wilayah Jawa Barat terutama Asosiasi Pengusaha Sektor di Kabupaten/Kota belum terbentuk, akhirnya Gubernur Provinsi Jawa Barat saat itu menetapkan sendiri UMSK 2016 berdasarkan PP 78/2015 dan mengabaikan rekomendasi Bupati/Walikota dari masing-masing daerah yang telah dibahas oleh Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.

Perlu dicatat bahwa proses pembuatan PP 78/2015 tentang pengupahan, kami menilai tidak demokratis dan tidak konstitusional alias cacat karena tidak melalui proses serap aspirasi dan sosialisasi. Oleh karena itu kaum buruh menolak PP 78/2016 di jadikan acuan penetapan upah.

Sidarta menandaskan bahwa, proses penetapan UMSK Jawa Barat melalui mekanisme bipartit sudah mulai digulirkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat satu tahun yang lalu, namun sampai sekarang kami belum mendapatkan informasi pasti mengenai kesiapan stakeholder perburuhan di wilayah Provinsi Jawa Barat dalam menetepakan UMSK 2017. Hal ini menggambarkan bahwa, Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak serius dan tidak koordinasi dengan baik dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menangani upah untuk melindungi kaum buruh yang merupakan warganya sendiri sebagaimana amanah undang-undang 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Masalah inilah yang harus dipertanyakan kepada Gubernur Provinsi Jawa Barat, sampai sejauh mana kesiapannya dan siapa yang harus bertanggungjawab, apabila proses penetapan UMSK 2017 berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7/2013, tentang Upah Minimum yang dikehendaki Pemerintah Provinsi Jawa Barat gagal dilaksanakan, jangan sampai karena tidak ada asosiasi pengusaha sektor menjadi pembenaran bagi Gubernur untuk menetapkan UMSK 2017 kembali berdasarkan kehendaknya sendiri kembali kepada PP 78/2015, jika hal ini terjadi lagi maka ini merupakan tindakan yang tidak fair, tidak  adil, tidak demokratis  dan tidak mampu menerapkan konstitusi yang berlaku dengan baik.

Gagal beraudiensi dengan Gubernur  Sidarta bersama pengurus DPD FSP LEM SPSI Provinsi Jawa Barat beserta DPC FSP LEM SPSI se Jawa Barat dan Pimpinan Unit Kerja tingkat perusahaan SP LEM SPSI se Jawa Barat, akan menyampaikan aspirasinya kepada Ketua dan Pimpinan DPRD Provinsi Jawa Barat beserta anggota agar DPRD melaksanakan peran dan fungsinya untuk melakukan pengawasan terhadap esekutif, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menetapkan upah 2017, pada hari Kamis 03 November 2016, pukul 10 di kantor DPRD Provinsi Jawa Barat, Jln. Diponegoro, Bandung.

0 comments:

Posting Komentar