Bapor Lem, Ketua Umum FSP LEM SPSI Ir. Arif Minardi menilai bahwa fakta PP Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan (PP Pengupahan) bermasalah dan menghambat kesejahteraan pekerja/buruh, hal ini di sampaikan lewat surat yang di sampaikan kepada Perangkat DPD dan DPC FSP LEM Jakarta perihal Perjuangan Upah Minimum Provinsi Jakarta.
Menurutnya secara Formil, Proses pembuatan PP Pengupahan, cacat hukum karena dalam pembahasannya tidak melibatkan stakeholder terkait. Dengan tidak ada serap aspirasi perihal muatan PP tersebut yang dilakukan oleh Pemerintah maka telah melanggar Pasal 96 UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perindang-udangan yang menegaskan bahwa masyarakat atau pihak terkait dengan peraturan perundang-undangan dapat memberikan masukan baik secara lisan atau tertulis.
Kemudian secara Subtansi, PP Pengupahan melanggar ketentuan yang terdapat di Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagkerjaan), yaitu menghilangkan fungsi Dewan Pengupahan (Tripartit) digantikan oleh data inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang ditentukan oleh BPS. Inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang tadinya frasa “memperhatikan“ (dalam pasal 88) menjadi konsideran utama dalam rumusan upah minimum.
Lebih dari itu, menurut Arif Minardi, Panja Pengupahan Komisi IX DPR Rl telah merekomendasikan kepada Pemerintah agar PP No. 78 Tahun 2015 agar dicabut keberlakuannnya. Beberapa point rekomendasi Panja Pengupahan DPR RI lainnya yakni sebagai berikut:
- Komisi IX DPR Rl meminta Pemerintah untuk membina Peraturan Pemerintah yang baru dengan formula baru yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
- Komisi IX DPR RI meminta Pemerintah untuk tidak meninggalkan kewenangan daerah (tripartit), hak berunding (bipartit), penetapan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan penentuan inflasi daerah per satu tahun sekali.
- Komisi IX DPR RI meminta pemerintah menyelesaikan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan yang baru dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan dengan terlebih dahulu disosialisasikan kepada seluruh pemangku kepertingan.
- Surat Edaran dari Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Dalam Negeri yang menginstruksikan kepada seluruh Kepala Daerah untuk menggunakan PP Pengupahan dalam merumuskan kebijakan upah minimum, padahal dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 89 ayat 3, sangat jelas disebutkan bahwa Gubernur yang berwenang menetapkan upah minimum dengan memperhatikan rekomendasi dari Bupati Walikota, sehingga surat edaran ini menghilangkan peran kepala daerah dalam menentukan upah minimum sesuai pasal 89 ayat 3.
0 comments:
Posting Komentar