Foto spesial; Aksi di Depan Gedung Sate Bandung, Jawa Barat. |
Serikat Pekerja- May Day tahun 2020 di berbagai daerah di Indonesia dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang sangat memprihatinkan bagi kaum buruh/pekerja di tengah-tengah pandemic covid-19 dan terus dibahasnya RUU Omnibus Law Cipta Kerja oleh Panitia Kerja (Panja) Omnibus Law DPR dengan mengundang narasumber yang diduga kuat pro terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja dengan agenda rapat pleno/rapat dengar pendapat umum (RDPU) tanpa mengundang satupun narasumber dari serikat pekerja/buruh yang dilaksanakan senin, 27/4/2020 setelah buruh resmi menyatakan menunda aksi besar.
Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja dari Fraksi PKB Sukamto mengatakan, tidak dimungkiri bahwa desakan untuk menunda pembahasan RUU masih banyak disuarakan masyarakat. Menurutnya, tidak ada dasar bagi DPR dan pemerintah untuk menunda pembahasannya. “ Sampai saat ini masih banyak sorotan dari masyarakat agar dipending. Tapi tidak ada dasar pending”, kata Sukamto dalam RDPU bersama pakar, akademisi dan pengusaha, KOMPAS.com senin (27/4/2020). Panja DPR hanya memperhatikan paparan narasumber dan tidak memperhatikan terhadap perlindungan hak dan kepentingan kaum buruh/pekerja dan generasi muda bangsa kedepan.
Sehingga wajar kalau buruh menyatakan, bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja hanya untuk memberi karpet merah kepada investor dan pelaku usaha semata, tidak untuk melindungi hak dan kepentingan kaum buruh/pekerja. Kita semua bisa melihat dengan jelas, bahwa proses dan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut mengabaikan tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur oleh undang-undang nomor 12 tahun 2011 yang kemudian diubah menjadi undang-undang nomor 15 tahun 2019, yang sejak awal dalam proses dan pembahasannya tidak melibatkan serikat pekerja/buruh dan elemen rakyat lainnya sebagai pemangku kepentingan, juga mengabaikan nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945, sehingga semakin liberal dalam pratiknya. Demikian diungkapkan oleh Ketua DPD FSP LEM SPSI Jawa Barat Muhamad Sidarta yang juga Ketua V DPP FSP SPSI.
Sidarta mengakui, pihaknya telah merencanakan aksi besar-besaran dengan mengusung issue penolakan dan pembatalan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dengan memajukan aksi May Day pada tanggal 30 April 2020 yang akan dipusatkan di Gedung DPR RI, kantor Menko Perekonomian dan di semua Propinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia.
Namun, rencana aksi pada tanggal 30 april 2020 tersebut dibatalkan, karena Presiden RI setelah mengundang tiga pimpinan konfederasi besar KSPSI, KSPI dan KSBSI pada 22 April 2020 di Istana Presiden, kemudian Presiden RI Joko Widodo mengumumkan lewat youtube yang menyatakan, bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja ditunda pembahasannya dan telah disampaikan pemerintah kepada DPR.
"Pada waktu yang sama para pimpinan nasional serikat pekerja yang tergabung dalam Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas), juga di undang oleh Polda Metro Jaya untuk mendiskusikan rencana aksi 30 April 2020. Dan, disepakati bahwa Polda Metro Jaya siap memfasilitasi dan mengkomunikasikan dengan DPR RI yang kemudian disusul pengumuman oleh Ketua DPR RI Puan Maharani yang akan meminta Baleg DPR RI untuk menunda pembahasan RUU Omnibus Law Klaster Ketenagakerjaan, "tutur dia.
Sehubungan dengan hal tersebut rencana aksi besar besaran juga ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan, di sisi lain Panja Omnibus Law Cipta Kerja terus melakukan pembahasan tidak ada indikasi untuk melakukan penundaan terhadap klaster ketenagakerjaan, bahkan lebih gamblang karena klaster ketenagakerjaan banyak yang melakukan penolakan akan dibahas pada sesi terakhir di DPR, artinya DPR sejatinya tetap memiliki niat untuk terus membahas RUU Omnibus Law Klaster Ketenagakerjaan.
Sehingga pada May Day kali ini kami akan lebih fokus kembali melakukan konsolidasi di semua tingkatan sampai akar rumput untuk menuntut RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang sempat diplesetkan menjadi RUU Cilaka dibatalkan di saat penyebaran virus corona (Covid-19) lagi berada di puncaknya yang ditandai dengan PSBB di berbagai daerah untuk sama-sama fokus menghadapi covid-19 sampai tuntas, kali ini kami tidak melakukan aksi ke jalan sebagai ajang konsolidasi dan perjuangan kaum buruh/pekerja seperti tahun-tahun sebelumnya demi keselamatan buruh/pekerja dan turut memutus mata rantai penyebaran covid-19, kami akan merayakan May Day dengan memaksimalkan social media baik perorangan maupun kelompok-kelompok untuk konsolidasi dan menyuarakan perjuangan yang masih panjang ini, kata dia.
Di saat yang bersamaan, lanjut dia, banyak perusahaan yang mengaku terdampak covid-19 atau ada yang memfaatkan issue covid-19, sehingga banyak buruh yang di PHK dan di rumahkan sepihak, THR yang tidak diberikan sepenuhnya atau dicicil bertahap atau ditunda dengan alasan terdampak covid-19, oleh karena itu perlu kerja ekstra pengawas ketenagakerjaan untuk membuktikan kebenarannya. Dengan demikian, May Day 2020 ini pihaknya akan mendirikan posko-posko pengaduan dampak covid-19 disemua tingkatan sampai tingkat pabrik yang akan disinergikan dengan fungsi, tugas dan tanggungjawab pengawas ketenagakerjaan.
"Posko-posko tersebut dimaksudkan untuk menerima pengaduan buruh/pekerja terhadap perusahaan yang tidak menerapkan protokol kesehatan untuk pencegahan penyebaran virus corona (Covid-19) dan perusahaan yang tidak memberikan hak normatif pekerja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan alasan kena dampak covid-19," ujar dia.
0 comments:
Posting Komentar