Omnibus Law Langgar Konvensi ILO, Indonesia Bisa Kehilangan Subsidi Tarif Dagang Dunia
F SP LEM SPSI, Langkah pemerintah untuk menggenjot perekonomian Indonesia melalui omnibus law RUU Cipta Kerja (Ciptaker) dinilai berpotensi terjadi pelanggaran.
Dari kacamata konfederasi buruh internasional yang tergabung dalam International Trade Union Confederation Asia Pacific (ITUC-AP), ada dua poin dugaan pelanggaran yang bisa digugat ke mahkamah internasional. "Terkait omnibus law ini ada hal-hal yang mungkin dianggap konvensi sebagai hal yang fundamental. Nomor 87 dan 98, terkait dengan kebebasan berserikat dan hak untuk berunding bersama," ucap Sekretaris Jenderal ITUC-AP, Shoya Yoshida di Hotel San Pacific, Jakarta, Rabu (11/3).
"Ini bisa menjadi subjek untuk diajukan ke komite pengawasan terkait dengan yang ada di ILO (organisasi perburuhan internasional), terkait pelaksanaan omnibus law ini karena melanggar 2 konvensi yang fundamental tersebut," sambungnya.
Sebagai lembaga buruh internasional, Shoya Yoshida mengaku siap mem-backup tuntutan konfederasi serikat buruh di Indonesia mengenai omnibus law RUU Ciptaker.
"Mungkin kawan-kawan kita di ITUC bisa meminta, misalnya Uni Eropa untuk bisa menghambat atau menghilangkan GSP (Generalize System of Preferences). Ini adalah preferensi yang diberikan satu negara ketika mereka mau melakukan perdagangan," terang Shoya Yoshida.
"Ada preferensi misalnya tarif yang lebih rendah, subsidi tarif. Ini bisa dihilangkan oleh Uni Eropa," tambahnya.
Ia pun memeberikan contoh terkait pencabutan GSP Uni Eropa kepada Kamboja. "Sebagai contoh 12 Februari kenarin Uni Eropa telah mencabut GSP atau subsidi tarif kepada Kamboja," ucap Shoya Yoshida.
"Terkait dengan ini, ITUC global dan ITUC-AP ada di sini untuk membantu mendukung afiliasi kita di sini, KSPI dan KSPSI. Jika kami diminta untuk mendukung, maka kami ada di sini," pungkasnya.
sumber : Rmol.id
0 comments:
Posting Komentar