FSP LEM SPSI - Perjuangan GEKANAS melakukan Aksi pemenolak adanya Hakim Ad Hoc yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dalam upaya di pilih sampai pensiun yang menyebabkan hilangnya keterwakilan buruh terhadap Hakim Ad Hoc, pada 27/09/2016 yang lalu, membuahkan hasil. Hal tersebut tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No 49/PPU-XIV/2016 tertanggal 21 Februari 2017 dalam perkara Pengujian Pasal 67 Ayat (2) UU No. 2 Tahun 2004 Tentang PPHI.
Dalam Putusan MK tersebut, pertimbangan Mahkamah menyebutkan bahwa terhadap Permohonan, menurut Mahkamah, kedudukan Hakim Ad-Hoc pada PHI dan sebagaimana Hakim Ad-Hoc yang ada pada pengadilan khusus lainnya adalah sebagai Hakim Anggota dalam suatu susunan Majelis Hakim yang memiliki tugas untuk memeriksa dan memutuskan perkara perburuhan atau perkara hubungan industrial.
Sedangkan tata cara pengangkatan Hakim Ad Hoc pada PHI dilakukan atas usul organisasi SP/SB dan organisasi pengusaha, dimana yang bersangkutan harus menguasai pengetahuan hukum khususnya di bidang perburuhan atau ketenagakerjaan serta mempunyai pengalaman di dalam penanganan permasalahan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan maupun di bidang kepengusahaan.
Susunan majelis hakim yang memeriksa perkara hubungan industrial komposisinya selalu hakim Karir sebagai Ketua Majelis dan 2 (dua) orang Hakim Ad-hoc sebagai hakim anggota yang masing-masing satu Hakim Ad-Hoc anggota dari unsur SP/SB dan satu Hakim Ad-Hoc anggota dari unsur organisasi pengusaha.
Mahkamah pengusulan kembali Hakim Ad-Hoc PHI yang telah habis masa jabatannya baik yang pertama maupun yang kedua adalah tidak menyimpang dari semangat akan putusan Mahkamah tersebut, terlebih terhadap Hakim Ad-Hoc pada PHI yang telah menjalankan tugas selama dua periode dan telah mempunyai kompetensi, kapasitas, profesionalisme yang telah teruji adalah cukup dipandang memenuhi syarat untuk dicalonkan kembali sebagai Hakim Ad-Hoc pada PHI.
Namun demikian, terhadap hal tersebut penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa pengusulan kembali calon Hakim Ad-Hoc pada PHI yang pernah menjabat tersebut tidak boleh menghilangkan kesempatan calon Hakim Ad-Hoc lainnya yang juga memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang dan yang juga diusulkan oleh lembaga pengusul SP/SB dan organisasi pengusaha untuk mengikuti seleksi pencalonan sebagai calon Hakim Ad-Hoc pada PHI.
Dengan kata lain bahwa antara calon Hakim Ad-Hoc yang telah pernah menjabat maupun yang belum pernah menjabat mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan diusulkan oleh lembaga pengusul baik SP/SB dan organisasi pengusaha sepanjang memenuhi syarat perundang-undangan hingga proses terakhir diusulkan oleh Ketua Mahkamah Agung untuk diangkat oleh Presiden.
Mahkamah dapat memahami permohonan Pemohon berkenaan norma Pasal 67 ayat (2) UU 2/2004 agar dinyatakan inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai memberi kesempatan kembali kepada para Hakim Ad-hoc yang pemah menjabat dan oleh karenanya Mahkamah akan menyatakan norma Pasal 67 ayat (2) UU 2/2004 konstitusional secara bersyarat.
SARIPATI PUTUSAN MK NO. 49/PPU-XIV/2016:
- Setiap Hakim Ad-Hoc PHI dapat terus menerus menjadi Hakim tanpa harus dibatasi 2 x 5 tahun hingga yang bersangkutan meninggal dunia, atau sakit jasmani atau rohani terus menerus selama 12 (dua belas) bulan, atau telah berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi Hakim Ad-Hoc pada PHI dan telah berumur 67 (enam puluh tujuh) tahun bagi Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf a, huruf c dan huruf d UU No. 2/2004.
- Syarat untuk dapat menjadi Hakim Ad Hoc PHI hingga akhir masa yang dipersayaratan tersebut adalah, setiap 5 (lima) tahun sekali harus diusulkan kembali oleh SP/SB atau organisasi pengusaha, dan mengikuti proses seleksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Bagi Hakim Ad Hoc PHI yang telah pernah menjabat selama 2 periode (2 x 5 tahun), tentunya terbuka kembali peluang untuk melamar kembali melalui pengusulan oleh SP/SB atau organisasi pengusaha.
0 comments:
Posting Komentar