Looking For Anything Specific?

ads header

Buruh Indonesia Menolak RPP Pengupahan hasil Revisi PP 36 tahun 2021 Cabut Omnibus Law - Undang-Undang - Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023

 

masa aksi yang tergabung dalam Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB)

Jakarta, Tututan Penetapan UPAH Minimum Kaum Buruh Indonesia di kemenaker Jl. Jendral Gatot Subroto Kav 51 DKI Jakarta Kaum Buruh hadir untuk menolak diterbitkannya RPP Pengupahan Hasil Revisi PP 36 Tahun 2021. Rabu 15/11/2023.

Meskipun landasan sistem pengupahan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 bersifat adil, akan tetapi dalam prakteknya dari waktu ke waktu hingga rezim saat ini Indonesia menerapkan sistem pengupahan berdasarkan prinsip-prinsip dasar kapitalisme monopoli. Dalam sistem kapitalisme monopoli, upah adalah harga tenaga kerja yang dikendalikan kapitalis dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai pelayannya (kapitalis birokrat)

Hukum hak asasi manusia internasional dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara yang merupakan hukum tertinggi di Indonesia menjamin hak buruh untuk mendapatkan upah yang adil demi penghidupan yang layak untuk dirinya sendiri dan keluarganya.

Maka sudah waktunya untuk membalikkan ketidakadilan, mengakhiri praktek politik upah murah yang membuat buruh tidak cukup untuk memenuhi standar hidup yang layak bagi dirinya sendiri dan keluarganya, upah yang tidak cukup untuk mengeluarkan buruh dari kemiskinan, terutama di tengah melonjaknya inflasi. "Pemerintah harus berhenti menipu, sekedar membangun formula mengotak-atik rumus yang pada intinya adalah untuk mempertahankan upah rendah dengan kenaikan yang rendah. Berhenti mempercayai fiksi bahwa upah ditetapkan sebagai hasil pertemuan kurva penawaran dan permintaan pada titik ekuilibrium di pasar tenaga kerja”.

Untuk itu Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) sebagai aliansi yang beranggotakan 40 (empat puluh) serikat pekerja – serikat buruh Federasi dan Konfederas serta kaum buruh Indonesia dengan TEGAS MENOLAK RPP Pengupahan hasil revisi PP 36 tahun 2021 yang saat ini sedang di bahas dan akan disahkan oleh Presiden Joko Widodo untuk mengisi kekosongan aturan hukum tentang Pengupahan sebagai aturan turunan dari omnibus law UU Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang jelas-jelas UU ini menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada badan-badan usaha besar, termasuk menyederhanakan perizinan berusaha. Isi dan semangat UU Cipta Kerja itu bertentangan dengan semangat Undang-Undang Dasar 1945, yang memandatkan kepada pemerintah untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat (memajukan kesejahteraan umum), mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia. UU Cipta Kerja menghapuskan sejumlah ketentuan minimal yang masih melindungi rakyat termasuk proteksi terhadap hak-hak buruh, antara lain yang terkandung dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada sisi lain, menguatkan sejumlah ketentuan yang menguntungkan pengusaha, termasuk menjadi rujukan terbitnya aturan-aturan yang lebih rendah seperti Peraturan Pemerintah yang makin merugikan rakyat, termasuk Peraturan Pengupahan.

Bahwa setelah membaca dan membedahnya secara menyeluruh RPP Pengupahan hasil revisi PP 36/2021, sangat jelas aturan ini hanya mempertahankan politik upah rendah, mengutak-atik formula (rumus) yang membingungkan kaum buruh dan kembali menetapkan formula (rumus) yang jlimet (rumit) yang kenyataanya semakin menjauhkan harga tenaga kerja dari hasil produksi-distribusi yang dihasilkan dari aktivitas kerja buruh. Semua aturan tersebut pun tidak dapat menjawab masalah dasar tentang upah minimum (UM) dan upah bagi kaum buruh, seperti; masalah kepastian pendapatan (income security) dan kepastian hukum, disparitas upah, pemerataan kesejahteraan dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

Maka bagi AASB dan kaum buruh Indonesia, dasar penetapan upah yang didasarkan pada PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan ataupun Revisinya karya Pemerintah dan para Akademisi penghianatan kaum buruh jelas semata-mata untuk melayani kepentingan kapitalis monopoli asing dan tuan tanah yang mendikte melalui investasi dan utang melalui perangkatnya yang bernama Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia yang kesemuanya tetap membuat penghidupan buruh dan keluarganya makin memburuk. 

Jika pemerintah menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai ukuran negara maju (kapitalis monopoli) atas tingkat ekonomi atau kesejahteraan suatu masyarakat dalam suatu negeri, maka rakyat dan upah minimum buruh berhak mendapatkan nilainya yang dihitung berdasarkan PDB per kapita.

Atas hal tersebut Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) dan kaum buruh Indonesia menuntut:

  1. Cabut Undang Undang (Omnibus Law) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
  2. Adanya Perbaikan Sistem Pengupahan yang benar-benar didasarkan atau berlandasakan pada UUD 1945 dan Pancasila yang bersifat adil. Terkhusus untuk Upah Minimum (UM) adalah di Terapkan dan Dijalankannya Sistem Upah Minimum Nasional (UMN).
(obn)

0 comments:

Posting Komentar