Looking For Anything Specific?

ads header

15.000 Buruh Tetap Aksi di Tengah Paparan Virus Corona Menolak RUU Omnibus law

Serikat Buruh Jabar melakukan aksi unjuk rasa, di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (16/3/2020). Aksi yang diikuti ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja itu, menuntut penolakan terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja karena dinilai merugikan buruh.

F SP LEM SPSI,Meski ada himbauan untuk menghindari dari kerumunan massa guna meminimalisir penyebaran Covid-19, aliansi serikat pekerja Jawa Barat tetap menggelar unjuk rasa terkait penolakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Gedung Sate setelah sebelumnya melakukan longmarch dari Monumen Perjuangan (Monju), Senin 16 Maret 2020 siang.
Peserta aksi terdiri dari FSP TSK SPSI, SBSI92, FSPMI, FSP LEM SPSI, SPN, FSP KEP SPSI, GASPERMINDO, FSP RTMM SPSI, GOBSI, FSP KAHUT SPSI, KASBI, PPMI, FSB GARTEKS, KSN, KSPN, FSPM, FSP SP FARKES SPSI, FSP KEP KSPI, FSP PP SPSI, dan PPMI 98.

Perwakilan serikat buruh, M Sidarta mengatakan, 15.000 lebih massa aksi menuntut batalkan RUU Omnibus law cipta kerja yang akan membahayakan secara massal bagi seluruh generasi bangsa dan anak cucu semua jika RUU disetujui pemerintah dan DPR.

"Perihal menghadapi virus corona yang sedang mewabah, semua pihak harus waspada dan melawan virus corona tersebut sampai tuntas," kata dia.
Menurut dia, meski beraksi, peserta aksi tetap waspada. Memang tidak semua menggunakan masker atau membawa antiseptik.

"Ada yang pakai ada yang tidak. Bagi kaum buruh RUU Omnibus law ini lebih berbahaya dari segalanya. Mestinya pemerintah dan DPR tanggap terhadap penolakan masif RUU ini yang sangat masif di seluruh daerah di Indonesia, kalau nggak dicabut dipastikan penolakan akan semakin masif," ujar Sidarta.

Pada aksi tersebut mereka menuntut Pemerintah untuk membatalkan RUU Omnibus Law Cipta kerja yang mereka sebut dengan omnibus law RUU cilaka itu dengan menarik usulan yang sudah masuk di DPR RI.
"Kami menuntut DPR RI untuk menolak RUU tersebut dan mengembalikan usulan RUU Cilaka tersebut kepada Pemerintah," kata dia.

Mereka pun menuntut gubernur Jabar untuk membuat surat Rekomendasi Penolakan omnibus law RUU Cipta Kerja kepada Presiden RI dan DPR RI.

"Dari pembahasan draf RUU ini secara sembunyi-sembunyi dan tertutup sehingga tidak dapat diakses publik dengan dalih investasi, dari proses pembuatan RUU CILAKA ini sudah bermasalah, melanggar aturan pembentukan peraturan perundang-undangan," kata dia.
RUU tersebut ini bukan untuk mensejaterahkan buruh akan tetapi akan memiskinkan kaum buruh secara sistematis dengan mendegradasi hak-hak buruh untuk kepentingan para kapiltas, menyerahkan persoalan hubungan industrial hak dan kewajiban buruh dan pengusaha kepada mekanisme pasar (liberal), menghilangkan tanggung jawab negara kepada rakyatnya dalam memberikan perlindungan, penghidupan yang layak, dan penghasilan yang layak.

"RUU ini juga memberikan sentralisasi kekuasaan kepada Pemerintah Pusat yang pada akhirnya menghapus kewenangan otonomi daerah dimana itu merupakan salah satu tujuan reformasi. pada intinya RUU Cilaka ini dibuat untuk kepentingan Kaum Pemodal/Investasi bukan untuk kepentingan rakyat dan kaum buruh," tandasnya.

Dia menambahkan, RUU omnibus law sebenarnya adalah Revisi UU No. 13 Tahun 2003 yang dibungkus dengan cover cipta kerja agar buruh dan rakyat terkecoh dan terkelabui dengan judulnya padahal isinya memiskinkan buruh dan rakyat atas nama UU dengan hilangnya kepastian pekerjaan, kepastian penghasilan dan kepastian jaminan sosial. Oleh karena itu sudah seharusnya Kaum Buruh, Elemen Mahasiwa dan Kelompok Masyarakat Lainnya menyatakan penolakan.
Adapun subtansi RUU tersebut di antaranya:

  1. Masuknya TKA unskill worker dengan dihapusnya wajib izin ( IMTA ) untuk mempekerjakan TKA;
  2. Hubungan Kerja dengan sistem kerja PKWT dan Outsoursing untuk semua jenis pekerjaan tanpa ada batasan waktu (seumur hidup)
  3. Hapusnya Upah Minimum, dengan dihapusnya Upah Minimum Kabupaten/Kota UMK dan UMSK, serta berlakunya Upah Perjam (satuan waktu) , Upah Borongan (satuan hasil) dan Upah Industry Padat Karya;
  4. Dihapusnya kewajiban perusahaan untuk membuat struktur dan skala upah;
  5. PHK dipermudah dengan sistem (easy hiring, easy firing) dengan menghapus pasal kewajiban mencegah PHK, dan prosedur PHK;
  6. Dihapusnya Hak Cuti Yang Harus Dibayar Oleh Perusahaan antara lain RUU CILAKA ini menghapus hak cuti haid, gugur kandungan, cuti melahirkan, cuti menjalankan ibadah, cuti menikah, cuti menikahkan anak, cuti mengkhitankan anak/membatiskan anak, cuti menjalankan tugas negara, cuti menjalankan tugas serikat pekerja dll
  7. Dihapusnya Hak Buruh untuk mengajukan gugatan ke PHI apabila terjadi PHK sepihak; 
  8. Hilangnya Pesangon karena dengan sistem kerja kontrak/PKWT dan Outsoursing selamanya maka secara otomatis tidak ada kewajiban perusahaan membayar pesangon;
  9. Penghargaan Masa Kerja berkurang dan penggantian hak di hapus;
  10. Hilangnya sanksi pidana dalam pelanggaran hak normatif pekerja/buruh;
  11. Hilangnya Jaminan sosial dengan sistem hubungan kerja yang fleksibel dan sistem upah perjam, borongan maka jaminan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan pensiun akan hilang;
  12. Masih banyak pasal – pasal dalam RUU CILAKA ini yang merugikan dan menyengsarakan kaum buruh.(obn)

0 comments:

Posting Komentar