Looking For Anything Specific?

ads header

Buruh Berserikat dan Berpolitik


FSP LEM SPSI - Pilkada serentak di seluruh penjuru Indonesia di gelar untuk memilih calon pemimpin-pemimpin daerah masa 5 tahun mendatang. Mengingat peran kepemimpinan daerah ini sangat penting dalam setiap kebijakan-kebijakan khususnya dalam masa depan nasib buruh, masyarakat dan buruh tidak boleh salah dalam memilih pemimpin daerah. Kesalahan menentukan pilihan selama satu menit dalam bilik surat akan turut menentukan nasib daerah dan buruh di daerah tersebut pada lima tahun mendatang.

"Hasil Pilkada apakah mendukung buruh?". Pertanyaan itu memiliki arti penting. Bukan soal dukung-mendukungnya. Namun lebih kepada kepedulian dan partisipasi komunitas buruh dalam menentukan calon pemimpin di daerahnya.

Perubahan bisa dicapai, hanya ketika ada sekelompok orang yang bersedia berpartisipasi untuk mengupayakan perubahan. Tanpa partisipasi, sebuah rencana hanya tinggal rencana. Tanpa partisipasi, sebuah program kerja hanya menjadi esai tentang cita-cita yang tidak terwujudkan. Pendek kata, partisipasi adalah kunci sukses kegiatan. Bahkan ia menjadi kesuksesan itu sendiri.

Dalam kaitan dengan pilkada, partisipasi politik mutlak diperlukan untuk menghasilkan pemimpin yang kredibel dan legimated.

Paling tidak, ramainya kalangan buruh berbicara tentang pilkada menyiratkan adanya kesadaran politik dan kepercayaan pada sistem pemerintahan. Pengalaman maraknya caleg politisi buruh (aktivis buruh yang menjadi calon legislatif, red) dalam pemilu nampaknya memberikan konstribusi yang besar dalam membentuk kesadaran politik kaum buruh. Sementara pengalaman mengawal Ketenagakerjaan, yang notabene merupakan buah tangan kebijakan politik, ikut memberikan andil bahwa kebijakan pemerintah, memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan dan kehidupan mereka. 

"Ada yang salah dalam partisipasi dan kesadaran politik buruh?" pertanyaan itu juga yang sampai saat ini masih belum saya mengerti benar. Bahkan jauh hari setelah pemilu presiden dilangsungkan. Bagaimana tidak, partisipasi politik yang seharusnya disandarkan pada komitment dan janji politik seorang calon presiden, nyatanya tidak berlaku. Padahal kalau berbicara kepentingan, peluang ada di depan mata. Sebelumnya, hal yang sama juga terjadi pada pemilihan legislatif. Berapa besar buruh yang menjatihkan pilihannya pada aktivis buruh?

Taruh saja analisa di atas salah, namun apapun itu, rakyat Indonesia sudah menentukan pilihan. Momentum kembalinya kekuatan politik kaum buruh. Indikatornya ada 2 (dua), pertama, banyaknya politisi buruh yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, dan kedua, semakin intensifnya isu-isu ketenagkerjaan dibicarakan oleh calon presiden. Entah itu dilandasi visi-misi, atau sekedar mencari simpati. Namun paling tidak ini membuktikan bahwa aspirasi buruh masih didengar dan diperhitungkan.

Dikutip : https://kaharscahyono.wordpress.com/2010/04/04/bagaimana-buruh-harus-bersikap-dalam-pilkada/

0 comments:

Posting Komentar