(Ilustrasi Iuran Tapera) |
F SP LEM SPSI, Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menjelaskan, berbagai kekhawatiran yang dilontarkan masyarakat terkait Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) merupakan hal yang wajar Pasalnya hal itu berkaitan dengan pemotongan Gaji Pegawai Swasta disaat kebutuhan hidup makin menghimpit.
''Pekerja dan pengusaha wajib ikut Tapera, tetapi pekerja tidak otomatis tidak mendapat manfaat Tapera,'' kata Edy dalam keterangan resmi, Rabu, 29/5/2024
Ia menambahkan, hal ini mengacu kepada Pasal 38 ayat 1b dan 1c yang menyebut syarat pekerja yang akan mendadapat manfaat adalah yeng termasuk golongan masyarskat berpenghasilan rendah dan belum memiliki rumah. Lalu pada Pasal 39 ayat 2c, menyetakan pemberian manfaat berdasarkan tingkat kemendesakan kepemilikan rumah yang di nilai oleh Badan Pengelola (BP) Tapera.
Ini artinya BP Tapera akan menentukan juga akses kemanfatan Tapera yang berupa KPR, Pembangunan rumah,atau renovasi rumah.
Menurut Edy, Tapera berbeda dengan Badan Peyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang mengutamakan asas gotong royong dan dapat dirasakan manfaatnya bagi seluruh pesertanya.
Politisi PDI Perjuangan ini juga melihat dan yang dikumpulkan di Tapera tidak mendapatkan kepastian timbal hasil.
Edy membandingan dengan Jaminan Hari Tua (JHT) pada BPJS Ketenagaakerjaan yang imbal hasilnya minimal dengan rata-rata suku bunga deposito di Bank Pemerintah. Bahkan selama ini rata-rata imbal hasil yang dikembalikan pada peserta JHT di atas rata-rata suku bunga Bank.
" Saat ini sudah ada fasilitas dari BPJS Ketenagakerjaan yang memberikan manfaat yang sama dengan UU Tapera. Ada program namanya Manfaat Layanan Tambahan (MLT) Perumahan Program JHT yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan," imbuh Edy.
Ia melihat akan ada overlapping antara MLT perumahan dan UU Tapera. Untuk itu, ia meminta agar memaksimalkan MLT Perumahan untuk pekerja sehingga pekerja dan pengusaha swasta tidak diwajibkan ikut Tapera.
“Dengan diwajibkan membayar iuran Tapera 2,5 persen dari pekerja dan 0,5 persen dari pengusaha maka akan menggangu upah buruh dan cash flow perusahaan,” terang dia.
Seiring dengan itu, ia mengusulkan agar pemerintah sebaiknya fokus untuk pemenuhan kebutuhan rumah untuk aparatur sipil negara (ASN) dan masyarakat miskin.
Adapun, pembiayaan perumahan rakyat miskin diberikan dengan skema Penerima Bantuan Iuran (PBI) seperti di Program JKN. Sumber dananya bisa dari Dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan yang berasal dari APBN.
“Yang terjadi di lapangan itu harga bahan pokok mahal, harga properti tidak dapat dijangkau. Masyarakat benar-benar dihimpit,” tutup Edy.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan aturan baru terkait iuran untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.
Salah satu poin utama yang diatur dalam ketentuan itu ialah terkait potongan iuran bagi pekerja untuk kepesertaan Tapera. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 15 ketentuan itu.
Dijelaskan di pasal 15 PP Nomor 21 Tahun 2024, besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja. Besaran itu dibayarkan 0,5 pesen oleh pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung oleh pekerja. (obn)
0 comments:
Posting Komentar