Looking For Anything Specific?

ads header
  • This is Slide 1 Title

    This is slide 1 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

  • This is Slide 2 Title

    This is slide 2 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

  • This is Slide 3 Title

    This is slide 3 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

Ngerih, Ini Dampak PPN 12% Bagi Buruh Yang Penghasilannya Minimum

Salah satu Dewan Pengupahan Perwakilan Buruh di glandang keluar ruangan dari sidang Dewan Pengupahan Upah Buruh DKI 2025


Jakarta,Kenaikan PPN menjadi 12% memiliki dampak yang cukup signifikan bagi buruh dengan penghasilan UMP (Upah Minimum Provinsi). Secara umum, kenaikan PPN akan meningkatkan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, termasuk buruh.

Berikut adalah beberapa dampak yang perlu diperhatikan:

 * Penurunan Daya Beli: Dengan kenaikan harga, daya beli buruh akan berkurang. Artinya, dengan gaji yang sama, buruh akan dapat membeli barang dan jasa lebih sedikit dibandingkan sebelumnya.

 * Berkurangnya Tingkat Konsumsi: Penurunan daya beli akan berdampak pada penurunan tingkat konsumsi masyarakat, termasuk buruh. Hal ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.

 * Beban Hidup yang Lebih Berat: Kenaikan harga kebutuhan pokok seperti makanan, transportasi, dan energi akan meningkatkan beban hidup buruh.

 * Potensi Inflasi: Kenaikan PPN dapat mendorong terjadinya inflasi, yaitu kenaikan harga secara umum. Hal ini akan semakin memperparah kondisi ekonomi masyarakat, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah.

Mengapa Buruh Berpenghasilan UMP Lebih Terdampak?

 * Pengeluaran Lebih Besar untuk Kebutuhan Pokok: Buruh dengan penghasilan UMP cenderung mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pokok. Kenaikan harga kebutuhan pokok akan sangat terasa bagi mereka.

 * Minimnya Tabungan: Buruh dengan penghasilan UMP biasanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki tabungan. Sehingga, kenaikan harga akan langsung berdampak pada kesejahteraan mereka.

 * Kurang Fleksibel Menghadapi Kenaikan Harga: Dibandingkan dengan kelompok berpenghasilan tinggi, buruh dengan penghasilan UMP memiliki fleksibilitas yang lebih rendah dalam menghadapi kenaikan harga. Mereka sulit untuk mengubah gaya hidup atau mencari sumber pendapatan tambahan.

Upaya Mitigasi:

Pemerintah dan berbagai pihak terkait perlu mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan dampak negatif kenaikan PPN bagi buruh, antara lain:

 * Meningkatkan UMP: Kenaikan UMP secara berkala dan sesuai dengan kebutuhan hidup layak dapat membantu meningkatkan daya beli buruh.

 * Memberikan Bantuan Sosial: Pemerintah dapat memberikan bantuan sosial kepada kelompok masyarakat yang rentan, termasuk buruh berpenghasilan rendah.

 * Mengendalikan Inflasi: Pemerintah perlu menjaga stabilitas harga dengan berbagai kebijakan, seperti pengendalian harga barang kebutuhan pokok dan memperkuat koordinasi antara produsen, distributor, dan pemerintah.

 * Meningkatkan Produktivitas: Meningkatkan produktivitas dapat membantu meningkatkan daya saing perusahaan dan membuka peluang untuk memberikan kenaikan gaji kepada pekerja.

Kesimpulan

Kenaikan PPN 12% memang memberikan tantangan tersendiri bagi buruh berpenghasilan UMP. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, pengusaha, dan masyarakat untuk meringankan beban mereka dan memastikan kesejahteraan mereka tetap terjaga.(Ndi)

DJP: Kelebihan Potongan TER di Gaji Karyawan Wajib Dikembalikan!

Kantor Pusat DJP


Jakarta, Sudah hampir satu tahun, pemerintah menerapkan metode tarif efektif rata-rata (TER). TER merupakan format baru penghitungan pemungutan dan pemotongan tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan atau PPh 21 yang berlaku per 1 Januari 2024.

Kebijakan ini dituangkan dalam aturan baru mengenai Tarif Efektif Pemotongan Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi (PP 58/2023).


Melalui ketentuan di atas, maka pemerintah menetapkan penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan metode TER yang terbagi menjadi dua kategori, yakni tarif efektif bulanan untuk setiap masa pajak selain masa pajak terakhir dalam satu tahun, serta tarif efektif harian.


Dengan metode baru itu, rumus penghitungan PPh Pasal 21 bulanan dari Januari-November menjadi hanya penghasilan bruto sebulan dikalikan dengan tarif efektif bulanan. Baru kemudian pada Desember atau masa pajak terakhir, rumusnya kembali normal, seperti sebelumnya.


Dengan hitungan TER ini, maka akan ada kondisi bahwa PPh Pasal 21 terutang pekerja atau pegawai pada Desember lebih besar daripada PPh Pasal 21 terutang bulanan sebelum berlakunya TER.


Namun, kondisi sebaliknya bisa terjadi, yakni PPh Pasal 21 terutang Desember lebih kecil daripada PPh Pasal 21 terutang bulanan sebelum berlakunya TER.


Lantas bagaimana jika terjadi selisih pembayaran PPh atau kelebihan pemotongan PPh?


Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, mengungkapkan bahwa dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir dalam Tahun Pajak yang bersangkutan lebih besar dari PPh 21 yang terutang selama 1 Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak, kelebihan PPh Pasal 21 yang telah dipotong wajib dikembalikan oleh Pemotong Pajak kepada Pegawai Tetap dan Pensiunan yang bersangkutan beserta dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.


Ini sesuai dengan pasal 21 PMK-168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi.


"(Harus dikembalikan) Paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Terakhir. Artinya, jika pada Desember 2024 pegawai tersebut masih bekerja dan terdapat kelebihan pemotongan maka atas kelebihan pemotongan tersebut harus dikembalikan paling lambat pada 31 Januari 2025," tegas Dwi. 


Adapun, besaran yang dikembalikan PPh-nya sesuai dengan besaran jumlah kelebihan pembayaran PPh 21 yang telah dipotong oleh pemberi kerja (pemotong PPh 21) yang tercantum dalam bukti potongnya.


Jika tidak ada pengembalian dari perusahaan atau pemberi kerja, Dwi mengatakan berdasarkan Pasal 22 PMK-168 Tahun 2023, penerima penghasilan mempunyai hak untuk menerima bukti pemotongan dan menerima pengembalian kelebihan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong.


"Artinya, pemotong pajak (pemberi kerja) wajib mengembalikan kelebihan pemotongan tersebut ke penerima penghasilan (pegawai)," tegasnya.


Untuk memahami lebih langsung metode TER ini, berikut simulasinya untuk pegawai dengan gaji Rp 10 juta:


- Retto merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi dengan status menikah dan tanpa tanggungan. Ia bekerja sebagai pegawai tetap di PT Jaya Abadi. Retto menerima gaji sebesar Rp10.000.000,00 per bulan.


- Dengan mekanisme pemotongan PPh terdahulu, maka perhitungannya sebagai berikut:


Dengan gaji Rp10.000.000 dikurangi Biaya Jabatan 5% x Rp10.000.000 yang menjadi sebesar Rp 500.000, maka penghasilan neto sebulan Retto sebesar Rp 9.500.000,00. Adapun penghasilan neto setahun menjadi 12 x Rp9.500.000,00 sehingga totalnya menjadi Rp114.000.000.


- Dengan memperhitungkan status Retto


PTKP setahun Retto yang masuk kategori kawin tanpa tanggungan atau dengan simbol tabel K/0 maka besaran pengurangan total penghasilan neto setahun dikurangi Rp 58.500.000 sehingga nominal Penghasilan Kena Pajak setahun menjadi Rp 55.500.000.


Dengan demikian total PPh Pasal 21 terutang perhitungannya menjadi 5% x Rp55.500.000 dengan hasil Rp2.775.000 dan PPh Pasal 21 per bulannya menjadi sebesar Rp2.775.000 : 12 dengan total akhir menjadi Rp231.250


- Perhitungan tarif efektif atau TER menjadi sebagai berikut:


Berdasarkan status PTKP dan jumlah penghasilan bruto, pemberi kerja menghitung PPh Pasal 21 Retto menggunakan Tarif Efektif Kategori A dengan tarif 2,25%. Dengan demikian, jumlah pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan Retto adalah:

- Januari-November Rp 10.000.000,00 X 2,25%= Rp 225.000,00/Bulan

- Desember : Rp 2.775.000 - (Rp.225.000, 00 X 11) = Rp. 300.000,00/Bln


Adapun, selisih pemotongan sebesar Rp75.000,00

Akhirnya PJ Gubernur Jawa Barat Revisi Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota 2025 di Propinsi Jawa Barat




Bandung, UMSK 2025 Jawa Barat: Upah Sektoral Kabupaten/Kota Berdasarkan Sektor Industri di Setiap Wilayah.

Pemda Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalukan perubahan terhadap Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561.7/Kep.838-Kesra/2024 telah menetapkan perubahan atas Keputusan Gubernur sebelumnya mengenai Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) di wilayah Provinsi Jawa Barat untuk tahun 2025. Keputusan baru ini mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2025 dan mencakup sektor-sektor industri di berbagai kabupaten/kota di Jawa Barat. Perubahan ini disusun dengan mempertimbangkan penyesuaian upah yang sesuai dengan sektor unggulan masing-masing daerah.


Sebelumnya, telah ditetapkan dalam Kepgub UMSK, terdapat delapan kode Klasifikasi Baku Usaha Lapangan Indonesia (KBLI) dari dua kabupaten dan kota, yakni Kabupaten Subang dan Kota Depok yang telah mengajukan besaran UMSK.


Isi dari Kepgub tersebut diubah sehingga tidak menggunakan pengelompokan berdasarkan KBLI, tetapi pengelompokan disederhanakan menjadi kelompok yang lebih besar untuk menetapkan UMSK Jabar, yaitu Automotive, Komponen Automotive, Elektronik, Komponen Elektronik, Logam dan Baja, Pertambangan, Kimia Farmasi, Padat Karya Multinasional Company.


Karenanya, usulan rekomendasi UMSK kabupaten dan kota disesuaikan dengan delapan sektor tersebut. Hal ini menjadikan dari 18 rekomendasi dewan pengupahan kabupaten dan kota terdapat satu kota yaitu Kota Tasikmalaya yang tidak tergabung dalam sektor tersebut.


Keputusan terbaru tertanggal 27 Desember 2024 ini, mengubah Lampiran Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561.7/Kep.802-Kesra/2024 tentang Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2025 yang sebelumnya ditetapkan pada 18 Desember 2024, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Gubernur.


Berikut adalah rincian Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat untuk tahun 2025:

1. Kabupaten Subang

  • Komponen Automotif, Elektronik, Pertambangan, dan Kimia Farmasi: Rp3.525.098,95 

  • Padat Karya Multinasional: Rp3.515.215,50.

 

2. Kota Depok

  • Sektor Elektronik, Komponen Elektronik, dan Kimia Farmasi: Rp5.220.114,84 

  • Padat Karya Multinasional: Rp5.205.479,00

3. Kabupaten Cianjur

  • Padat Karya Multinasional: Rp3.110.413,83

4. Kabupaten Garut

  • Padat Karya Multinasional: Rp2.332.928,28

5. Kota Bekasi

  • Sektor Automotif, Komponen Automotif, Elektronik, Komponen Elektronik, Logam dan Baja, Pertambangan, serta Kimia Farmasi: Rp5.717.470,10 

  • Padat Karya Multinasional: Rp5.701.439,81


6. Kabupaten Karawang

  • Sektor Automotif, Komponen Automotif, Elektronik, Komponen Elektronik, Logam dan Baja, serta Kimia Farmasi: Rp5.625.882,38
  • Padat Karya Multinasional: Rp5.610.108,88

7. Kabupaten Bekasi

  • Sektor Automotif, Komponen Automotif, Elektronik, Komponen Elektronik, Logam dan Baja, Pertambangan, serta Kimia Farmasi: Rp5.584.611,41
  • Padat Karya Multinasional: Rp5.568.953,62


8. Kota Bogor

  • Komponen Automotif dan Kimia Farmasi: Rp5.150.967,16
  • Padat Karya Multinasional: Rp5.136.525,20

9. Kabupaten Bogor

  • Sektor Automotif, Komponen Automotif, Elektronik, Komponen Elektronik, Logam dan Baja, Pertambangan, serta Kimia Farmasi: Rp4.900.108,87
  • Padat Karya Multinasional: Rp4.886.370,25

10. Kota Bandung

  • Komponen Elektronik: Rp4.503.960,63

11. Kota Cimahi

  • Kimia Farmasi serta Logam dan Baja: Rp3.881.831,60
  • Padat Karya Multinasional: Rp3.870.947,96

12. Kabupaten Bandung Barat

  • Kimia Farmasi: Rp3.754.284,39
  • Padat Karya Multinasional: Rp3.743.758,36

13. Kabupaten Sumedang

  • Komponen Elektronik: Rp3.749.609,56
  • Padat Karya Multinasional: Rp3.739.096,64

14. Kabupaten Indramayu

  • Pertambangan: Rp2.807.355,79

15. Kabupaten Cirebon

  • Komponen Elektronik dan Pertambangan: Rp2.693.971,10
  • Padat Karya Multinasional: Rp2.686.417,91

16. Kabupaten Majalengka

  • Elektronik, Komponen Elektronik dan Kimia Farmasi: Rp2.415.921,97
  • Padat Karya Multinasional: Rp2.409.148,36

17. Kabupaten Purwakarta

  • Automotif, Komponen Automotif, Kimia Farmasi serta Logam dan Baja: Rp4.814.751,76
  • Padat Karya Multinasional: Rp4.801.252,46


Meskipun demikian, belum semua kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat ditetapkan Upah Minimum Sektoral (UMSK), karena berdasarkan SK tersebut, hanya 17 dari 27 kabupaten/kota yang telah ditetapkan upah minimum sektoralnya. Namun, diharapkan penetapan UMSK ini dapat meningkatkan daya saing sektor industri di Jawa Barat, sekaligus memastikan para pekerja mendapatkan perlindungan yang memadai dan penghasilan yang sebanding dengan kontribusi mereka di sektor masing-masing. (Obn) 

Pekerja Jawa Timur Gugat SK Gubernur Soal Upah Minimum

 

Pekerja yang menggugat sk Gubernur Upah minimum Propinsi yang kurang dari 6,5%

Jawa Timur, Gejolak di tengah para pekerja Jawa Timur kembali memuncak.  Sejumlah organisasi buruh di Jawa Timur menggugat Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 100.3.3.1/775/KPT/013/2024 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2025. Mereka menuding Pj. Gubernur Jatim telah melanggar norma hukum dan merampas hak pekerja dengan menetapkan kenaikan upah minimum yang lebih rendah dari yang seharusnya.


"SK Gubernur ini jelas-jelas menabrak Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 16 Tahun 2024 Pasal 5 Ayat (2) yang secara tegas memerintahkan kenaikan upah minimum sebesar 6,5 persen," ujar Andika Hendrawanto S.H., M.H., CRA., CLI., CLA selaku kuasa hukum FSP KAHUTINDO Gresik.


Ia menjelaskan bahwa penetapan kenaikan upah minimum sebesar 6,5 persen merupakan perintah langsung dari Presiden dalam pidatonya pada tanggal 29 November 2024.  Namun, Pj. Gubernur Jatim justru menetapkan kenaikan upah minimum hanya sebesar 5 persen.


"Hilangnya 1,5 persen ini bukan sekadar kesalahan hitung, melainkan sebuah perampokan hak pekerja yang dilakukan secara terang-terangan.  Pj. Gubernur menggunakan Surat Ketetapan seolah-olah untuk melegitimasi tindakan ilegal ini," tegas Andika.


Para pekerja menilai bahwa tindakan Pj. Gubernur ini sangat merugikan mereka, terutama di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit.  Tahun 2025, pemerintah akan menaikkan PPN menjadi 12 persen, sehingga beban hidup pekerja akan semakin berat.


"Pekerja sudah terbebani dengan kenaikan harga kebutuhan pokok dan efek domino kenaikan pajak.  Sekarang, hak upah mereka pun dikurangi.  Bagaimana mereka bisa bertahan hidup?" tanya kuasa hukum tersebut.


Para pekerja khawatir bahwa kekurangan penghidupan akan memaksa mereka untuk terjerat hutang, bahkan mungkin meminjam dari rentenir.  Hal ini akan semakin memperparah kondisi ekonomi mereka dan berpotensi mendorong mereka ke jurang kemiskinan.


"Pekerja buruh yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi keluarga, kini berada di posisi rentan.  Mereka berisiko terjerumus menjadi masyarakat kelas menengah ke bawah," tambahnya.



Para pekerja mendesak Pj. Gubernur Jatim untuk segera mencabut SK Gubernur yang dianggap merugikan dan  menetapkan kenaikan upah minimum sesuai dengan peraturan yang berlaku.  Mereka juga mengancam akan melakukan aksi demonstrasi jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.


"Kami akan terus berjuang untuk mendapatkan hak kami.  Kami tidak akan tinggal diam jika hak kami dirampas," tegas Andika.(obn) 

Ratusan Masa Buruh Unjuk Rasa di Gerbang Tol Cibatu, Tuntut Penetapan UMSK 2025

Aksi tersebut buntut dari dikembalikannya rekomendasi UMSK (Upah Minimum Sektoral) oleh Pj. Gubernur Jawa Barat ke Bupati Kabupaten Bekasi.

Bekasi, Ratusan masa yang tergabung dalam Buruh Bekasi Melawan (BBM), Melakukan aksi di depan tol Cibatu, Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, Jum’at pagi, ( 27/12/2024 ) Dengan menggunakan sepeda motor dan kendaraan roda empat, para buruh berhenti di depan pintu keluar tol Cibatu.

Sekretaris Jendral BBM Hadi Maryono menjelaskan, Aksi tersebut buntut dari dikembalikannya rekomendasi penetapan UMSK (Upah Minimum Sektoral) oleh Pj. Gubernur Jawa Barat ke Bupati Kabupaten Bekasi. Yang selanjutnya menjadi pemicu aksi buruh lanjutan, Sebelumnya buruh juga melakukan aksi yang sama, sebagai bentuk protes terhadap keputusan Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Triadi Machmudin, yang dianggap tidak sejalan dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024 maupun arahan Presiden Republik Indonesia terkait kenaikan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tahun 2025.

Aksi buntut dari dikembalikannya rekomendasi UMSK (Upah Minimum Sektoral) oleh Pj. Gubernur Jawa Barat ke Bupati Kabupaten Bekasi.

Masa Buruh Bekasi Melawan berhenti bersama sama di depan gerbang Tol Cibatu sejak jam 09.30, dan rencananya akan melanjutkan aksinya ke pusat pemerintahan kabupaten Bekasi, di Cikarang pusat. (obn)

Lanjutan UMSP 2025, Buruh DKI Akan Kawal Sidang Dewan Pengupahan

Kaum Buruh Yang tergabung dalam Aliansi Buruh Sektoral Jakarta kawal sidang Pengupahan UMSP 2025


Jakarta, Buruh DKI Jakarta akan kembali mengawal proses sidang lanjutan dari Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta dalam rangka merekomendasikan besaran UMSP DKI Jakarta tahun 2025 bagi sektor atau sub sektor yang belum disepakati dalam Kepgub 832/2024.

“Dengan penuh rasa syukur kita yakin dan percaya kemenangan itu tetap ada dan semangat perjuangan gerakan kaum buruh akan terus berlipat ganda.” Kata Ketua Aliansi Buruh Sektoral Jakarta Yusup Suprapto dari atas Mobil Komando 

Perkembangan sidang dewan pengupahan yang akan dilanjutkan Senin, 30 Desember 2024 mendatang.

Pengawalan Sidang Dewan Pengupahan Upah Sektoral 2025 Buruh Jakarta


Buruh DKI yang tergabung dalam Aliansi Buruh Sektor Jakarta menggelar aksi di depan balaikota Jakarta dengan tuntutan mendesak pemerintah provinsi dan Dewan Pengupahan agar menetapkan kenaikan UMSP yang layak, mengakomodir 10 Sektor Unggulan dan 88 Sub Sektor masuk dalam UMSP tahun 2025.

Tuntutan ini bukan mengada-ada, buruh beralasan meski UMSP 2025 sudah ditetapkan, namun menimbulkan kekecewaan bagi pihak buruh. Dalam keputusan yang tertuang dalam Kepgub 832 tahun 2024 ada beberapa sektor yang tidak masuk dalam UMSP 2025. Diantaranya sektor otomotif, sektor transportasi dan sektor Jasa Kelistrikan.

Dalam aksi di Kantor Balaikota DKI Jakarta dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta minggu lalu (23/12) Kaum Buruh DKI Jakarta menyampaikan tuntutan yang pertama:

  1. mendorong Pj. Gubernur dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI untuk melakukan rapat dengan Dewan Pengupahan untuk mengakomodir 10 Sektor Unggulan dan 88 Sub Sektor masuk dalam UMSP tahun 2025.
  2. Buruh Jakarta menuntut agar sektor transportasi masuk dalam sektor unggulan UMSP tahun 2025 tanpa kajian. (obn)

J

Komitmen PUK FSP LEM SPSI PT INALUM dan Perusahaan Menuju Pencapaian Produksi Terbaik Tahun 2024

Ketua DPP FSP LEM Arif Minardi (Paling Kanan) Ketua DPC SP LEM Kab Batubara Firman Usman (Pakai Topi) dan Ketua PUK SP LEM SPSI INALUM Agus Salim Kaban bersama Pengurus DPP FSP LEM SPSI.


Medan, - Tahun 2024 menjadi momen bersejarah bagi PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) sejak berdirinya pada tahun 1976. Perusahaan mencatatkan rekor pencapaian baru, yaitu produksi terbesar sebesar 264.900 ton pada 17 Desember 2024.


Angka ini melampaui rekor sebelumnya sebesar 264.474 ton yang dicapai pada tahun 2014.Target tahunan sebesar 274.140 ton, yang telah ditetapkan oleh Board of Directors (BOD) dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2024, optimis dapat diraih dalam beberapa hari ke depan.


Mhd Agus Salim Kaban, Ketua PUK FSP LEM SPSI PT INALUM, menyatakan bahwa pencapaian ini merupakan hasil nyata dari komitmen penuh seluruh pegawai dan anggota serikat pekerja dalam mendukung keberlanjutan perusahaan.


"Pencapaian ini adalah bukti nyata komitmen dan kerja keras seluruh elemen perusahaan. Dengan menjaga produktivitas, efisiensi, dan kerja sama tim, kami dapat melampaui target yang telah ditetapkan," ujar Agus.


Ia juga menegaskan pentingnya menghilangkan pola pikir silo antar divisi untuk memastikan semua lini bekerja secara sinergis.Agus menambahkan bahwa tagline “Tuntutan Berdasarkan Produktivitas” menjadi pedoman kerja PUK FSP LEM SPSI di bawah kepemimpinannya.Tagline ini mencerminkan visi kepengurusan untuk terus mendorong peningkatan kualitas kerja dan hasil produksi.


Di sisi lain, Ketua DPC FSP LEM SPSI Kabupaten Batubara, Firman Usman, mengajak seluruh anggota serikat pekerja untuk bersatu dan lebih solid.


"SP LEM adalah lembaga yang telah teruji dalam memperjuangkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Kami tidak hanya memperjuangkan hak, tetapi juga berperan aktif dalam menciptakan kondisi kerja yang lebih baik. Dengan begitu, target perusahaan dapat tercapai bahkan dilampaui," tegas Firman.


Capaian lain yang patut dibanggakan adalah keberhasilan Divisi Rantai Pasok Komersial yang dipimpin oleh Gusti Fauzi M. Gafli. Divisi ini mencatatkan rekor penjualan tertinggi sepanjang masa sebesar 263.651 ton. Selain itu, INALUM juga berhasil meraih peringkat Quadrant 1 dalam World-Class Smelter Cost Management dari Wood McKenzie, sebuah perusahaan global yang menyediakan layanan data dan analitik di sektor energi dan sumber daya alam.


Direktur Utama PT INALUM, Ilhamsyah Mahendra, menyatakan optimisme perusahaan dalam mencapai target produksi 274.000 ton pada tahun ini.


"Pencapaian ini merupakan langkah awal untuk mendukung swasembada aluminium, mencukupi kebutuhan pasar domestik, sekaligus meningkatkan penetrasi di pasar global," ungkap Ilhamsyah.


Ia juga menekankan bahwa keberhasilan ini menjadi fondasi untuk melanjutkan kinerja terbaik di masa mendatang.(Obn)

Ternyata Ini Alasan UMSK Jawa Barat Tidak Ditetapkan oleh Pj. Gubernur

Penyampaian Aspirasi Aliansi Buruh Bekasi Melawan ke Anggota Dewan DPRD Kota Bekasi Perihal UMSK yang belum di SK kan oleh PJ Gubernur (Dok Foto Red)


Bekasi, Pj Gubernur di anggap Berdalih soal Penetapan Upah Minimum Sektoral di Jawa Barat. Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengembalikan rekomendasi penetapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) kepada Dewan Pengupahan di tingkat kabupaten/kota. Hal ini didasarkan pada ketidaksepakatan bulat antara seluruh unsur Dewan Pengupahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024.


Dalam surat resmi yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat, tertanggal 26 Desember 2024 disebutkan bahwa rekomendasi yang tidak memenuhi persyaratan tersebut tidak dapat diajukan kepada Penjabat (Pj.) Gubernur untuk ditetapkan dalam bentuk Surat Keputusan (SK).


Abdul Haris, anggota Dewan Pengupahan Kota Bekasi, menyampaikan kritik tajam terhadap langkah Pj. Gubernur. Menurutnya, ini adalah bentuk dalih dari Pj. Gubernur untuk menghindari tekanan politik dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Ketua DPR RI Sumi Dasco Ahmad, dan pimpinan nasional.


“Intinya ini cara Pj. untuk berdalih kepada Pak Sumi Dasco, Mendagri, dan pimpinan nasional bahwa Pemprov memberikan kesempatan kepada daerah untuk merevisi rekomendasi sesuai PERMEN. Dengan kata lain, mengelak dan keluar dari tekanan,” jelas Haris.


Ia juga menyoroti tafsir “kesepakatan bulat” yang menurutnya tidak memiliki dasar yang jelas. “Tafsir ‘bulat’ itu nggak ada, dan tafsir yang mengada-ada,” tegasnya.


Haris menjelaskan bahwa kesepakatan yang dimaksud dalam Permenaker 16 Tahun 2024 adalah kesepakatan kelembagaan yang dapat tercapai melalui dua mekanisme:


Musyawarah mufakat tiga unsur: perwakilan pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.

Voting sesuai tata tertib Dewan Pengupahan.

Ia membandingkan dengan aturan sebelumnya dalam PP 36 Tahun 2021, yang mensyaratkan kesepakatan antara asosiasi pengusaha sektoral dan serikat pekerja terkait.


Senada dengan Haris, Yosep dari Dewan Pengupahan Kabupaten Bekasi menilai bahwa Pj. Gubernur hanya mencari alasan untuk tidak menerbitkan SK UMSK.


“Gubernur cari alasan karena tidak menerbitkan SK UMSK kabupaten/kota melalui Bupati/Walikota yang telah merekomendasikan UMSK,” ungkap Yosep.


Ia menegaskan bahwa rekomendasi dari berbagai daerah sudah melalui proses sesuai prosedur. Namun, langkah pengembalian rekomendasi tersebut dinilai sebagai upaya Pj. Gubernur untuk menghindari tanggung jawab.

Sebanyak 13 kabupaten/kota di Jawa Barat terdampak kebijakan ini, di antaranya:

  1. Kota Bekasi
  2. Kabupaten Karawang
  3. Kabupaten Bekasi
  4. Kabupaten Purwakarta
  5. Kota Bogor
  6. Kabupaten Bogor
  7. Kota Bandung
  8. Kota Cimahi
  9. Kabupaten Bandung Barat
  10. Kabupaten Sumedang
  11. Kabupaten Indramayu
  12. Kabupaten Cirebon
  13. Kabupaten Majalengka


Pengembalian rekomendasi ini dikhawatirkan akan memperpanjang proses penetapan UMSK di daerah-daerah tersebut. Situasi ini berpotensi memengaruhi dinamika hubungan industrial, terutama di sektor yang telah mengusulkan kenaikan upah berdasarkan kebutuhan sektoral.


Keputusan ini menimbulkan berbagai kritik dari pihak serikat pekerja yang merasa dirugikan. Dengan batas waktu hingga 29 Desember 2024 untuk mengajukan ulang rekomendasi yang telah disepakati secara bulat, para pihak berharap Dewan Pengupahan dapat menyelesaikan permasalahan ini secara cepat dan adil demi kepentingan bersama.(obn)

PJ Gubernur Jawa Barat Kembalikan rekomendasi UMSK ke PJ Bupati yang belum sepakat

Surat Pengembalian pembahasan UMSK dari Pj Gubernur Jawa Barat ke PJ Bupati se Jawa Barat


Bandung,Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengembalikan rekomendasi penetapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) kepada Dewan Pengupahan di tingkat kabupaten/kota. Hal ini didasarkan pada ketidaksepakatan bulat antara seluruh unsur Dewan Pengupahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024.


Dalam surat resmi yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat, tertanggal 26 Desember 2024 disebutkan bahwa rekomendasi yang tidak memenuhi persyaratan tersebut tidak dapat diajukan kepada Penjabat (Pj.) Gubernur untuk ditetapkan dalam bentuk Surat Keputusan (SK).


Haris, anggota Dewan Pengupahan Kota Bekasi, menyampaikan kritik tajam terhadap langkah Pj. Gubernur. Menurutnya, ini adalah bentuk dalih dari Pj. Gubernur untuk menghindari tekanan politik dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Ketua DPR RI Sumi Dasco Ahmad, dan pimpinan nasional.


“Intinya ini cara Pj. untuk berdalih kepada Pak Sumi Dasco, Mendagri, dan pimpinan nasional bahwa Pemprov memberikan kesempatan kepada daerah untuk merevisi rekomendasi sesuai PERMEN. Dengan kata lain, mengelak dan keluar dari tekanan,” jelas Haris.


Ia juga menyoroti tafsir “kesepakatan bulat” yang menurutnya tidak memiliki dasar yang jelas. “Tafsir ‘bulat’ itu nggak ada, dan tafsir yang mengada-ada,” tegasnya.


Haris menjelaskan bahwa kesepakatan yang dimaksud dalam Permenaker 16 Tahun 2024 adalah kesepakatan kelembagaan yang dapat tercapai melalui dua mekanisme:

Musyawarah mufakat tiga unsur: perwakilan pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.Voting sesuai tata tertib Dewan Pengupahan.Ia membandingkan dengan aturan sebelumnya dalam PP 36 Tahun 2021, yang mensyaratkan kesepakatan antara asosiasi pengusaha sektoral dan serikat pekerja terkait.


Senada dengan Haris, Yosep dari Dewan Pengupahan Kabupaten Bekasi menilai bahwa Pj. Gubernur hanya mencari alasan untuk tidak menerbitkan SK UMSK.


“Gubernur cari alasan karena tidak menerbitkan SK UMSK kabupaten/kota melalui Bupati/Walikota yang telah merekomendasikan UMSK,” ungkap Yosep.

Ia menegaskan bahwa rekomendasi dari berbagai daerah sudah melalui proses sesuai prosedur. Namun, langkah pengembalian rekomendasi tersebut dinilai sebagai upaya Pj. Gubernur untuk menghindari tanggung jawab.

Sebanyak 13 kabupaten/kota di Jawa Barat terdampak kebijakan ini, di antaranya:

Kota Bekasi

Kabupaten Karawang

Kabupaten Bekasi

Kabupaten Purwakarta

Kota Bogor

Kabupaten Bogor

Kota Bandung

Kota Cimahi

Kabupaten Bandung Barat

Kabupaten Sumedang

Kabupaten Indramayu

Kabupaten Cirebon

Kabupaten Majalengka


Pengembalian rekomendasi ini dikhawatirkan akan memperpanjang proses penetapan UMSK di daerah-daerah tersebut. Situasi ini berpotensi memengaruhi dinamika hubungan industrial, terutama di sektor yang telah mengusulkan kenaikan upah berdasarkan kebutuhan sektoral.


Keputusan ini menimbulkan berbagai kritik dari pihak serikat pekerja yang merasa dirugikan. Dengan batas waktu hingga 29 Desember 2024 untuk mengajukan ulang rekomendasi yang telah disepakati secara bulat, para pihak berharap Dewan Pengupahan dapat menyelesaikan permasalahan ini secara cepat dan adil demi kepentingan bersama.(obn)

Buruh Kabupaten Cirebon Raya Geram Perihal Keputusan PJ Gubernur Jawa Barat Terkait Dengan Penetapan UMSK

Audensi Kaum Buruh dengan Anggota Dewan DPRD Cirebon adukan perihal UMSK yang belum disahkan PJ Gubernur Jawa Barat


Cirebon, 18 Desember 2024, Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin mengumumkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tahun 2025 melalui Kepgub Nomor 561.7/Kep.802-Kesra/2024. UMSK ini berlaku di beberapa kabupaten dan kota di Jawa Barat.

Namun, tidak semua kabupaten dan kota di Jawa Barat mengajukan UMSK. Beberapa daerah yang tidak mengajukan UMSK adalah Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung, Kota Cirebon, dan lainnya. Sementara itu, hanya Kabupaten Subang dan Kota Depok yang pengajuan UMSK-nya memenuhi kriteria dan ditetapkan sebagai UMSK tahun 2025.

Keputusan PJ Gubernur Jawa Barat terhadap penetapan UMSK membuat buruh di Jawa Barat Geram, dikarenakan dari 18 Kab/Kota yang diusulkan hanya 2 Kab/Kota yang ditetapkan oleh PJ Gubernur Jawa Barat yakni Subang dan Kota Depok.

Tidak terima akan keputusan PJ Gubernur, kalangan Buruh Cirebon Raya Melakukan Aksi Unjuk Rasa di Kantor DPRD Kabupaten Cirebon, dengan mambawa 2 tuntutan yaitu:

1. Tetapkan UMSK Yang Sudah Direkomendasikan oleh Kab/Kota Di Jawa Barat

2. Copot/Berhentikan Bey Machmudin Sebagai Pj. Gubernur Jawa Barat

Dalam audensinya dengan Anggota Dewan DPRD Cirebon Kaum Buruh sampaikan, maksud kedatangannya meminta kepada DPRD Kabupaten Cirebon sebagai Wakil Rakyat untuk membuatkan surat rekomendasi terhadap tuntutan kaum Buruh yang isinya:

Pertama, tetapkan UMSK Kabupaten Cirebon yang sudah direkomendasikan oleh PJ Bupati Cirebon, agar segera ditetapkan oleh PJ Gubernur Jawa Barat, dan yang kedua adalah meminta pemberhentian PJ Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin yang dikarenakan dari 18 Kab/Kota yang mengusulkan UMSK hanya 2 Kab/Kota yang ditetapkan oleh PJ Gubernur yakni Subang dan Kota Depok, yang dimana nanti surat tersebut ditujukan ke KEMENDAGRI.

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon Hasan Basori sangat mengapresiasi dengan hadirnya Kaum Buruh Cirebon Raya, karena Selalu memperjuangkan hak-hak para buruh yang ada di Kabupaten Cirebon.

Menurut beliau, “Terkait dengan tuntutan Kaum Buruh, perlu saya sampaikan bahwa saya sudah menugaskan Disnaker Kabupaten Cirebon untuk melakukan kajian terkait dengan UMSK Kabupaten Cirebon, dan harus mempertimbangkan resiko tertingginya, dan harus selesai sebelum bulan April 2025. Sehingga, di triwulan pertama Kabupaten Cirebon sudah punya UMSK.

“Saya akan kawal untuk hal tersebut, jadi kita tunggu bupati dan gubernur yang baru, demi pertumbuhan ekonomi kabupaten cirebon yang lebih baik”. Pungkasnya.(obn)

Gabungan Serikat Pekerja/Serikat Buruh Provinsi Jawa Barat Adukan Problematika UPAH Jawa Barat ke Presiden Prabowo

Surat Gabungan Serikat Pekerja ke Presiden Prabowo


Jawa Barat,Gabungan Serikat Pekerja/Serikat Buruh Provinsi Jawa Barat resmi mengajukan pengaduan kepada Presiden Republik Indonesia, Jenderal (Purn) H. Prabowo Subianto, terkait kebijakan Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat dalam penetapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tahun 2025. Pengaduan ini merespons keputusan Pj Gubernur yang hanya menetapkan UMSK untuk dua wilayah, yaitu Kabupaten Subang dan Kota Depok, yang dinilai tidak sesuai dengan rekomendasi Dewan Pengupahan setempat.

Dalam surat bernomor 034/SP/SB/JB/XII/2024 tertanggal 23 Desember 2024 tersebut, Serikat Pekerja/Buruh mengungkapkan keberatan terhadap kebijakan Pj Gubernur yang dianggap tidak sejalan dengan arahan Presiden RI, yakni kenaikan Upah Minimum tahun 2025 sebesar 6,5% serta pelibatan dewan pengupahan daerah dalam penetapan kebijakan pengupahan. Kebijakan tersebut didukung oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 31 Oktober 2024 yang menyatakan pentingnya pengupahan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.

Namun, dari 18 kabupaten/kota di Jawa Barat yang telah mengajukan rekomendasi UMSK, Pj Gubernur hanya menetapkan UMSK di dua wilayah, dengan penghapusan sebagian besar rekomendasi tanpa alasan yang jelas. Tindakan ini dinilai merugikan pekerja/buruh di wilayah lain, seperti Kota Bandung, Kabupaten Karawang, dan Kota Bekasi, yang turut mengajukan rekomendasi.

Ketua DPD FSP LEM SPSI Provinsi Jawa Barat, Muhamad Sidarta, yang tergabung dalam Gabungan Serikat Pekerja/Buruh Jawa Barat, menegaskan bahwa langkah Pj Gubernur dalam penetapan UMSK 2025 merupakan tindakan sewenang-wenang yang tidak mematuhi arahan Presiden. M Sidarta menyatakan kebijakan tersebut berpotensi mengganggu stabilitas hubungan industrial di Jawa Barat dan merugikan hak-hak pekerja/buruh. Ia menegaskan bahwa perjuangan akan terus dilanjutkan, termasuk melalui aksi turun ke jalan, hingga UMSK 2025 untuk seluruh kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan rekomendasi Dewan Pengupahan.

Dalam pengaduan ini, Serikat Pekerja/Buruh meminta Presiden RI untuk:

1. Memerintahkan revisi Keputusan Gubernur Nomor 561.7/Kep.802-Kesra/2024.

2. Memerintahkan Pj Gubernur untuk menetapkan UMSK di 18 kabupaten/kota sesuai rekomendasi Dewan Pengupahan.

3. Mengganti Pj Gubernur Jawa Barat yang dianggap sering mengeluarkan kebijakan kontroversial.

Pengaduan ini merupakan bentuk upaya advokasi pekerja/buruh di Jawa Barat untuk memastikan kebijakan pengupahan yang adil dan sesuai dengan kebutuhan hidup layak. Gabungan Serikat Pekerja/Buruh Jawa Barat berharap Presiden dapat segera memberikan atensi terhadap permasalahan ini demi menjaga harmonisasi hubungan industrial di wilayah Jawa Barat.

Aliansi Buruh Sektor Jakarta, Sambangi Balai Kota Jakarta Tagih Janji Revisi KepGub UMSP 2025

Ketua Aliansi Buruh Sektor Jakarta Yusup Suprapto


Jakarta, Senin, 23 Desember 2024 – Ribuan buruh di Jakarta kembali turun ke jalan hari ini, untuk mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta segera merealisasikan penetapan upah minimum sektoral (UMS) berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor No.10 Tahun 2020 tentang Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) sebagai landasan jumlah sektor di Jakarta.

Para buruh menilai bahwa Pergub UMSP Tahun 2020 telah mengatur secara jelas mekanisme penetapan UMS yang seharusnya memberikan perlindungan lebih bagi pekerja. Namun, hingga saat ini, pelaksanaan Pergub tersebut masih belum optimal.

ABSJ  yang menjadi salah satu penyelenggara aksi menyatakan bahwa Buruh Sektor Jakarta, bahwa penetapan UMS berdasarkan Pergub UMSP Tahun 2020 adalah hak yang harus diperjuangkan.

Yusup Suprapto dalam orasinya menyampaikan hal-hal yang sangat detail untuk dilaksanakan oleh pemerintah Jakarta, para buruh juga melakukan long march mengelilingi depan balaikota Jakarta dan membagikan leaflet kepada masyarakat.(Ndi)

Di Guyur Hujan tak Halangi Kaum Buruh tuntut PJ Gubernur DKJ Jakarta Revisi UMSP 2025

Ketua Aliansi UMSP DKJ Jakarta Yusup Suprapto


Jakarta, Upah Minimum Propinsi tak kunjung selesai kaum buruh beramai ramai dateng ke Balai Kota Jakarta.Jl. Medan Merdeka Selatan, Senin 23/12/2024. 

Di bawah Aliansi Buruh UMSP DKJ Jakarta seluruh Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang ada di Jakarta meminta kepada PJ Gubernur DKJ Teguh Setyabudi untuk berani merevisi SK 832 Tahun 2024 tentang UMSP 2025 dimana sektor yang belum terakomodir untuk segera bisa di SK kan. 

 Alhamdulillah niat baik tersebut ada pada PJ Gubernur dengan merespon mengintruksikan Kadis untuk segera membahas dengan Perwakilan pekerja Upah Sektoral yang kemaren belum diselesaikan untuk segera di selesaikan. 

Dari mobil Komando Ketua Aliansi Buruh UMSP DKJ Jakarta Yusup Suprapto menginformasikan bahwa hari ini Pukul 14:00 Wib Para pimpinan Buruh dan juga Dewan Pengupahan untuk di ajak melakukan Pertemuan membahas soal UMSP DKJ Jakarta. 

Adapun tempat pertemuan tersebut ada di Kantor PPKD Jakarta Pusat. Jikalau keputusannya tidak sesuai apa yang sudah di rekomendasi oleh kaum Buruh, maka Kaum Buruh Jakarta akan melakukan Mogok Daerah menuntut kepada PJ Gubernur agar bisa merevisi SK UMSP DKJ Jakarta. 

Sampai berita ini di turunkan Dewan Pengupahan dan juga Pimpinan Buruh sedang melakukan pertemuan pembahasan UMSP DKJ Jakarta.(Obn) 

Kekecewaan Buruh di Jabar usai UMSK Hanya Ditetapkan untuk 2 Daerah

Penyampaian hasil sidang Dewan Pengupahan Jawa Barat kepada masa aksi 18/12/2025 malam


Bandung, Serikat buruh di Jawa Barat mengaku kecewa dengan keputusan Pj Gubernur Bey Machmudin yang hanya menetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) 2025 di dua daerah.

Padahal, sebanyak 18 daerah di Jabar telah merekomendasikan besaran UMSK 2025 kepada pemerintah provinsi. Namun dalam pengumumannya, hanya dua daerah saja yang ditetapkan yakni Kabupaten Subang dan Kota Depok.


"Buruh Jawa Barat sangat kecewa dengan keputusan Pj Gubernur terkait dengan UMSK 2025, Pj Gubernur hanya menetapkan UMSK Subang dan Depok dan menolak 16 rekomendasi UMSK tanpa alasan yang jelas," tegas Ketua DPD F SP LEM SPSI Jabar, Muhammad Sidarta, Kamis (19/12/2024).


Sidarta menjelaskan, penetapan UMSK Subang dan Depok juga tidak sesuai dengan rekomendasi dimana dari 21 jenis industri yang direkomendasikan oleh Kota Depok, hanya 5 jenis industri yang ditetapkan. Sementara untuk Subang, dari 19 jenis industri hanya 3 yang ditetapkan.


"Bahkan Garut, Cianjur dan Kota Tasikmalaya yang seluruh dewan pengupahannya bersepakat untuk merekomendasikan UMSK 2025 tidak ditetapkan oleh Pj Gubernur tanpa alasan yang jelas dan kabupaten kota lainnya yang juga tidak ditetapkan," katanya.


Dia menyebut, apa yang dilakukan Bey Machmudin itu dianggap telah melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168, Permenaker 16/2024 serta asas pemerintahan yang baik. Bahkan Sidarta menuding, Bey lebih berpihak kepada pengusaha.


"Pj Gubernur selama ini terlalu berpihak terhadap kepentingan pengusaha selama menjabat di Jawa Barat, membuat buruh dalam posisi sulit, oleh karena itu kita akan melakukan perlawanan," tegasnya.


Sementara Ketua SPN Jabar, Dadan Sudiana mempertanyakan alasan Bey Machmudin yang tidak mengumumkan UMSK di 16 daerah. Menurut Dadan, keputusan Bey tersebut sangat di luar harapan buruh.


Menurutnya, dari 27 daerah, ada 18 yang merekomendasikan UMSK dimana 6 diantaranya telah terjalin kesepakatan antara pekerja, pemerintah dan pengusaha. Sementara 12 daerah lain hanya disepakati pekerja dan pemerintah.


"Kalau 9 daerah tidak merekomendasikan ya sudah, karena memang tidak ada. Tapi ini yang merekomendasikan sudah ada kesepakatan dewan pengupahan, gubernur tidak menetapkan kenapa," tanya Dadan.


"Ketika ini sudah disepakati di tingkat kabupaten kota, tidak ada kewenangan dari provinsi untuk merubah apalagi menghilangkan rekomendasi itu," lanjutnya.


Karena itu, Dadan menyebut buruh di Jabar akan menggelar aksi besar-besaran di Jakarta terkait UMSK pada 24, 26 dan 27 Desember nanti. Dalam aksi itu, buruh menuntut Pj Gubernur Jabar menetapkan UMSK untuk daerah lainnya.


"Tanggal 24, 26, 27 kita aksi di Istana Negara, menuntut Pj menetapkan (UMSK), kalau tidak diberhentikan saja Pj Bey Machmudin ini," ujarnya.


Alasan UMSK Hanya Ditetapkan 2 Daerah


Melalui Kepgub Nomor: 561.7/Kep.802-Kesra/2024 Tentang Upah Minimum Sektoral Kabupaten/ Kota (UMSK) tahun 2025, Bey menjelaskan alasan hanya menetapkan UMSK untuk dua daerah.


Menurut Bey, dari 27 daerah ada sembilan daerah yang tidak mengusulkan UMSK, yakni Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung, Kota Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, dan Kota Banjar.


Kemudian, ada 13 kabupaten dan kota yang pengajuannya tidak disepakati yakni Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Purwakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon,Kabupaten Majalengka.


Sementara itu terdapat lima kabupaten dan kota yang mengajukan UMSK yaitu Kabupaten Subang, Kota Depok, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, dan Kota Tasikmalaya.


Namun berdasarkan Pasal 7 Permenaker 16/2024 yang berkenaan dengan risiko kerja, tidak semuanya ditetapkan. Hanya Kabupaten Subang dan Kota Depok yang pengajuan UMSK dianggap memenuhi kriteria.


"Sedangkan tiga daerah lainnya, yaitu Kabupaten Cianjur, Kota Tasikmalaya, dan Kabupaten Garut, tidak memenuhi kriteria," sebut Bey.


"Jadi kami sudah sesuai dengan Permenaker, kami mohon agar disepakati bersama, ini untuk kebaikan kita semua, jadi kami juga menghitung dalam kondisi ekonomi seperti sekarang, betul -betul dihitung agar kesinambungan industri tetap berjalan terus," jelas Bey.(obn)

PERNYATAAN SIKAP KETUA DPD FSP LEM SPSI JAWA BARAT

Saya Muhamad Sidarta, Ketua DPD FSP LEM SPSI Jawa Barat dengan ini mewakili anggota FSP LEM SPSI Jawa Barat, Khususnya dan buruh Jawa Barat pada umumnya,. Menyatakan sikap sangat kecewa dan sangat marah terhadap PJ. Gubernur Jawa Barat yang tidak menetapkan UMSK tahun 2025 berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota yang telah bersepakat sesuai dengan pasal 9 ayat 2 huruf b Permenaker Nomor 16 Tahun 2024 Tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025. 

Jelas dalam hal ini Kebijakan PJ. Gubernur Jawa Barat tidak mengindahkan kebijakan pemerintah pusat, mengabaikan rekomendasi Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota yang disampaikan kepada PJ. Gubernur Jawa Barat melalui Bupati/Walikota masing - masing daerah dan mendzalimi buruh Jawa Barat dengan menetapkan kebijakan yang tidak adil.

Adil itu tidak harus sama, tetapi harus proposional, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) merupakan kebijakan pemerintah sebagai jaring pengaman untuk melindungi hak buruh yang tidak boleh dilanggar oleh perusahaan kecil sekalipun. 

Demi keadilan, bagi perusahaan menengah dan besar Pemerintah mengatur Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) yang nilainya harus lebih besar dari UMK untuk sektor yang memiliki : Karakteristik dan resiko kerja yang berbeda dari sektor lainnya, dan tuntutan pekerjaan yang lebih berat atau spesialisasi yang diperlukan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, saya selaku Ketua DPD FSP LEM SPSI telah berkoordinasi dengan seluruh Dewan Pimpinan Cabang FSP LEM SPSI Se Jawa Barat dan Pimpinan Federasi lainnya tingkat Jawa Barat, dengan ini melaporkan Kepada Ketua Umum FSP LEM SPSI, bahwa : 
  1. Kami DPD FSP LEM SPSI dan DPC FSP LEM SPSI Se Jawa Barat beserta anggota dan Federasi lainnya telah berjuang bersama dengan maksimal. 
  2. Karena PJ. Gubernur Jawa Barat tidak mengindahkan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan mengabaikan rekomendasi Kabupaten/Kota. Maka kami mohon Pimpinan Nasional segera menyampaikan kepada Pemerintah pusat untuk segera mengambil tindakan yang diperlukan. 
  3. Sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ayat 102 : Dalam Melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang undangan ketenagakerjaan. 
 Demikian disampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan banyak terima kasih.

Kawal Putusan UMSK Jabar Buruh Bertahan Hingga Larut Malam

Bandung, MEDIA LEM - Aksi pengawalan penetapan Upah Minimum Sektoral Kab./Kota di Jawa Barat berlangsung dari pagi hingga larut malam menunggu Pj. Gubernur menandatangani S.Kep untuk UMSK Kab./Kota se- Jawa Barat di depan Gedung Sate Bandung pada Rabu, (18/12/2024) sesuai batas akhir waktu penetapan UMSK. Para pimpinan Buruh Jawa Barat memutuskan untuk masuk ke dalam gedung sate Bandung guna memastikan apakah Pj. Gubernur sudah menandatangani S.Kep UMSKnya. Masa aksi yang berasal dari berbagai federasi dan di wilayah Jawa Barat masih bertahan untuk mengawal penetapan UMSK Kab. Kota se-Jawa Barat.

Dalam aksi yang dilakukan dari pagi hingga malam ini, suasana kondusif dan hanya terjadi insiden kecil, robohnya pagar gedung sate tapi masa aksi tetap aman dan terkendali, sampai berita ini diterbitkan masih belum ada keputusan yang bisa disampaikan.[ERK.]


Jawa Barat menetapkan UMK 2025 dengan hanya UMSK dua daerah yang ditetapkan

Penjabat Gubernur Jabar Bey Triadi Machmudin didampingi jajaran Pemprov Jabar mengumumkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kota/Kabupaten (UMSK) 2025, di Gedung Sate Bandung, Rabu (18/12/2024) malam


Bandung, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) akhirnya menetapkan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kota/Kabupaten (UMSK), di Gedung Sate Bandung, Rabu malam, dengan hanya dua daerah yang UMSK-nya ditetapkan.


Penetapan UMK dan UMSK dibacakan langsung oleh Penjabat (Pj) Gubernur Jabar Bey Triadi Machmudin, dengan Keputusan Gubernur Jabar Nomor 561.7/Kep.798-Kesra/2024 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2025, dan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 561.7/Kep.802-Kesra/2024 tentang UMSK 2025.


"Untuk UMK telah disepakati kenaikannya seragam yakni 6,5 persen sesuai Permenaker 16 Tahun 2024," kata Bey Machmudin.


Sedangkan mengenai UMSK, Bey menyebut ada sembilan kabupaten/kota yang tidak mengusulkan, yaitu Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung, Kota Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Pangandaran, dan Kota Banjar.


Sementara, ada 13 kabupaten/kota yang tidak terjadi kesepakatan, yaitu Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Bekasi, Purwakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, Sumedang, Indramayu, Kabupaten Cirebon, dan Majalengka.


Sedangkan lima lainnya, yaitu Kabupaten Subang, Kota Depok, Kabupaten Cianjur, Garut, dan Kota Tasikmalaya, mengajukan UMSK dengan berdasarkan Permenaker 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum 2025, khususnya Pasal 7 ayat 3 terkait risiko kerja.


"Hanya dua kabupaten/kota, yaitu Subang dan Kota Depok yang ditetapkan UMSK-nya. Itu pun dari usulan UMSK tidak semua disepakati," ujar Bey.


Terkait apakah adanya deadlock atau tidak terjadi kesepakatan, serta tidak adanya pengajuan dari sejumlah kabupaten/kota, Bey mengaku tidak mengetahui pasti alasan dari pemerintah kabupaten/kota tersebut.


"Kami menerima rekomendasi, surat. Itu yang kami dasarkan. Kenapa-kenapanya, kami hanya menerima, tidak terjadi kesepakatan," ujarnya pula.


Adapun mengenai kenaikan UMSK di dua kabupaten/kota yang ditetapkan, dia menyebutkan angkanya hanya naik 0,5 persen dari UMK 2025 yang naik 6,5 persen dari 2024.


"Kami mohon agar disepakati bersama dan ini untuk kebaikan kita semua. Jadi kami juga menghitung, dalam kondisi ekonomi seperti sekarang, agar industri jalan terus. Kita berharap, 6,5 persen. Kan bukan berarti tidak naik. 6,5 persen cukup besar juga. Mudah-mudahan dipahami," katanya lagi.


Sedangkan mengenai detail angka kenaikan dari 27 kabupaten/kota, serta sektor yang diajukan dalam UMSK, kata dia pula, akan disampaikan lebih lanjut menunggu rampungnya Kepgub Nomor 561.7/Kep.802-Kesra/2024 tentang UMSK 2025.


Penetapan UMK dan UMSK di Jabar ini, diiringi dengan aksi massa yang dilakukan serikat buruh di sekeliling Gedung Sate. Ribuan buruh sejatinya telah melakukan aksi sejak 15 Desember lalu, hingga di hari akhir tenggat waktu penetapan pada Rabu malam ini.


Adapun besaran UMK 2025 berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 561.7/ Kep. 798- Kesra/2024 adalah:

1. KOTA BEKASI (Rp5.690.752,95)

2. KABUPATEN KARAWANG (Rp5.599.593,21)

3. KABUPATEN BEKASI (Rp5.558.515,10)

4. KABUPATEN PURWAKARTA (Rp4.792.252,92)

5. KABUPATEN SUBANG (Rp3.508.626,53)

6. KOTA DEPOK (Rp5.195.721,78)

7. KOTA BOGOR (Rp5.126.897,22)

8. KABUPATEN BOGOR (Rp4.877.211,17)

9. KABUPATEN SUKABUMI (Rp3.604.482,92)

10. KABUPATEN CIANJUR (Rp3.104.583,63)

11. KOTA SUKABUMI (Rp3.018.634,94)

12. KOTA BANDUNG (Rp4.482.914,09)

13. KOTA CIMAHI (Rp3.863.692,00)

14. KABUPATEN BANDUNG BARAT (Rp3.736.741,00)

15. KABUPATEN SUMEDANG (Rp3.732.088,02)

16. KABUPATEN BANDUNG (Rp3.757.284,86)

17. KABUPATEN INDRAMAYU (Rp2.794.237,00)

18. KOTA CIREBON (Rp2.697.685,47)

19. KABUPATEN CIREBON (Rp2.681.382,45)

20. KABUPATEN MAJALENGKA (Rp2.404.632,62)

21. KABUPATEN KUNINGAN (Rp2.209.519,29)

22. KOTA TASIKMALAYA (Rp2.801.962,82)

23. KABUPATEN TASIKMALAYA (Rp2.699.992,26)

24. KABUPATEN GARUT (Rp2.328.555,41)

25. KABUPATEN CIAMIS (Rp2.225.279,16)

26. KABUPATEN PANGANDARAN (Rp2.221.724,19)

27. KOTA BANJAR (Rp2.204.754,48)

(Obn) 

Penetapan UMK dan UMSK 2025 Jawa Barat, Pagar Gedung Sate Jebol

Pagar gedung sate roboh akibat dorongan massa aksi yang mendesak masuk area halaman gedung sate


Bandung, Ribuan Buruh Gelar Aksi di Gedung Sate, Massa Desak Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota Jawa Barat


Ribuan buruh dari gabungan serikat pekerja dan serikat buruh se-Jawa Barat menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran pada 18 Desember 2024 di depan Gedung Sate, Bandung. Aksi ini merupakan puncak dari rangkaian demonstrasi yang telah berlangsung sejak Senin, 16 Desember 2024. Buruh terus mendesak Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Mahmudin, agar segera menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) kabupaten/kota di Jawa Barat.


Pada hari ini, Pj Gubernur Bey Mahmudin akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan (SK) penetapan UMK di seluruh wilayah Jawa Barat. Namun, hingga malam hari, massa aksi masih bertahan di sekitar Gedung Sate untuk memastikan Pj Gubernur tidak ingkar janji terhadap rekomendasi dari Dewan Pengupahan di 18 kabupaten/kota untuk penetapan UMSK di wilayah Jawa Barat.


Aksi yang berlangsung sejak pagi sempat diwarnai ketegangan. Pantauan di lapangan menunjukkan massa semakin memanas saat menunggu kepastian terkait UMSK. Insiden terjadi sekitar pukul 16.00 WIB, di mana pagar Gedung Sate roboh akibat dorongan massa yang mendesak masuk ke area tersebut. Beberapa aparat kepolisian yang telah bersiaga sejak pagi dikerahkan untuk mengamankan situasi dan mencegah kericuhan lebih lanjut.


Ketegangan dipicu oleh kekecewaan para buruh atas lambannya proses penetapan UMSK, meskipun Dewan Pengupahan Kota dan Dewan Pengupahan Kabupaten telah merekomendasikan besaran upah yang seharusnya ditetapkan. Para buruh menilai pemerintah provinsi terlalu lamban dalam merespons tuntutan mereka.


Aksi ini menjadi sorotan publik mengingat penetapan UMK dan UMSK memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan buruh. Para buruh menegaskan akan terus mengawal proses ini hingga larut malam untuk memastikan SK yang diterbitkan sesuai dengan rekomendasi yang telah disepakati.


Hingga berita ini diturunkan, suasana di sekitar Gedung Sate masih dijaga ketat oleh aparat kepolisian. Massa buruh tetap bertahan sambil menggemakan tuntutan mereka agar pemerintah provinsi menetapkan UMSK sesuai rekomendasi Dewan Pengupahan.(obn) 

Tak Berikan Rekomendasi UMSK Jawa Barat, Ini Daftar Wilayahnya

Rapat Dewan Pengupahan Depeprov Jawa Barat tentukan Upah Jawa Barat 2025


Bandung, Depeprov Jabar Rampungkan Rekomendasi UMK, Aspirasi 27 Kabupaten/Kota Dibahas Tuntas. 

Rapat Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov) Jawa Barat di Gedung Sate, Bandung, pada Selasa (17/12/2024) berlangsung sejak pukul 10.00 WIB hingga sekitar pukul 21.00 WIB. Proses pembahasan mendapatkan pengawalan ketat dari massa aksi aliansi buruh Jawa Barat yang telah hadir sejak siang hari.


Anggota Depeprov Jawa Barat, Ira Laila Budiman, dari unsur Buruh Perwakilan FSP KEP Purwakarta mengungkapkan bahwa rapat pembahasan rekomendasi upah telah berlangsung selama dua hari berturut-turut. “Kami mulai rapat sejak Senin pukul 13.00 WIB dan dilanjutkan Selasa pagi sampai larut malam. Alhamdulillah, seluruh rekomendasi upah minimum kabupaten/kota (UMK) dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat berhasil kami kawal 100% tanpa pengurangan satu pun,” jelas Ira Laila.


Namun, Ira juga mengungkapkan bahwa terdapat 9 kabupaten/kota yang tidak mengajukan rekomendasi Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK). Kesembilan daerah tersebut adalah Kabupaten Bandung, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Bandung, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Kuningan, dan Kota Cirebon. Ketidakhadiran rekomendasi dari daerah tersebut menyebabkan UMSK di wilayah-wilayah itu tidak dapat ditetapkan. 


“UMSK harus direkomendasikan oleh kabupaten/kota. Karena tidak ada rekomendasi dari sembilan daerah tersebut, maka UMSK tidak bisa ditetapkan,” lanjutnya.


Meski demikian, Ira memastikan bahwa rekomendasi dari 18 kabupaten/kota lainnya telah dikawal dengan baik. Ia juga menyebutkan bahwa aspirasi dari Penjabat (Pj) Wali Kota Bekasi, Pj Bupati Bekasi dan Pj Bupati Purwakarta turut diperkuat dalam berita acara rapat Depeprov.


“Seluruh rekomendasi UMK dan UMSK dari kabupaten/kota telah dimasukkan dalam berita acara, termasuk aspirasi dari Pj Wali Kota Bekasi, Pj Bupati Bekasi dan Pj Bupati Purwakarta. Kami berharap Gubernur dapat mengakomodasi seluruh rekomendasi tersebut secara penuh,” ujar Ira.


Rencananya, keputusan akhir mengenai UMK dan UMSK akan ditetapkan oleh Gubernur Jawa Barat pada 18 Desember 2024. Ira menutup pernyataannya dengan apresiasi terhadap perjuangan buruh Jawa Barat yang terus mengawal proses pengambilan keputusan.(Drs) 

100% UMSK JABAR LOLOS REKOMENDASI

Tim Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat, lakukan verifikasi rekomendasi UMSK dari berbagai Kabupaten/Kota Selasa, (17/12/2024)

Bandung, MEDIA LEM - Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat melakukan verifikasi data rekomendasi UMSK dari 27 Kabupaten / Kota yang ada di wilayah Jawa Barat pada Selasa, (17/12/2024) dan dikawal oleh ribuan masa buruh yang berasal dari berbagai federasi untuk memastikan bahwa hasil rekomendasi dari dewan pengupahan kabupaten / kota bisa di sahkan oleh Pj. Gubernur Jawa Barat. Terlihat para pimpinan buruh Jawa Barat mendampingi dan mengawal Dewan Pengupahan Provinsi diantaranya Sidarta selaku ketua DPD FSP LEM SPSI Jawa Barat, dan Roy Jinto Ketua DPD KSPSI Jabar.

"Hari ini kita bersama - sama serikat pekerja/buruh Jawa Barat untuk mengawal proses verifikasi atas rekomendasi UMSK dari berbagai kabupatan/Kota di Jawa Barat. kita akan pastikan semua wilayah menyelesaikan proses/rekomendasi ke Gubernur untuk di sahkan." Kata Sidarta diatas mobil koomando.

Hasil rapat Dewan Pengupahan Provinsi membahas UMSK selesai jam 21.15 WIB. Sebanyak 9 Kab/Kota sepakat untuk tidak merekomendasikan UMSK, sehingga dimungkinkan tidak akan ada UMSK 2025 untuk 9 (sembilan) Kab./Kota di jawa Barat yaitu Kab. Bandung, Kab. Sukabumi, Kota Sukabumi, Kab. Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kota Banjar, Kab. Pangandaran, Kab. Kuningan, Kota Cirebon. Sebanyak 18 Kab/kota dari 27 Kab/Kota di Jabar merekomendasikan UMSK 2025 dan sudah dikawal oleh Dewan Pengupahan Provinsi unsur buruh supaya ditetapkan oleh PJ. Gubernur Jabar, dan besok akan dilanjutkan pegawalan penetapan S.Kep atas UMSK Jawa Barat. [ERK].


Tak mau Tanda Tangan Buruh belum sepakat Hasil Pleno UMSK Depekab Tangerang

Rapat Dewan Pengupahan Kab Tangerang UMSK 2025 berjalan alot


Tangerang, Sempat ditunda hari Kamis, (12/12/2024), akhirnya rapat Pleno Dewan Pengupahan Kabupaten Tangerang (Depekab) dilanjutkan kembali hari Senin, (16/12/2024) dengan agenda rapat Pleno UMSK untuk menentukan besaran kenaikan upah UMSK di Kabupaten Tangerang tahun 2025, mendatang.


Rapat Pleno UMSK digelar di kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang, di jalan Raya Perahu, RT/RW 05/01, Desa Perahu, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang, dihadiri oleh semua unsur dari, Perwakilan Pemerintah dalam hal ini Kadisnaker Kabupaten Tangerang, unsur APINDO, unsur SP/ SB, serta unsur Pakar dan Akademisi.


Berikut hasil rekomendasi/ penyampaian peserta rapat pleno Depekab Tangerang dari masing masing unsur, terkait besaran UMSK untuk tahun 2025 di Kabupaten Tangerang ;


1. Unsur APINDO dalam Dewan Pengupahan berpendapat :


a. Bahwa petunjuk pelaksanaan penentuan Sektor Tertentu dalam penetapan UMSK Tahun 2025, sehinga perlu ada kajian lebih mendalam Sektor Tertentu mana saja yang memenuhi kriteria yang dituangkan dalam Permenaker No 16 Tahun 2024:


b. APINDO setuju untuk sektor tertentu yang masuk ke dalam penentan UMSK mengacu pada Keputusan Gubernur Tahun 2019, dengan ketentuan sebagai berikut :


Sektor IA : Nilai kenaikan UMSK sebesar Rp. 75.000, dari UMK Tahun 2025.

Sektor IB : Nilai kenaikan UMSK sebesar Rp. 50.000, dari UMK Tahun 2025.


Sektor II : Nilai kenaikan UMSK sebesar Rp. 40.000, dari UMK Tahun 2025.


Sektor IIIA : Nilai kenaikan UMSK sebesar Rp. 30.000, dari UMK Tahun 2025.

Sektor IIIB : Nilai kenaikan UMSK sebesar Rp. 20.000, dan/ atau melalui bipartit dari UMK Tahun 2025.


2. Dewan Pengupahan Kabupaten Tangerang dari Unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh berpendapat agar sektor tertentu yang masuk ke dalam penentuan UMSK mengacu pada Keputusan Gubernur Tahun 2019, dengan ketentuan sebagai berikut :


Sektor IA : Nilai kenaikan UMSK sebesar Rp. 343.781,90 dari UMK Tahun 2025, Sektor IB : Nilai kenaikan UMSK sebesar Rp. 196.044,68 dari UMK Tahun 2025.


Sektor II : Nilai kenaikan UMSK sebesar Rp. 147.033,51 dari UMK Tahun 2025.


Sektor IIIA : Nilai kenaikan UMSK sebesar Rp. 98.022, dari UMK Tahun 2025.

Sektor IIIB : Nilai kenaikan UMSK sebesar Rp. 73.606,705 dari UMK Tahun 2025.


3. Dewan Pengupahan dari unsur Pemerintah berpendapat :


a. Permintaan APINDO terkait tidak diklasifikasikan sektor usahanya tidak mungkin dilakukan karena upah sektoral hanya berlaku untuk sektor tertentu saja.


b. Gubernur tidak dapat mempertimbangkan rekomendasi dari Kabupaten Tangerang apabila masing – masing pihak hanya mengusulkan keinginannya masing – masing, harus ada kesepakatan seluruh pihak agar Gubernur bisa menetapkan UMSK 2025.


c. Upah Minimum Sektoral Kabupaten Tangerang perlu direkomendasikan tetapi tetap memperhatikan keberlangsungan industri padat karya, karena industri padat karya ini memiliki peran penting dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Tangerang.

4. Dewan Pengupahan dari unsur Pakar dan Akademisi berpendapat:


a. Pembahasan sidang pleno pada hari ini terkait pembagian klasifikasi dan nilai UMSK 2025 Pakar berpendapat dapat menggunakan klasifikasi UMSK berdasarkan Keputusan Gubernur Tahun 2019 sebagaimana usulan Serikat Pekerja/ Serikat Buruh.


b. Penyelesaian terbaik dari sidang pleno ini berdasarkan musyawarah mufakat dan para pihak harus menerima pendapat masing – masing unsur sehingga dapat menemukan mufakat.


Karena masing – masing unsur bersikukuh dengan pendapatnya, dan belum ada kesepakatan maka, rapat Pleno Dewan Pengupahan Kabupaten Tangerang akhirnya di tentukan melalui mekanisme voting. Hasil voting tersebut, usulan/ rekomendasi dari Serikat Pekerja kalah jumlah suara, dari usulan/ rekomendasi APINDO. Perbandingannya 10 berbanding 19 suara.


Semua anggota Depekab unsur SP/ SB yang berjumlah 10 orang, tetap dengan usulannya. Sedangkan yang mengikuti usulan APINDO berjumlah 19 orang, (unsur Pengusaha/ APINDO ; 9 orang, unsur Pakar ; 1 orang, Akademisi ; 1 orang, dan dari unsur Pemerintah ; 8 orang).


Berikut hasil kesimpulan rapat Pleno UMSK Depekab Tangerang ;


1. Unsur Serikat Pekerja/ Serikat Buruh, unsur Pengusaha dan unsur Pemerintah untuk sidang pleno UMSK telah menyepakati klasifikasi usaha yang digunakan sesuai dengan SK Gubernur Tahun 2019.

2. Berdasarkan hasil voting, maka penetapan kenaikan UMSK Kabupaten Tangerang Tahun 2025 mengikuti usulan APINDO sebagai berikut ;


* Sektor 1.a = Rp. 75.000

* Sektor 1.b = Rp. 50.000

* Sektor 2 = Rp. 40.000

* Sektor 3.a = Rp. 30.000

* Sektor 3.b = Rp. 20.000 dan/ atau berdasarkan hasil kesepakatan bipartit.

3. Usulan hasil Sidang Pleno untuk penetapan UMSK Tahun 2025 akan disampaikan ke Pj. Bupati Tangerang untuk selanjutnya dijadikan rekomendasi ke Pj. Gubernur Banten.


Akibat kecewa dengan hasil yang di dapat, serta sebagai bentuk pelawanan, beberapa perwakilan anggota Depekab dari unsur SP/ SB tidak mau menandatangani hasil rapat Pleno UMSK tersebut. (Obn)