Bapor Lem, Rabu, 7 Oktober 2015, bertempat di ruang rapat Paripurna Komisi IX DPR RI, sebanyak 20 perwakilan buruh dari Karawang, Bekasi, Jakarta, Surabaya, Batam dan Pasuruan hadir dalam Rapat Dengar Perndapat Umum dengan Komisi IX DPR RI berkaitan dengan rencana Revisi UU 02 tahun 2004 tentang PPHI. Revisi undang-undang ini, sebagaimana kita ketahui masuk dalam prioritas pembahasan di Senayan dengan insiator APINDO.
Perwakilan Buruh yang hadir, memberikan catatan terkait dengan perjalanan PPHI selama kurun waktu 11 tahun sejak UU ini disahkan. Beberapa point penting terkait dengan catatan buruh adalah:
1. Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) cacat hukum, sebab sebuah pengadilan harus dibentuk oleh perintah undang-undang, semantara PHI lahir tanpa perintah undang-undang
2. Waktu penyelesian kasus yang lama dan tidak berkepastian, sebab syarat 140 Hari kerja untuk menyelesaikan kasus di PHI sangat tidak masuk akal
3. Pengadilan yang mahal
4. Pengadilan yang korup, menunjuk kasus tertangkapnya hakim Imas Diana Sari ketika menerima suap Pengusaha oleh KPK
5. Jarak yang sangat jauh sebab hanya ada di ibukota Propinsi
6. Di Mahkamah Agung, kasus perburuhan bukan prioritas. Menunjuk ucapan Ketua MA kala itu, Bagir Manan bahwa MA akan sangat kewalahan menangani kasasi kasus perburuhan dari PHI, sebab perkara di MA sangat menumpuk. Sementara pengertianperkara dianggap menumpuk apabila selama setahun tidak tertangani
7. 70% pasal di undang-undang PHI sangat tidak adil
Berdasarkan rekomendasi-rekomendasi tersebut, semua perwakilan buruh sepakat menyampaikan rekomendasi bahwa Undang-undang PPHI layak dibubarkan/ dihentikan.
Sementara pihak parlemen beragam dalam menanggapi rekomendasi tersebut. Sebut saja, Anggota Komisi IX, Fraksi Golkar, M. Sarmuji yang menyatakan pendapatnya demikian : Melihat masukan dari kawan-kawan buruh, saya melihat usulan yang kongkret dari buruh, pihak yang selama ini berurusan dengan PPHI. Kita –seharusnya– sampai pada kesimpulan bahwa UU PPHI memang liberal dimana buruh dan majikan berhadap-hadapan secara tidak fair. Maka, layak Komisi IX mengusung usulan BUKAN REVISI UU PPHI TAPI HARUS UU YANG BARU. Meskipun demikian, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa UU PPHI masih layak dan hanya perlu direvisi pada beberapa pasal.
Bagi buruh, UU PPHI memang sangat tidak adil dan sudah sangat lama muncul keinginan untuk mendesak pembubaran sistem peradilan bercorak perdata ini. Momentum perubahan UU ini, dirasa menjadi pemicu gerak bagi buruh sebab APINDO sebagai inisiator perubahan salah satunya mengusulkan agar pengurus serikat buruh yang bisa beracara di pengadilan meskipun bukan advokat dihilangkan.
Momentum besar ini, selayaknya dijadikan alat konsolidasi bagi buruh, jangan terlambat lagi.
Sumber :khamid_mail@yahoo.com
Posted via Blogaway
0 comments:
Posting Komentar