Looking For Anything Specific?

ads header

Refleksi Akhir Tahun : UMSK Jawa Barat 2026 dan Kepastian Hukum Pengupahan

 

Foto: Ir. Muhamad Sidarta





Oleh : Muhamad Sidarta

Ketua DPD FSP LEM SPSI Jawa Barat


Menutup tahun 2025, isu Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) Jawa Barat Tahun 2026 masih menjadi perhatian serius bagi publik. Hingga kini, Keputusan Gubernur Jawa Barat terkait UMSK 2026 belum direvisi, meskipun Gubernur Jawa Barat secara terbuka menyatakan siap merevisi SK UMSK apabila terbukti bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, sebuah komitmen yang patut diapresiasi. Sampai akhir tahun, revisi tersebut belum terwujud karena masalah birokrasi di pemerintah provinsi. Inilah yang ditunggu-tunggu publik komitmen seorang Gubernur yang dipandang memiliki kredibitas, komitmen dan berintegritas.


Persoalan utama UMSK Jawa Barat bukan sekadar besaran upah, melainkan dasar hukum yang digunakan dalam penetapannya. Pemerintah provinsi menekankan bahwa UMSK hanya layak diberikan pada sektor dengan risiko kerja tinggi dan sangat tinggi. Pendekatan ini dimaksudkan sebagai kehati-hatian. Namun, secara hukum, PP Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan, yang menjadi dasar sah penetapan UMSK, tidak mensyaratkan klasifikasi risiko kerja. PP ini menegaskan bahwa UMSK ditetapkan berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota melalui mekanisme tripartit, dan harus lebih tinggi dari UMK.


Klasifikasi risiko kerja tinggi dan sangat tinggi justru berasal dari PP Nomor 82 Tahun 2019, yang sebetulnya hanya untuk mengatur jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Regulasi ini berlaku untuk kepentingan jaminan sosial ketenagakerjaan, bukan untuk penetapan upah minimum. Dengan demikian, penggunaan klasifikasi risiko kerja berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2019 sebagai dasar mutlak dan utama dalam menetapkan UMSK dapat menimbulkan percampuran rezim hukum, yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian, perbedaan tafsir dan bisa jadi cacat hukum.


Selain itu, rekomendasi Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota lahir dari dialog sosial tripartit, yang melibatkan pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja. Rekomendasi ini merupakan instrumen sah untuk menetapkan UMSK berdasarkan PP Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan. 


Dari perspektif hukum administrasi negara, setiap keputusan pejabat publik harus memenuhi asas legalitas, kepastian hukum, dan partisipasi. Asas ini untuk menjamin kebijakan publik berjalan adil, dapat dipertanggungjawabkan, dan diterima semua pihak. Dalam konteks UMSK Jawa Barat 2026, evaluasi berbasis hukum dan dialog sosial tetap harus menjadi prasyarat utama agar kebijakan tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari.


Sebagai refleksi akhir tahun, bahwa revisi SK UMSK 2026 merupakan bentuk penyempurnaan tata kelola, bukan kegagalan pemerintah. Upah minimum sektoral seharusnya menjadi instrumen perlindungan pekerja sekaligus memastikan iklim usaha yang adil. Dengan revisi yang transparan, berbasis hukum, dan melalui dialog sosial yang konstruktif, UMSK Jawa Barat 2026 dapat menjadi preseden positif bagi hubungan industrial yang harmonis, sekaligus memastikan kepastian hukum bagi semua pihak.


Selaku serikat pekerja, kami mendorong langkah-langkah yang memperkuat kepastian hukum dan dialog sosial yang jujur, fair dan konstruktif, sehingga kebijakan pengupahan benar-benar berfungsi untuk melindungi pekerja, mendukung pengusaha, menjaga ketertiban sosial dan menjaga kewibawaan pemerintah.


Bandung, 31 Desember 2025 

Ketua DPD FSP LEM SPSI Jawa Barat


Muhamad Sidarta

CP : 085710076059

0 comments:

Posting Komentar