F SP LEM SPSI, Pemaparan dari masing-masing Perwakilan Dewan Pengupahan se Indonesia Permasalahan yang di hadapi oleh masing-masing Daerah dalam Konsolidasi Dewan Pengupahan Se Indonesia di bawah Bendera F SP LEM SPSI Hote Amaris Tebet Jakarta.15-16 Oktober 2018. Perwakilan dari Sumatera Utara Bpk Daswirman mengatakan masih kesulitan dalam menetapkan skala upah minimum di bidang UMKM.Sedangkan perwakilan dari Kepulauan Riau yang disampaikan oleh Bpk Erwin permasalahan Dewan Pengupahan di daerahnya pada dasarnya SP kalah strategi sehingga dalam posisi lemah dibanding pengusaha.Keberadaan PP 78 membuat lemah Serikat Pekerja.
Asosiasi ada tetapi tidak mau berunding dengan Serikat Pekerja. Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung membuat Dewan Pengupahan sedikit kesulitan dalam pertemuan.
Sedangkan dari Banten oleh Bpk Sukatma menyebutkan beda kultur karena ada 5 Kabupaten yang berbeda beda dan menginginkan skala Pengupahan yang sama dengan yang lainnya.
Untuk DKI JAKARTA disampaikan oleh Bpk Jayadi menyebutkan bahwasanya DKI mempunyai sejarah perjuangan dalam perkembangan upah dimulai dari tahun 2007-2018.
DKI minta untuk sektoral harus dibicarakan di Dewan Pengupahan. Dengan ketidakjelasan dari pemerintah, maka para buruh harus wajib menyampaikannya di parlemen jalanan.
Untuk Jawa Barat disampaikan oleh Bpk Supriyanto mengatakan bahwa manufacturing lebih banyak disana dan sebelum ada PP 78 Jawa Barat sudah menetapkan UMK.
Inflasi yang berlaku saat ini sangat beda dengan KHL.
Berharap PP 78 dan Pergub 54 harap dicabut atau di tinjau kembali untuk Jawa Barat.
Untuk Jawa Timur disampaikan oleh Bpk Juandi mengatakan sangat apresiasi atas diselenggarakannya Konsolidasi ini. Di Jawa Timur hanya ada UMK dan UMSK saja.Semua perubahan akan kenaikan upah berdasarkan atas persetujuan walikota dan bupati.Permasalahan UMSK di Jawa Timur adalah seringnya tidak hadir dari pemerintah dan APINDO, maka dengan itu SP memberi solusi yaitu dicantumkan dalam undangan jika tidak hadir maka dianggap menyetujui hasil yang di rekomendasikan.
Asosiasi ada tetapi tidak mau berunding dengan Serikat Pekerja. Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung membuat Dewan Pengupahan sedikit kesulitan dalam pertemuan.
Sedangkan dari Banten oleh Bpk Sukatma menyebutkan beda kultur karena ada 5 Kabupaten yang berbeda beda dan menginginkan skala Pengupahan yang sama dengan yang lainnya.
Untuk DKI JAKARTA disampaikan oleh Bpk Jayadi menyebutkan bahwasanya DKI mempunyai sejarah perjuangan dalam perkembangan upah dimulai dari tahun 2007-2018.
DKI minta untuk sektoral harus dibicarakan di Dewan Pengupahan. Dengan ketidakjelasan dari pemerintah, maka para buruh harus wajib menyampaikannya di parlemen jalanan.
Untuk Jawa Barat disampaikan oleh Bpk Supriyanto mengatakan bahwa manufacturing lebih banyak disana dan sebelum ada PP 78 Jawa Barat sudah menetapkan UMK.
Inflasi yang berlaku saat ini sangat beda dengan KHL.
Berharap PP 78 dan Pergub 54 harap dicabut atau di tinjau kembali untuk Jawa Barat.
Untuk Jawa Timur disampaikan oleh Bpk Juandi mengatakan sangat apresiasi atas diselenggarakannya Konsolidasi ini. Di Jawa Timur hanya ada UMK dan UMSK saja.Semua perubahan akan kenaikan upah berdasarkan atas persetujuan walikota dan bupati.Permasalahan UMSK di Jawa Timur adalah seringnya tidak hadir dari pemerintah dan APINDO, maka dengan itu SP memberi solusi yaitu dicantumkan dalam undangan jika tidak hadir maka dianggap menyetujui hasil yang di rekomendasikan.
Salah satu Pemaparan kondisi Dewan Pengupahan dalam melaksanakan penentuan upah pekerja. |
0 comments:
Posting Komentar