Presiden Joko Widodo (Jokowi), saat menghadiri Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Hotel Alila, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, kamis (19/9/2024) |
Solo, Presiden Joko Widodo (Jokowi), mewanti-wanti soal adanya ancaman badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di 2025. Hal itu disampaikan Jokowi saat menghadiri Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Hotel Alila, Kecamatan Laweyan, Kota Solo.Tidak main-main, Jokowi menyebut dampak ancaman tersebut bisa menyebabkan 85 juta pekerjaan hilang. Padahal, Indonesia tengah menyambut bonus demografi 2030 yang harus adanya lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya.
Jokowi menyebut, ada tiga faktor utama yang memicu terjadinya badai PHK tersebut. Dia menguraikan, faktor pertama adalah perlambatan ekonomi dunia.
"Perlambatan ekonomi global, kita tahun 2023 dari world bank secara global hanya tumbuh 2,7. Kemudian tahun 2024 ini diperkirakan hanya muncul 2,6. Tahun depan dari world bank diperkirakan naik sedikit 2,7. Tapi masih jauh dari yang diharapkan oleh semua negara. Kita bisa tumbuh di 5,1 ini menjadi hal yang patut kita syukuri, karena ekonomi global hanya tumbuh 2,6 2,7," kata Jokowi saat memberikan sambutan di Hotel Alila, Solo, Kamis (19/9/2024).
Hal itu, kata Jokowi, mengakibatkan bank sentral di setiap negara melakukan perketatan kebijakan moneternya. Hal ini dilakukan untuk menekan angka inflasi.
"Artinya apa kalau kebijakan moneter direm, artinya industri pasti akan turun produksinya, otomatis. Perdagangan global juga akan turun apostasy, ujarnya.
Dunia sekarang ini menghadapi sebuah gejolak, dan tantangan yang tidak mudah. Semua negara mengalami termasuk Indonesia. Bahkan negara maju banyak yang masuk ke jurang resesi, seperti Inggris.
"Kita tahu 96 negara sudah menjadi pasiennya IMF, ini sebuah angka yang menurut saya sangat mengerikan. Oleh sebab itu, kita harus fokus dalam bekerja mengelola ekonomi kita," ucapnya.
Jokowi melanjutkan, faktor kedua yakni terjadinya peningkatan otomasi di berbagai sektor kerja, seperti munculnya AI atau otomasi analitik. Setiap harinya, dunia teknologi terus memunculkan hal-hal yang baru, yang bisa menggerus lapangan pekerjaan.
"Semua sekarang ini masuk ke sana semuanya, ke otomasi semuanya. Awal kita hanya otomasi mekanik, kemudian muncul AI, muncul otomasi analitik. Setiap hari muncul hal-hal yang baru, dan kalau kita baca 2025, pekerjaan yang akan hilang itu ada 85 juta, sebuah jumlah yang tidak kecil. Kita dituntut membuka lapangan kerja, justru di tahun 2025 ada 85 juta pekerjaan akan hilang, karena ada peningkatan otomasi di berbagai sektor," jelasnya.
Dan untuk faktor ketiga adalah gig ekonomi. Pemerintah mencium banyak perusahaan yang lebih memilih pekerja freelance, untuk mengurangi risiko.
"Hati-hati dengan ini, ekonomi serabutan, ekonomi paruh waktu. Kalau tidak dikelola dengan baik, ini akan menjadi tren. Perusahaan akan memilih pekerja independen, yang freelance, dan kontrak jangka pendek untuk mengurangi resiko ketidakpastian global yang terjadi. Kita lihat trennya sedang menuju ke sana. Dan yang bekerja itu, bisa bekerja di sini, bisa di negara lain," kata mantan Wali Kota Solo itu
Hal itu, kata Jokowi, mengakibatkan bank sentral di setiap negara melakukan perketatan kebijakan moneternya. Hal ini dilakukan untuk menekan angka inflasi.
"Artinya apa kalau kebijakan moneter direm, artinya industri pasti akan turun produksinya, otomatis. Perdagangan global juga akan turun apostasy, ujarnya.
Dunia sekarang ini menghadapi sebuah gejolak, dan tantangan yang tidak mudah. Semua negara mengalami termasuk Indonesia. Bahkan negara maju banyak yang masuk ke jurang resesi, seperti Inggris.
"Kita tahu 96 negara sudah menjadi pasiennya IMF, ini sebuah angka yang menurut saya sangat mengerikan. Oleh sebab itu, kita harus fokus dalam bekerja mengelola ekonomi kita," ucapnya.
Jokowi melanjutkan, faktor kedua yakni terjadinya peningkatan otomasi di berbagai sektor kerja, seperti munculnya AI atau otomasi analitik. Setiap harinya, dunia teknologi terus memunculkan hal-hal yang baru, yang bisa menggerus lapangan pekerjaan.
"Semua sekarang ini masuk ke sana semuanya, ke otomasi semuanya. Awal kita hanya otomasi mekanik, kemudian muncul AI, muncul otomasi analitik. Setiap hari muncul hal-hal yang baru, dan kalau kita baca 2025, pekerjaan yang akan hilang itu ada 85 juta, sebuah jumlah yang tidak kecil. Kita dituntut membuka lapangan kerja, justru di tahun 2025 ada 85 juta pekerjaan akan hilang, karena ada peningkatan otomasi di berbagai sektor," jelasnya.
Dan untuk faktor ketiga adalah gig ekonomi. Pemerintah mencium banyak perusahaan yang lebih memilih pekerja freelance, untuk mengurangi risiko.
"Hati-hati dengan ini, ekonomi serabutan, ekonomi paruh waktu. Kalau tidak dikelola dengan baik, ini akan menjadi tren. Perusahaan akan memilih pekerja independen, yang freelance, dan kontrak jangka pendek untuk mengurangi resiko ketidakpastian global yang terjadi. Kita lihat trennya sedang menuju ke sana. Dan yang bekerja itu, bisa bekerja di sini, bisa di negara lain," kata mantan Wali Kota Solo itu
.Sejumlah saran diberikan Jokowi kepada anggota ISEI untuk merancang ekonomi ke depan. Pasalnya bonus demografi harus bisa dimanfaatkan untuk membuat Indonesia menjadi negara maju.
"Kalau bapak ibu bertanya ke saya fokus ke mana, kalau saya sekarang maupun ke depan kita harus kepada pasar kerja. Karena ke depan terlalu sedikit peluang kerja, untuk sangat banyak tenaga kerja yang membutuhkan," ujarnya.
Dia meminta masyarakat tidak terlalu larut dengan situasi global, meski terus diikuti. Jangan sampai terbawa skenario ekonomi global, karena harus selalu melihat angka-angka dan mengkalkulasi dengan perhitungan yang cermat.
"Oleh sebab itu saya berharap. Dari ISEI sudah menyampaikan kajiannya. Ada sebuah desain tapi taktis, rencana tapi rencana yang taktis, strategi tapi strategi yang taktis, dan detail. Kalau ada ini kita harus belok ke mana, kalau dicegat di sini kita harus menuju ke mana. Hal yang taktis seperti yang kita perlukan. Bukan rencana makro yang sulit diimplementasikan di situasi yang sangat sulit. Menurut saya, hilirisasi jadi kunci," pungkasnya.
(Obn)
"Kalau bapak ibu bertanya ke saya fokus ke mana, kalau saya sekarang maupun ke depan kita harus kepada pasar kerja. Karena ke depan terlalu sedikit peluang kerja, untuk sangat banyak tenaga kerja yang membutuhkan," ujarnya.
Dia meminta masyarakat tidak terlalu larut dengan situasi global, meski terus diikuti. Jangan sampai terbawa skenario ekonomi global, karena harus selalu melihat angka-angka dan mengkalkulasi dengan perhitungan yang cermat.
"Oleh sebab itu saya berharap. Dari ISEI sudah menyampaikan kajiannya. Ada sebuah desain tapi taktis, rencana tapi rencana yang taktis, strategi tapi strategi yang taktis, dan detail. Kalau ada ini kita harus belok ke mana, kalau dicegat di sini kita harus menuju ke mana. Hal yang taktis seperti yang kita perlukan. Bukan rencana makro yang sulit diimplementasikan di situasi yang sangat sulit. Menurut saya, hilirisasi jadi kunci," pungkasnya.
(Obn)
0 comments:
Posting Komentar