UU Tapera digugat ke MK. Penggugat meminta Pasal 7 ayat 1 dan 22 UU Tapera yang mewajibkan pekerja menjadi peserta dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 |
Buruh, Undang-Undang tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang baru-baru ini menjadi perbincangan dan mendapat penolakan dari pekerja swasta digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Berdasarkan surat permohonan pemohon, gugatan dilayangkan oleh Serikat Pekerja yang tergabung dalam AASB Melalui Kuasa Hukum Prof Denny Indrayana, S.H. selaku karyawan swasta (Pekerja) Pemohon 1.
Dalam gugatan itu, mereka meminta kepada MK untuk menyatakan isi Pasal 7 ayat 1 dan 2 UU Tapera yang mengatur kewajiban pekerja dan pekerja mandiri ikut Tapera bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam surat gugatan tersebut, ada 26 poin yang menjadi alasan para pemohon.
Salah satunya; bisa merugikan para pekerja swasta dan juga pekerja mandiri atau pekerja selain PNS yang saat ini diwajibkan menjadi peserta Tapera.
Pemohon merasa keberatan dengan kehadiran Program Tapera karena akan merugikan mereka di masa depan. Sebab, ketika pemohon berumah tangga dan menanggung hidup anak, istri, iuran Program Tapera akan menambah beban pengeluaran.
Belum lagi seiring berjalannya waktu terjadi inflasi terhadap harga pangan yang membuat keuangan bisa tidak stabil.
Pemohon juga meyakini kehadiran Tapera tidak mencerminkan negara welfare state, negara yang di mana pemerintah tidak hanya bertanggung jawab terhadap pemeliharaan ketertiban dan ketentraman masyarakat, tetapi juga atas kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, penggugat juga menilai Program Tapera belum menjadi kebutuhan yang diperlukan. Urgensinya tidak bisa disamakan dengan program BPJS yang memang sangat diperlukan masyarakat terutama yang terbebani dengan biasa berobat dan sakit yang bisa datang sewaktu-waktu.
Selanjutnya, Program Tapera juga mereka nilai akan berdampak pada berkurangnya minat masyarakat menjadi pelaku usaha. Hal ini dikarenakan sanksi yang diberikan apabila tidak ikut Program Tapera.
Pengenaan sanksi ini tertuang dalam Pasal 72 ayat 1 huruf e dan f mengenai pembekuan dan pencabutan izin usaha. Hal itu mereka sebut sangat memberatkan bagi pelaku UMKM.
Para pemohon juga sangat mengkhawatirkan, Program Tapera hanya akan menjadi ladang korupsi yang merugikan negara. Sehingga, tabungan yang selama ini dipotong dari gajinya, justru sulit untuk diterima kala pensiun nanti.
Kekhawatiran itu muncul berkaitan dengan kasus korupsi pengelolaan dana PT Asabri yang merugikan negara hingga Rp22,788 triliun.
"Para Pemohon dengan melihat temuan BPK tersebut sangat wajar sekali takut, gelisah, cemas karena berpotensi besar kerugian hak para pemohon dan para pemohon meragukan pengamanan dana Tapera dan berpotensi disalahgunakan," Tandas Jumhur Hidayat dalam konferensi persnya pasca ajukan gugatan di MK hari ini, Rabu 18/9/2024.
Pemerintah berencana memberlakukan Tapera wajib bagi seluruh pekerja mulai 2027. Beda dengan sebelumnya yang hanya bagi PNS, kali ini pekerja swasta dan mandiri juga diharuskan menjadi peserta.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang ditetapkan pada tanggal 20 Mei 2024.
Pada Pasal 7 beleid ini, dirinci jenis pekerja yang wajib menjadi peserta Tapera tidak hanya PNS atau ASN dan TNI-Polri, serta BUMN, melainkan termasuk karyawan swasta dan pekerja lain yang menerima gaji atau upah.
Aturan itu juga menetapkan iuran Tapera sebesar 3 persen yang dibayarkan secara gotong royong yakni 2,5 persen oleh pekerja dan 0,5 persen oleh pemberi kerja.
Namun, aturan ini mendapatkan penolakan dari berbagai karyawan swasta di Tanah Air. Karena, selain Tapera potongan gaji per bulan saat ini sudah cukup banyak seperti untuk iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan, hingga Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan.(obn)
0 comments:
Posting Komentar