Ir. Muhamad Sidarta, Ketua DPD FSP LEM SPSI Provinsi Jawa Barat. |
MEDIA LEM - Bandung, Pemerintah semakin nampak mengabaikan amanah Konstitusi Negara Republik Indonesia dan amar putusan Mahkamah Konstitusi dengan dikeluarkannya Intruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2021, tentang Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 Tentang Cipta Kerja, tanggal 21 Desember 2021 yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota Seluruh Indonesia beredar dikalangan buruh, pada intinya intruksi Mendagri agar Gubernur/Bupati/Walikota tetap mempedomani dan melaksanakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta Peraturan Pelaksanaannya; segera melakukan perubahan, pencabutan, atau melakukan penyusunan baru Peraturan Daerah (Perda).
" Instruksi Menteri Dalam Negeri yang beredar tersebut membuat buruh semakin resah," ungkap Ketua DPD FSP LEM SPSI Jawa Barat yang juga Ketua V DPP FSP LEM SPSI, Muhamad Sidarta.
Disampaikan Sidarta bahwa Dalam pembukaan UUD 1945 Pemerintah Negara Republik Indonesia dibentuk untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa berdasarkan
Pancasila, kemudian dalam batang tubuhnya pasal 28 D :
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum.**)
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Lebih lanjut Sidarta mengatakan, " putusan Mahkamah Konstitusi telah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dalam Uji Formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentangCipta Kerja terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945."
Berikut Amar Putusan Mahkamah Konstitusi
Mengadili :
Dalam
Provisi :
1. Menyatakan Permohonan Provisi Pemohon I dan
Pemohon II tidak dapat diterima;
2. Menolak Permohonan Provisi Pemohon III,
Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI
Dalam Pokok Permohonan :
1. Menyatakan permohonan Pemohon I dan Pemohon II
tidak dapat diterima;
2. Mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon
IV, Pemohon V, dan Pemohon VI untuk sebagian;
3. Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai
“tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini
diucapkan”;
4. Menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) masih tetap berlaku sampai
dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana
yang telah ditentukan dalam putusan ini;
5. Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang
untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak
putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan
perbaikan maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573)
menjadi inkonstitusional secara permanen;
6. Menyatakan apabila dalam tenggang
waktu 2 (dua) tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6573) maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan
undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) dinyatakan berlaku
kembali;
7. Menyatakan untuk menangguhkan segala
tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak
dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6573);
8.Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara
Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
9. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.
Aksi Buruh di depan Gedung Sate Bandung |
Menurut Sidarta, Pemerintah tidak
mempertimbangkan dan melaksanakan seluruh amar putusan Mahkamah Konstitusi
secara utuh dan adil, terutama diktum 7. Menyatakan untuk menangguhkan segala
tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak
dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Padahal Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021, Tentang Pengupahan BAB II Pasal 4 Ayat 2 Kebijakan Pengupahan Merupakan Program Strategis Nasional. Artinya dalam penetapan upah minimum yang menjadi kewenangan Gubernur tidak boleh berpedoman pada PP 36 tersebut sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja, lebih-lebih Undang-Undang Cipta Kerja tidak hanya bertentangan dengan UUD 1945, tetapi juga telah mengebiri hak dan kepentingan buruh Indonesia.
Sidarta mengaku tidak mengerti yang dilakukan Pemerintah, kan amar putusan Mahkamah Konstitusi diktum 5 Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen. Kenapa yang akan diperbaiki malah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan mengintuksikan para Gubernur/Bupati/Walikota segera melakukan perubahan, pencabutan, atau melakukan penyusunan baru Peraturan Daerah (Perda).
" ini sangat tidak demokratis ." keluhnya.
Disisi lain ujar Sidarta, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa telah menjelaskan kenaikan upah optimal di level 5 % yang dapat mendorong konsumsi masyarakat hingga sebesar Rp180 triliun per tahun.
"Jumlah buruh formal di Indonesia tidak kurang dari 70 juta orang belum termasuk keluarganya, dimana kesejahteraannya sangat tergantung dengan kenaikan upah pada setiap tahunnya untuk menyesuaikan kenaikan harga barang dan jasa yang terus naik, lebih-lebih pada masa pandemi ini buruh harus membeli masker dan vitamin untuk menjaga kesehatan bagi dirinya dan keluarganya. Oleh karena itu buruh berharap kepada para Gubernur di seluruh Indonesia keluarkan kebijakan dan kebajikan untuk kesejahteraan buruh beserta keluarganya, dimana untuk meningkatkan kesejahteraan buruh berada di tangan para gubernur. " Kata Sidarta.[RSY].
0 comments:
Posting Komentar