Looking For Anything Specific?

ads header

fsplemspsi.or.id


  • This is Slide 1 Title

    This is slide 1 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

  • This is Slide 2 Title

    This is slide 2 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

  • This is Slide 3 Title

    This is slide 3 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

Kenaikan Upah Minimum 2026 Diumumkan Bulan Depan Sebut Menaker

MENAKER RI : Prof. Yassierli, Ph.D


Kabar Buruh,Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyebut pembahasan upah minimum tahun 2026 masih berprogress. Namun, ia belum mau merinci bagaimana formula yang akan digunakan dalam perhitungan upah minimum.

Yang jelas, pengumuman kenaikan upah minimum akan disampaikan pada November sesuai jadwal. Artinya, kata dia, masih ada waktu untuk mendiskusikan hal tersebut.


"November dong, kan masih ada waktu. Sekarang tanggal berapa?" ujar Yassierli di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (20/10/2025).


Terkait permintaan buruh yang menuntut upah naik 8,5% sampai 10,5%, hal ini juga menjadi bahan kajian. Meski mengakui selalu terjadi dilema jelang pengumuman kenaikan upah minimum, Yassierli menyebut hal itu akan diselesaikan melalui dialog.


"Itu kan tiap tahun begitu (dilema). Di situlah fungsi dialog sosial itu kita lakukan. Jangan lupa bahwa ada Dewan Pengupahan Nasional nantinya. Kemudian lebih banyak berperan," jelasnya.


Yassierli membenarkan adanya potensi penyesuaian formula kenaikan upah minimum. Sayangnya ia enggan memberikan penjelasan rinci.


"Bisa jadi ada (ada penyesuaian formula)" tutup Yassierli. (Obn)

Buruh soal Luhut Minta Prabowo Tak Disetir soal UMP: Cara Kami Sah

Ketua DPD F SP LEM SPSI Jawa Barat Ir. Muhammad Sidarta


Kabar Buruh,Menjelang proses penetapan upah minimum tahun 2026. Ketua DPD FSP LEM SPSI Provinsi Jawa Barat, Muhamad Sidarta, memberikan tanggapan atas pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, yang meminta pemerintah jangan terlalu diatur organisasi buruh soal upah. "Kami menilai pernyataan tersebut kurang mencerminkan semangat dialog sosial yang konstruktif, yang seharusnya dijaga oleh seluruh pihak, khususnya oleh pejabat negara. Organisasi buruh tidak pernah bermaksud mengatur pemerintah," ujar Sidarta dalam keterangannya, Minggu 19 Oktober 2025.


Menurut dia, organisasi buruh berperan sebagai penyambung aspirasi pekerja berdasarkan data dan kondisi nyata di lapangan, melalui mekanisme yang sah secara hukum dan konstitusi.


"Ini adalah fungsi kami sebagai representasi pekerja/buruh dalam memperjuangkan hak, kepentingan dan kesejahteraan mereka," ucapnya. Dikatakan Sidarta, yang perlu dijaga bersama adalah keseimbangan antara berbagai kepentingan. Pemerintah tidak dapat hanya mendengar satu suara saja, apalagi jika hanya mewakili kepentingan modal, seperti yang terjadi selama ini.


"Kami di serikat buruh mendukung terciptanya iklim investasi yang sehat dan produktif, namun di saat yang sama, kami juga menginginkan agar pekerja memperoleh penghargaan yang layak sesuai kontribusinya," ucapnya.


Oleh karena itu, apabila terdapat pandangan yang memposisikan serikat buruh sebagai penghambat, pihaknya sangat menyayangkan hal tersebut. Terlebih hal itu dapat memicu pekerja/buruh menjadi resah.


"Kami berharap para pejabat negara, termasuk Bapak Luhut Binsar Pandjaitan, dapat memberikan sikap yang lebih bijak dan terbuka terhadap aspirasi pekerja/buruh," ungkapnya. Dia menambahkan, pernyataan yang kurang tepat dikhawatirkan dapat memperkeruh hubungan industrial dan menurunkan martabat pekerja/buruh, padahal mereka adalah bagian penting dalam memajukan pertumbuhan ekonomi nasional.(Obn)

Mekanisme Program Magang Batch II Bakal Diubah, Ini Alasannya

MENAKER RI : Prof. Yassierli, Ph.D


Kabar Buruh,Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli ingin Program Magang Nasional terdistribusi merata secara proporsional, sesuai dengan jumlah lulusan baru di tiap provinsi.

Untuk itu Yassierli akan mengevaluasi terhadap pelaksanaan batch I yang dinilai masih terfokus di wilayah tertentu.


"Ide besarnya, kita ingin ada pemerataan. Jadi nanti kuota 100 ribu peserta akan disebar proporsional sesuai jumlah fresh graduate di masing-masing provinsi," kata Yassierli ditemui usai Pembukaan Program Pemagangan Nasional Batch I di Kemnaker, Senin (20/10/2025).



Menaker menjelaskan, pada batch kedua nanti pemerintah tidak hanya memperluas distribusi wilayah, tetapi juga memastikan keberagaman bidang studi peserta. Program ini diharapkan tidak hanya didominasi oleh lulusan dari jurusan teknik atau bidang tertentu saja.

"Tentu kita tidak ingin magang ini hanya

spesifik ke program studi teknik atau program studi apa. Dan kita ingin juga nanti pemerataan di batch kedua," ujarnya.


Pada batch pertama, pemerintah menargetkan 20 ribu peserta, namun waktu pelaksanaan yang terbatas membuat sebagian besar peserta terkonsentrasi di wilayah Jawa, khususnya Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Untuk itu, batch kedua akan difokuskan lebih dulu ke luar Jawa.


Selain pemerataan wilayah, Kementerian Ketenagakerjaan (kemnaker) juga akan memperluas kerja sama dengan berbagai lembaga, termasuk institusi pemerintahan dan sektor publik.


"Arahan dari Pak Menko, untuk mencapai target 80 ribu peserta tambahan, kita akan buka kesempatan magang juga di lembaga pemerintahan, Bank Indonesia, rumah sakit, kementerian, dan institusi layanan umum lainnya," jelas Yassierli.

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, dalam acara Pembukaan Program Pemagangan Nasional Batch I, di kantor Kemnaker, Senin (20/10/2025).


Yassierli juga menambahkan, pemerintah akan menyesuaikan batas maksimal peserta magang berdasarkan kapasitas perusahaan. Jika sebelumnya dibatasi 30 peserta per perusahaan, maka pada batch berikutnya aturan tersebut akan dibuat lebih fleksibel.


"Kalau perusahaan punya karyawan ribuan, tentu lowongan magangnya bisa lebih besar," kata dia.


Saat ini, Kemnaker masih menunggu perusahaan menuntaskan proses seleksi batch pertama gelombang kedua. Diharapkan proses tersebut selesai pada pekan ini sebelum dimulainya persiapan batch kedua.


Monitoring dan Evaluasi

Sementara itu, Yasierli menjelaskan, pemerintah akan melakukan pengawasan, yaitu monitoring dan evaluasi (monev) program magang nasional.


"Tujuan progam magang ini, seperti sudah disampaikan Pak Menko tadi, adalah memberikan pengalaman kerja, memberi exposure tentang dunia kerja, dan meningkatkan kompetensi. Untuk memastikan tujuan ini tercapai, perusahaan tempat magang wajib melakukan mentor," ucapnya.


"Dan, ada mekanisme monev yang kita laksanakan. Ada aplikasi monev magang, di situ akan di-track, aktivitas pekerja magang apa saja, kompetensi yang ingin dicapai, lalu dinilai mentor. Ini jadi fokus," sambung Yassierli.


Karena itu, dia berharap, peserta program magang kali ini masuk daftar prioritas bagi perusahaan tempat magang ketika hendak merekrut pegawai/ karyawan baru. Sebab, mereka telah diseleksi juga oleh pemerintah lewat program magang nasional.(Obn)

UMP Akan Akomodasi Putusan MK

MENAKER RI : Prof. Yassierli, Ph.D






Kabar Buruh,Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli memastikan formula baru penetapan UMP tahun 2026 akan mengakomodasi seluruh poin putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2024. Salah satu poin utama adalah pengembalian komponen upah minimum sektoral (UMS) yang wajib kembali diterapkan. "Ya benar. harus (sesuai putusan MK dan poin-poinnya). Itu nomor satu. jadi pemerintah wajib dan kita kemudian berkomitmen untuk melaksanakan keputusan MK," kata Yassierli di Kantor Kemenaker, Jakarta, Senin (13/10/2025). "Di situlah disampaikan bahwa UMP harus mempertimbangkan faktor ini, faktor ini. Makanya kita perlu melakukan kajian, kita perlu juga melakukan dialog sosial, mendapatkan masukan dari berbagai sektor," ujarnya.




Yassierli menambahkan UMP 2026 juga akan mempertimbangkan standar hidup layak pekerja. Terkait tuntutan buruh agar UMP naik 8,5 persen, ia menyebut hal itu bagian dari aspirasi yang tetap akan dibahas bersama sektor lain di Dewan Pengupahan.


"Itu bagian dari proses, itu ada aspirasi. Tentu aspirasinya kita tampung, nanti kita juga akan mendengarkan dari sektor yang lain, selain kami juga akan melakukan kajian nanti juga semua akan dibahas di Dewan Pengupahan," tuturnya. Ia menjelaskan tenggat penetapan UMP jatuh pada November 2025. Masih ada waktu untuk menuntaskan perumusan sebelum kebijakan baru ditetapkan. (Obn)

Luhut Minta Pemerintah Jangan Terlalu Diatur Organisasi Buruh soal Upah

Luhut Binsar Panjaitan Ketua Dewan Ekonomi Nasional


Kabar Buruh, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menilai pemerintah tidak perlu terlalu tunduk pada tekanan organisasi buruh dalam menentukan upah minimum provinsi (UMP). Pandangan itu sudah ia sampaikan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto.


"Upah minimum kerja ya, itu kita rumuskan basisnya apa, berapa hak hidup layak. Dari situ saja kita berangkatnya. Jangan pula ada yang ngatur kita," ujar Luhut dalam acara “1 Tahun Pemerintahan Prabowo Gibran” di Jakarta, Kamis (16/10/2025). "Masa saya (sampai) bilang Presiden, 'Pak gimana kita mesti diatur sama organisasi buruh? Kita kan pikirkan (keadaan) pada dia, kalau dia hanya memikirkan dia, tidak mikirkan investor, ya susah'," ucapnya.


Luhut menekankan pentingnya keseimbangan dalam menentukan kebijakan upah. "Jadi harus ada equilibrium-nya. Dan itu harus ada ketegasan kita semua, bahwa ini penting dan perlu kita jelaskan dengan angka-angka yang tepat," katanya.


Ia menuturkan DEN bersama Kementerian Ketenagakerjaan dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sudah menyusun formula baru penetapan upah. Rumusan itu telah disampaikan kepada Presiden dan diterima


Namun Luhut kembali mengingatkan agar Presiden tidak terpengaruh tekanan berbagai kelompok.


"Saya bilang Presiden, 'Pak Presiden mohon maaf, mohon Bapak juga jangan mau dipaksa untuk (menurut) sana-sini'," ujarnya. "Dia bilang enggak, walaupun saya (ingatkan), enggak, enggak," tambahnya. (Obn)

Gandeng semua Unsur DPD F SP LEM SPSI Jawa Barat adakan Seminar Industri Manufaktur Nasional 2025

Ir.Muhammad Sidarta Ketua DPD F SP LEM SPSI Jawa Barat


BURUH, DPD FSP LEM SPSI Jawa Barat gelar Seminar Industri Manufaktur Nasional pada Jumat, 3 Oktober 2025, pukul 13.00-16.00 WIB, Organisasi serikat buruh yang dipimpin oleh Ketua Muhamad Sidarta, berkolaborasi bersama KSPSI yang dipimpin oleh Ketua Umum Moh. Jumhur Hidayat ,yang rencananya akan dilaksanakan di Grand Travello Hotel Kota Bintang Bekasi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi di Bekasi didasarkan pada posisi strategis Jawa Barat sebagai pusat industri terbesar di Asia Tenggara, khususnya di wilayah Karawang-Bekasi.

Seminar ini mengangkat tema “Industri Manufaktur Indonesia Terkini: Menavigasi Tantangan dan Peluang Berdasarkan Indeks PMI.”

Industri manufaktur menjadi pilar penting ekonomi Indonesia, menyumbang 18,67% dari PDB nasional pada kuartal I 2025 dan menjadi penyerap tenaga kerja terbesar kedua setelah pertanian. Namun, sektor ini menghadapi perlambatan produksi, penurunan ekspor, dan ketidakpastian global yang menyebabkan peningkatan pemutusan hubungan kerja (PHK). PMI yang berada di bawah 50 selama April–Juli 2025 menunjukkan kontraksi aktivitas manufaktur, sementara klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) naik 32,1%, mencapai lebih dari 42 ribu kasus pada semester pertama 2025.

Seminar ini menjadi forum penting bagi para pemangku kepentingan untuk menyajikan data terkini, mengidentifikasi tantangan dan peluang, serta merumuskan strategi yang melindungi pekerja dan memperkuat daya saing industri. Tujuannya juga meningkatkan kesadaran akan ancaman terhadap kepastian kerja dan daya beli pekerja.

Seminar ini di rencanakan ada Keynote Speaker dari Menteri Tenaga Kerja RI, Prof. Yassierli, S.T., M.T., Ph.D., yang menekankan pentingnya kebijakan ketenagakerjaan adaptif dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Hadir sebagai Narasumber seminar meliputi Dr. M. Rizal Taufikurahman (INDEF), yang membahas tren jangka panjang PMI, riset teknologi, dan peran pendidikan. Kemudian Bob Azam (DPN APINDO), yang mengupas strategi adaptasi pengusaha dalam menghadapi volatilitas pasar dan transformasi bisnis. Selanjutnya Moh. Jumhur Hidayat (KSPSI), yang menyoroti peran serikat pekerja dalam produktivitas, kepastian kerja, dan kesejahteraan.

Sementara Prof. Drs. Anwar Sanusi, MPA., Ph.D (Kemnaker), menyampaikan arah perencanaan tenaga kerja dan strategi regulasi mengurangi PHK massal dan Eko S.A. Cahyanto, SH., LL.M. (Kemenperin), yang menjelaskan kebijakan industri, insentif fiskal, dan dukungan regulatif untuk daya saing manufaktur.

disini juga di rekomendasi utama seminar meliputi:
  • Insentif fiskal untuk mendukung produksi dan investasi baru.
  • Penyederhanaan akses JKP dan pencegahan PHK massal.
  • Upskilling dan reskilling pekerja agar siap menghadapi teknologi baru.
  • Kolaborasi multipihak untuk mendukung keberlanjutan industri.
Transformasi industri berbasis inovasi, green industry, dan otomasi rantai pasok.
Pembentukan forum permanen untuk memantau tren PMI dan menyusun kebijakan adaptif. Penguatan daya beli pekerja melalui upah layak dan perlindungan sosial.

Seminar ini merupakan wujud kontribusi nyata dari organisasi pekerja sebagai inisiator dengan harapan dapat menjadi ruang refleksi dan menjadi langkah awal kolaborasi dengan semua stakeholder dalam merumuskan strategi jangka menengah dan panjang guna memperkuat industri manufaktur Indonesia dengan pendekatan yang berbasis data, khususnya Purchasing Managers’ Index (PMI), serta partisipasi aktif dari seluruh elemen terkait.

"Acara ini diharapkan dapat menjadi fondasi penting dalam mewujudkan industri nasional yang tangguh, adaptif, dan berfokus pada kesejahteraan pekerja yang siap menghadapi berbagai tantangan global," ujar Pelaksana Seminar DPD FSP LEM SPSI Jawa Barat, Muhamad Sidarta saat di hubungi Red fsplemspsi.or.id (obn)

SEBUAH CATATAN ATAS RENCANA REVISI UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN YANG BARU

 

SEBUAH CATATAN ATAS RENCANA REVISI

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN YANG BARU

 

Oleh : Yosep Ubaama Kolin, S.H.*

 


 


Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang diucapkan pada tanggal 15 Oktober 2024 merupakan momentum penting untuk mengakhiri polemik Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, Kluster Ketenagakerjaan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh rezim cipta kerja[1] sudah saatnya diakhiri. Sudah cukup pekerja/buruh menjadi korban atas permainan kotor dari perselingkuhan antara pemilik modal (oligarki) dengan oknum di lembaga kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sudah cukup pekerja/buruh disuguhi dengan berbagai kebohongan. Sudah saatnya semua pemangku kepentingan untuk menempatkan perlindungan bagi pekerja/buruh dalam ketimpangan relasi kuasa pada konteksnya. Dalam hal ini, sehubungan dengan rencana revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru, sudah seyogyanya juga diletakan pada konteksnya, yakni untuk melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dari ketimpangan relasi kuasa dengan pengusaha/pemberi kerja. Dalam pemaknaan terhadap perlindungan bagi pekerja/buruh harus dimaknai juga dalam konteks melindungi pengusaha/pemberi kerja. Ini penting untuk disadari bersama sebab frasa tersebut sering dimaknai secara keliru seakan konteks perlindungan bagi pekerja/buruh tidak melindungi pengusaha/pemberi kerja secara seketika.

Perubahan undang-undang ketenagakerjaan yang baru memiliki tingkat urgensi yang tinggi. Selain karena berbagi dampak buruk yang menimpa pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh, juga ternyata rezim cipta kerja tidak juga mendongkrak pertumbuhan ekonomi  sebagaimana yang gemborkan Presiden Jokowi dalam berbagai pernyataan publiknya. Bahkan secara nyata rezim cipta kerja menjadi pintu masuk penjajahan kedaulatan ekonomi dan kemandirian bangsa dalam mengelola sumber daya alam dan berbagi bidang kehidupan lainnya. Yang lebih ironis, belakangan terdapat kecenderungan mengarah kepada deindustrialisasi. Kondisi ini tentu menjadi ancaman serius bagi industri dalam negeri untuk bertahan, apalagi bersaing dipasar global.

Urgensi itu tampak dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 168/PUU-XXI/2023 paragraf [3.16], tegas menyatakan,”

Dengan menggunakan dasar pemikiran tersebut, waktu paling lama 2 (dua) tahun dinilai oleh Mahkamah cukup bagi pembentuk undang-undang untuk membuat undang-undang ketenagakerjaan baru yang substansinya menampung materi UU 13/2003 dan UU 6/2023, serta sekaligus menampung substansi dan semangat sejumlah putusan Mahkamah yang berkenaan dengan ketenagakerjaan dengan melibatkan partisipasi aktif serikat pekerja/serikat buruh.”

Waktu 2 (dua) tahun merupakan waktu yang wajar dan cukup bagi pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan terhadap undang-undang ketenagakerjaan yang baru. Mahkamah Konstitusi bahkan sudah memberikan pandangan mengenai lingkup substansi dari undang-undang ketenagakerjaan yang baru, yakni mencakup; (1) Materi muatan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang tidak diubah oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, (2) Materi muatan dalam kluster ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023  dan hasil Putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023, (3) Materi muatan Undang-Undang Nomor 13 Tahuh 2003 hasil Putusan Mahkamah Kontitusi namun belum diakomodir ke dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 dan (4) Materi muatan baru yang diubah/belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Dengan batasan yang demikian, tentu lebih mudah bagi Badang Keahlian DPR RI untuk menyiapkan rumusan awal dan lebih mudah bagi DPR RI untuk mengkritisi lingkup batasan materi muatan dan lebih mudah bagi serikat pekerja/serikat buruh untuk menyampaikan aspirasi dalam keseluruhan proses perumusan dan pembahasan undang-undang ketenagakerjaan baru.

            Sebagai catatan atas substansi undang-undang ketenagakerjaan baru, khususnya pada pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi poin kedua (Materi muatan dalam kluster ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023  dan hasil Putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023), penting bagi Badan Keahlian DPR dan DPR untuk mencermati dengan seksama historis eksistensi rezim cipta kerja agar tidak serampangan dalam mengakomodir substansi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang telah dihapus oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Hal pertama untuk menjadi atensi adalah bahwa proses pembentukan UU Nomor 11 Tahun 2020 menyalahi mekanisme formil pembentukan peraturan perundang-undangan. Proses yang salah, tidak mungkin menghasilkan produk yang dapat dijadikan pedoman seutuhnya. Hal yang kedua, diketahui bahwa perumusan rancangan undang-undang ketenagakerjaan yang baru dilakukan secara serampangan dengan tidak mengakodir seluruh substansi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang telah dihapus oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Semua substansi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang telah dihapus oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 bukan merupakan substansi yang bermasalah. Yang bermasalah adalah keserampangan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 yang menghapus substansi tersebut. Hal ini sebagaimana pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 paragraf [3.15.13.3]

“Terlebih, terhadap norma yang sudah dihapus telah ternyata masih diberlakukan dalam PP 35/2021, sehingga PP a quo tidak memiliki kejelasan dasar pengaturannya. Dengan demikian, berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas, menurut Mahkamah oleh karena sebagian norma yang telah dihapus telah ternyata tetap diatur dalam UU 6/2023 meskipun tidak disusun secara sistematis, hal demikian tidak dapat dikatakan bahwa substansi norma yang dihapus tersebut benar-benar telah hilang. Namun, pengaturan yang demikian menyebabkan kesulitan dalam memahami secara komprehensif norma Pasal 81 UU 6/2023. Sementara itu, berkenaan dengan norma yang telah dihapus, senyatanya sebagian telah diatur dalam peraturan pemerintah. Menurut Mahkamah, pengaturan dengan peraturan pemerintah dimaksud adalah tidak tepat karena substansinya semestinya diatur dalam undang-undang. Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, oleh karena substansi norma pasal yang dimohonkan pengujian tersebut ada yang masih relevan sehingga diserahkan kepada pembentuk undang-undang untuk menindaklanjutinya.”

Maka menjadi jelas bahwa tindakan yang serampangan dalam merumuskan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru dengan tidak seksama mencermati keseluruhan pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi hanya akan memunculkan persoalan yang baru.

Pelibatan serikat pekerja/serikat buruh yang diamanatkan oleh Mahkamah Konstitusi tentu lahir dari suatu kesadaran konstitusional bahwa serikat pekerja/serikat buruh merupakan pihak yang representatif mewakili pekerja/buruh dalam memperjuangkan, membela dan melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh dan keluarganya, dan serikat pekerja/serikat buruh juga sebagai pihak yang aktif dalam melakukan berbagai penolakan atas eksistensi UU 6/2023 yang secara historis sejak lahirnya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/2020) yang kemudian diubah menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (PERPPU 2/2022). Maka tidak ada alasan bagi kekuasaan eksekutif dan legislatif untuk tidak melibatkan serikat pekerja/serikat buruh dalam perumusan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru. Memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 91/PUU-XVIII/2020, pelibatan partisipasi publik dimaksud bukan suatu mekanisme legislasi yang sifatnya formalitas dan sebatas menggugurkan kewajiban sehingga kehilangan esensinya.

Dalam pertimbangan hukum paragraf [3.17.8], putusan Mahkamah Konstitusi nomor 91/PUU-XVIII/2020, secara tegas Mahkamah Konstitusinya menyatakan,

.........masalah lain yang harus menjadi perhatian dan dipenuhi dalam pembentukan undang-undang adalah partisipasi masyarakat. Kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan undang-undang sebenarnya juga merupakan pemenuhan amanat konstitusi yang menempatkan prinsip kedaulatan rakyat sebagai salah satu pilar utama bernegara sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Lebih jauh lagi, partisipasi masyarakat juga dijamin sebagai hak-hak konstitusional berdasarkan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 yang memberikan kesempatan bagi warga negara untuk turut serta dalam pemerintahan dan membangun masyarakat, bangsa, dan negara. Apabila pembentukan undang-undang dengan proses dan mekanisme yang justru menutup atau menjauhkan keterlibatan partisipasi masyarakat untuk turut serta mendiskusikan dan memperdebatkan isinya maka dapat dikatakan pembentukan undang-undang tersebut melanggar prinsip kedaulatan rakyat (people sovereignty)”.

 

Oleh karena itu, selain menggunakan aturan legal formal berupa peraturan perundang-undangan, partisipasi masyarakat perlu dilakukan secara bermakna (meaningful participation) sehingga tercipta/terwujud partisipasi dan keterlibatan publik secara sungguh-sungguh. Partisipasi masyarakat yang lebih bermakna tersebut setidaknya memenuhi tiga prasyarat, yaitu: pertama, hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard); kedua, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered); dan ketiga, hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained). Partisipasi publik tersebut terutama diperuntukan bagi kelompok masyarakat yang terdampak langsung atau memiliki perhatian (concern) terhadap rancangan undang undang yang sedang dibahas.

Apabila diletakkan dalam lima tahapan pembentukan undang-undang yang telah diuraikan pada pertimbangan hukum di atas, partisipasi masyarakat yang lebih bermakna (meaningful participation) harus dilakukan, paling tidak, dalam tahapan (i) pengajuan rancangan undang-undang; (ii) pembahasan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan presiden, serta pembahasan bersama antara DPR, Presiden, dan DPD sepanjang terkait dengan Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945; dan (iii) persetujuan bersama antara DPR dan presiden.”

 

Mencermati pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi tersebut, konteks pelibatan serikat pekerja/serikat buruh dalam pembentukan undang-undang ketenagakerjaan yang baru seyogyanya bukan suatu mekanisme formalitas belaka. Agar tidak menjadi mekanisme yang formalitas belaka maka hal yang penting untuk diperhatikan antara lain, agar serikat pekerja/serikat buruh yang dilibatkan dalam proses pembentukan undang-undang ketenagakerjaan yang baru merupakan serikat pekerja/serikat buruh yang jelas rekam jejaknya dalam berbagai aksi penolakan terhadap undang-undang Cipta Kerja. Konkretisasi dari aksi penolakan tersebut baik melalui berbagai aksi unjuk rasa, maupun sebagai pihak yang mengambil bagian dalam permohonan judicial review. Pertimbangan lainnya adalah serikat pekerja/serikat buruh yang memiliki basis masa yang jelas, bukan paper union sehingga betul-betul representatif mewakili aspirasi dan kepentingan pekerja/buruh.

Beberapa gejolak sosial yang terjadi belakangan ini hendaknya menjadi bahan refleksi bersama, bahwa setiap tindakan penguasa yang  nir empati dan tanpa  komitmen keberpihakan kepada masyarakat hanya akan menghasilkan konflik sosial. Maka sudah saatnya kekuasaan eksekutif dan legislatif untuk membuka diri dan siap berdialog dengan serikat pekerja/serikat buruh dalam pembentukan undang-undang ketenagakerjaan yang baru sehingga menghasilkan suatu paket perlindungan hukum yang memadai dan mampu memberikan kesejahteraan yang pada saat sama juga melindungi pengusaha atau pemberi kerja. Kita harus membangun komitmen bersama untuk menjaga kelangsungan industri dalam negeri yang berdaya saing dan unggul menghadapi persaingan global.

 

*Penulis : Sekretaris DPC FSP LEM SPSI Kabupaten/Kota Bekasi.

           



[1] Rezim cipta kerja dimaksud sejak munculnya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Rapat Kerja Nasional 2025 FSP LEM SPSI, Yasirli : Serikat Buruh Harus Bersinergi


MENAKER RI : Prof. Yassierli, Ph.D 

 Karawang — Suasana Swiss-Belinn Hotel Karawang pada 1–2 September 2025 dipenuhi semangat konsolidasi serikat pekerja. Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik, dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang diikuti 230 perwakilan DPC dan DPD dari seluruh Indonesia. Selasa (2/9/2025)


Rakernas ini dihadiri langsung oleh Menteri Ketenagakerjaan RI serta tokoh buruh senior Ketua Umum DPP KSPSI Jumhur Hidayat, menandai pentingnya forum ini dalam peta gerakan buruh nasional.


Dengan mengusung tema “Transformasi Cara Pandang untuk Meneguhkan Peran Serikat Pekerja dalam Ekonomi dan Politik Indonesia”, forum membahas tantangan baru yang dihadapi dunia kerja, mulai dari perubahan iklim ketenagakerjaan, ancaman disrupsi teknologi, hingga posisi buruh dalam dinamika politik nasional.



Foto : Peserata RAKAERNAS FSP LEM SPSI 2025

Dalam sambutannya, Menteri Ketenagakerjaan menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, serikat pekerja, dan dunia usaha untuk mewujudkan iklim ketenagakerjaan yang sehat. Sementara itu, Jumhur Hidayat mengingatkan agar serikat pekerja tidak hanya berkutat pada isu normatif, tetapi juga berperan aktif dalam menentukan arah kebijakan ekonomi dan politik bangsa.


Rakernas ini diharapkan tidak hanya menjadi ruang konsolidasi organisasi, tetapi juga momentum untuk meneguhkan posisi serikat pekerja sebagai salah satu pilar penting demokrasi dan pembangunan ekonomi nasional.    @kk

Rapat Persiapan Rakerda DPD FSP LEM SPSI Banten dan Diklatsar BAPOR LEM

 

Foto Pesrta Rapat Persiapan RAKERDA



Serang, 29 Agustus 2025 – DPD FSP LEM SPSI Provinsi Banten menggelar rapat persiapan pelaksanaan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) sekaligus Diklat Dasar (Diklatsar) BAPOR LEM Angkatan Ke 2 di Banten bertempat di Rumah LEM Banten, Jumat (29/8/2025).


Rapat ini dipimpin langsung oleh Ketua Panitia Pelaksana, Zaenal Sopyan, SE, SH, dan dihadiri oleh perwakilan pengurus PUK, DPC, DPD, serta perangkat BAPOR LEM.


Dalam sambutannya, Ketua DPD FSP LEM SPSI Provinsi Banten, H. Dewa Sukma Kelana, SH., M.Kn., menegaskan bahwa Rakerda dan Diklatsar BAPOR LEM merupakan momentum penting dalam memperkuat konsolidasi organisasi, kaderisasi, dan penguatan peran serikat pekerja di Banten.


“Rakerda ini bukan sekadar forum rutin, tetapi wadah untuk merumuskan strategi perjuangan organisasi, menyatukan langkah, serta memperkuat soliditas kader. 

Sementara Diklatsar BAPOR LEM menjadi wahana untuk mencetak kader serikat pekerja yang bermartabat, berwawasan, solid, militan, berani, taat komando, dan berdaya juang tinggi. 


Kita juga dituntut untuk merespon cepat kebutuhan advokasi anggota tanpa ragu-ragu dengan segala risikonya. 

Inilah bentuk pengabdian yang ditakdirkan untuk kita menjadi manusia yang bermanfaat,” ujar 

H. Dewa Sukma Kelana.

Suasana rapat berjalan penuh semangat, ditandai dengan komitmen bersama seluruh jajaran pengurus untuk menyukseskan kegiatan ini. 


Ketua Panitia pelaksana Zaenal Sopyan, juga menyampaikan bahwa persiapan teknis telah disusun, termasuk pembagian tugas, rundown acara, serta kesiapan sarana dan prasarana.

Rakerda dan Diklatsar BAPOR LEM rencananya akan dilaksanakan di Provinsi Banten, pada tanggal 5 Desember 2025, dengan mengusung tema:


“Mencetak Kader Serikat Pekerja yang Bermartabat, Berwawasan, Solid, Militan, Berani, Taat Komando, dan Berdaya Juang Tinggi.”


Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan FSP LEM SPSI Banten semakin solid, progresif, dan mampu menjawab tantangan dunia ketenagakerjaan di masa depan, imbuh Zaenal.

DPD FSP LEM SPSI Banten dan Unpam Serang Gelar Diklat Tim Advokasi, Cetak Kader Tangguh di Bidang Ketenagakerjaan

 





Serang, 12 Agustus 2025 – DPD Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik, dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) Provinsi Banten bekerja sama dengan Universitas Pamulang (Unpam) Kampus Serang menggelar Diklat Tim Advokasi bertempat di Aula Gedung A Lantai 1, Unpam Kampus Serang.


Kegiatan ini dibuka langsung oleh Ketua DPD FSP LEM SPSI Banten H. Dewa Sukma Kelana, S.H., M.Kn., bersama Direktur Unpam Kampus Serang Dr. Imam Syofi’i, S.Ag., M.Pd., M.Ag. 

Diklat ini merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman yang sebelumnya ditandatangani antara kedua pihak.


Panitia mengucapkan terimakasih dan apresiasi kepada DPD LEM Banten, pimpinan Unpam Kampus Serang beserta para dosen dan mahasiswanya yang telah peduli mendukung peningkatan SDM Serikat Pekerja, ujar ketua panitia Diklat Tim Advokasi Zaenal Sopyan, S.E., S.H.


“Tim Advokasi adalah ujung tombak dalam melindungi dan memperjuangkan hak-hak pekerja. Melalui diklat ini, kami ingin memastikan setiap kader memiliki kemampuan hukum dan keterampilan negosiasi yang kuat, dengan tetap mengedepankan hubungan industrial yang harmonis namun berkeadilan,” tegas H. Dewa Sukma Kelana dalam sambutannya.



Direktur Unpam Kampus Serang, Dr. Imam Syofi’i, menegaskan dukungan kampus terhadap penguatan kapasitas serikat pekerja. “Kampus memiliki tanggung jawab moral untuk mendukung terciptanya SDM pekerja yang berdaya saing, berintegritas, dan memahami regulasi. Inilah bentuk nyata sinergi antara dunia akademik dan dunia industri,” ujarnya.

Sesi pertama diisi oleh Karyadi, S.Sos., perwakilan Dinas Tenaga Kerja, yang memaparkan materi tentang pengawasan ketenagakerjaan. 

Sesi kedua diisi oleh Ketua DPD FSP LEM SPSI Banten, dilanjutkan sesi ketiga berupa simulasi negosiasi yang dipandu Tim Advokasi.


Acara ini turut dihadiri oleh Wakil Direktur I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Dr. Juhaeri, S.Kom., M.M., Wakil Direktur Bidang Kemahasiswaan dan SDM Edi Mulyanto, S.H., M.Hum., serta Ketua Program Studi Hukum Bima Guntara, S.H., M.H. 

Kehadiran para dosen Program Studi Hukum dan mahasiswa Unpam Serang menambah suasana akademis sekaligus mempererat hubungan antara civitas akademika dan gerakan pekerja. 



Perwakilan PUK SP LEM SPSI tingkat perusahaan, DPC FSP LEM SPSI, dan pengurus DPD serta Bapor LEM juga tampak antusias mengikuti jalannya kegiatan.

Usai diklat, seluruh peserta langsung dilantik menjadi Tim Advokasi resmi DPD FSP LEM SPSI Banten. 


Penutupan acara ditandai dengan pembagian sertifikat, penyerahan ID Tim Advokasi yang dapat difungsikan sebagai alat pembayaran elektronik, serta sesi foto bersama.

“Ini bukan akhir, melainkan awal perjuangan kawan-kawan di lapangan,” pesan H. Dewa Sukma Kelana menutup acara


@krd