Suasana ruang diskusi Nasional |
F SP LEM SPSI, Senin, 7/05/2018 Pukul 09.00 - 13.00 WIB, Bertempat di Aula DPP Partai GOLKAR, JL. Anggrek Neli Murni 11A Kemangisan Palmerah, Jakarta Barat.
Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) mengadakan acara diskusi Nasional yang betema "Revolusi Industri 4.0 tantangan Masa Depan pekerja"
Pembicara yang hadir antara lain :
1. Bambang Soesatyo ( Ketua DPR-RI / Kader SOKSI )
2. Nusron Wahid ( Kepala BNP2TKI / Kader SOKSI )
3. Bomer pasaribu ( Menteri Tenaga Kerja 1999-2000 / Kader SOKSI )
4. Maruli alur Hasoloan ( Dirjen Binapenta Kemenaker RI )
5. Eric Hiariej ( Peneliti Senior FISIPOL UGM )
Moderator : Happy Bone Zulkarnain ( Staf Khusus Kementerian Perindustrian / Kader SOKSI )
Acara ini diharapkan bisa
- Mengiformasikan secara luas tentang Revolusi industri 4.0 dan Hubungan
Industrial Pancasila
- Menggali ide dan gagasan terkait adaptasi terhadap kebijakan Revolusi Industri 4.0
- Mendekatkan diri pada organisasi pekerja sebagai instrumen penting perjuangan dan doktrin karyawanisme SOKSI
- Menjembatani isu industrial kontemporer
Ketua DPR- RI Bambang Soesatyo dalam kesempatanya Revolusi Industri ke 4 merupakan keniscayaan yang tidak bisa di pungkiri oleh bangsa manapun di dunia, sebagai dampak dari kemajuan tekhnologi, khususnya tekhnologi digital dan roboisasi.
Persoalanya adalah apakah Revolusi Industri ke 4 akan menjadi ancaman atau sebagai peluang ? Sejauh mana bangsa kita mempersiapkan diri menghadapi Revolusi Industri ke 4
Dunia Industri terus berubah sejak Revolusi Industri ke 1 yang terjadi pada akhir abad ke 18 ditandai dengan adanya penemuan mesin yang menggunakan tenaga air dan uap. Produksi barang yang semula di lakukan secara manual beralih menggunakan mesin, sehingga terjadi pengembangan pabrik - pabrik. Di mulai dari Inggris di ikuti oleh Belgia, Perancis, AS dan menjalar ke negara lain.
Revolusi Industri ke 2 terjadi pada awal abad ke 20 di tandai dengan penemuan listrik, sehingga terjadi produksi massal dan industri perakitan kemudian berkembang menjadi teknologi transportasi, telegrap, kereta api, gas dan air. Juga lahir produksi mobil, pupuk dan minyak bumi.
Dampak sosial ekonomi, kebutuhan dasar, makanan dan pakaian lebih tersedia, perdagangan meningkat dan populasi melonjak akibat pergerakan penduduk dari desa ke kota meningkat. Terjadi polusi sehingga masalah kesehatan menjadi serius dan mulai terjadi masalah buruh.
Revolusi Industri ke 3 terjadi pada tahun 70-an. Pengenalan computer dan elektronik di gital. Terjadi otomasi dalam industri, sehingga ketrampilan skill tidak menjadi primadona , karena peran mesin sangat dominan. Perubahan sosial ekonomi, pengaruh televisi dan computer pribadi sangat dominan. Di era ini, Amerika Serikat mulai menyerahkan peran pabrikan utamanya kepada China. Di Amerika Serikat pabrik tekstil dan pabrik baja di tutup,sehingga menyebabkan hilangnya 4 juta pekerjaan manufaktur.
Ide dan gagasan Making Indonesia 4.0 berasal dari Menteri perindustrian Airlangga Hartarto, gagasan membawa Indonesia menuju Revolusi Industri ke 4 bukan sekedar isu ekonomi tapi isu peradaban yang akan berlangsung lebih dari 100 tahun. Indonesia merupakan negara ketiga di Asia, setelah India dan Thailand, yang menyiapkan diri memasuki Revolusi Industri ke 4. Making Indonesia 4.0 merupakan peta jalan dan strategi Indonesia memasuki era digital. Sebagai langkah awal, Indonesia akan fokus pada lima sektor industri, yaitu industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri automotif, industri kimia, serta industri elektronik.
Revolusi Industri ke 4 membawa implikasi terhadap regulasi, perizinan, perpajakan, fiskal, infrastruktur, dan tenaga kerja.
Pemerintah membentuk Komisi Industri Nasional ( KINAS ) untuk penyelarasan lintas kementriana, lembaga dan pemangku kepentingan agar sektor industry mendapatkan manfaat dari kecanggihan teknologi ke 4.
4 langkah menghadapi Revolusi Industri ke 4
Pertama, mendorong kemampuan tenaga kerja Indonesia dalam mengintegrasikan computer internet dengan lini produksi di industri manufaktur. Hal ini di lakukan dengan meningkatkan pendidikan vokasi ( SMK dan Politeknik ), dengan target 1 juta orang pada tahun 2019. Juga di rintis program link and match antara SMK dan industri, sehingga lulusan SMK siap pakai masuk industri.
Kedua, mendorong UMKM untuk memanfaatkan teknologi digital guna memacu produktivitas dan daya saing. Memberdayakan 3,7 juta UMKM melalui penerapan E- SMART.
Ketiga, mendorong industri nasional memanfaatkan teknologi digital, seperti : bigdata, cybersecurity, cloud. Digitalisasi mengurangi biaya produksi mulai 12 - 15 persen.
Keempat, mengembangkan platform perdagangan online atau staruo untuk menumbuhkan wirausaha berbasis IT, khususnya di kalangan anak muda. Penyediaan lapangan untuk inkubasi bisnis juga telah di bangun beberapa technopark, antara lain : Tohpati Center di Denpasar, inkubator Busines Center di Semarang, Makasar Technopark, Maelo techno Center di Palu Sulawesi Tengah.
Revolusi Industri ke 4 tidak hanya melahirkan smartphone dan smart city, tetapi juga smartlabour, yaitu para pekerja yang mampu menggunakan kecanggihan smart technologies. Kehadiran tekhnologi tinggu di era Revolusi Industri ke 4 bukanlah ancaman, karena tetap menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar ( labour intensive). Hal ini di tunjukan dalam industri makanan dan minuman. Dengan persiapan yang matang memasuki era Revolusi Industri ke 4, kita optimis Indonesia akan menjadi negara maju pada tahun 2030, bahkan masuk dalam barisan 10 besar kekuatan ekonomi dunia.(why)
0 comments:
Posting Komentar