 |
Masa aksi konfoi menuju silang monas untuk menghadiri perayaan May Day 2025 |
F SP LEM SPSI - Lebih kurang 200.000 pekerja dari empat konfederasi serikat pekerja akan memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day 2025 pada 1 Mei di Monumen Nasional. Mereka mengundang Presiden Prabowo Subianto hadir dalam kesempatan itu.
Buruh-buruh itu merupakan anggota Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pimpinan Jumhur Hidayat, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia pimpinan Andi Gani, dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).
Mereka bekerja di industri yang berlokasi di Jabodetabek, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Acara direncanakan mulai sekitar pukul 09.30 WIB.
Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (28/4/2025), mengatakan, Presiden ke-1 Indonesia Soekarno menghadiri peringatan May Day pada 1965. Jika Presiden Prabowo hadir pada May Day 2025, peristiwa itu akan menjadi sejarah kedua kehadiran presiden pada peringatan May Day di dalam negeri.
Keempat konfederasi serikat pekerja juga mengundang sejumlah pejabat pemerintah lainnya. Di antaranya adalah Ketua MPR Ahmad Muzani, Ketua DPR Puan Maharani, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco, dan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Angga Raka Prabowo. Sekitar 20 kedutaan besar juga diundang.
”Kami juga mengundang Presiden International Trade Union Confederation (ITUC) global Akiko Gono,” kata Jumhur.
Keempat konfederasi yang hadir di Monumen Nasional (Monas) saat May Day 2025, menurut Jumhur, mengusung sejumlah isu. Di antaranya adalah pengesahan Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (RUU Ketenagakerjaan), Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.
Isu lainnya adalah penghapusan alih daya, kebijakan pengupahan, dan pembentukan satuan tugas pemutusan hubungan kerja (satgas PHK). Mereka berharap Presiden Prabowo Subianto yang hadir bisa mendengarkan langsung aspirasi mereka atas isu-isu tersebut.
Terkait RUU Ketenagakerjaan, dia menyampaikan, ini adalah amanat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi UU Cipta Kerja. MK telah memutuskan paling lambat 2 tahun sudah ada UU Ketenagakerjaan baru. Komisi IX DPR RI juga sudah membentuk panja RUU Ketenagakerjaan.
”Pembahasan RUU Ketenagakerjaan kali ini harus partisipatif. Serikat pekerja harus dilibatkan,” katanya.
Mengenai mengapa Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga diusung, Said menjelaskan karena pembahasannya sudah bertahun-tahun dan belum ada titik temu. Sementara pekerja rumah tangga membutuhkan regulasi perlindungan yang jelas.
Adapun alasan mengapa isu Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset disertakan ialah kasus korupsi merajarela. Dampaknya ke kesejahteraan pekerja. Regulasi itu bisa memiskinkan koruptor sehingga tingkat korupsi bisa mengecil.
”Isu pembentukan Satgas PHK untuk merespons maraknya kasus PHK di tengah perang dagang Amerika Serikat - China. Isu upah layak untuk menyuarakan kenaikan upah minimum setiap tahun demi kesejahteraan rakyat. Adapun hapus alih daya karena kami merespons pernyataan (janji) Prabowo sejak 10 tahun lalu,” ucap Jumhur.
Dihubungi secara terpisah, Presiden KSBSI Elly Rosita mengatakan, khusus isu RUU Ketenagakerjaan, KSBSI berharap pemerintah khususnya di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo membuka ruang dialog yang lebih luas dengan serikat buruh. Mereka menginginkan partisipasi aktif dalam proses pembuatan UU agar substansi yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi pekerja.
Selain RUU Ketenagakerjaan, KSBSI mengusung beberapa isu strategis yang berbeda untuk May Day 2025. Pertama, KSBSI menolak kewajiban iuran dalam UU Tabungan Perumahan Rakyat. Kewajiban ini membebani buruh. KSBSI telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Isu kedua adalah KSBSI menolak PHK massal. KSBSI meminta pemerintah dan perusahaan untuk menghentikan PHK massal dan menekankan pentingnya perlindungan terhadap pekerja.
Isu ketiga ialah perlindungan hak pekerja di era digital dan kecerdasan buatan. Pemerintah perlu melakukan transisi yang adil menuju ke era industri digital.
“May Day tahun-tahun sebelumnya, kami masih fokus ke isu upah, kerja layak, dan tolak UU Cipta Kerja. Sekarang, kendati kami tidak secara spesifik menyuarakan upah dan kerja layak, kami tetap suarakan yang berkaitan dengan dua topik itu, yakni maraknya PHK massal. Kami minta kehadiran pemerintah untuk bertindak adil,” ucap Elly.
Di kesempatan berbeda, Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Sunarno yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) mengatakan, pihaknya memilih tidak bergabung dalam agenda May Day di Monas pada 1 Mei 2025. Sebaliknya, Aliansi Gebrak melakukan aksi di Dukuh Atas bersama serikat pekerja kampus, organisasi petani, komunitas pengemudi ojek daring, dan masyarakat adat.
”Menurut kami, tidak ada cukup alasan untuk hadir. Rakyat merasakan kebijakan dan perlakuan yang represif,” ujarnya.
Program Astacita Prabowo-Gibran tentang lapangan pekerjaan berkualitas belakangan justru berbanding terbalik dengan adanya sejumlah PHK. Ini misalnya banyak terjadi di industri-industri padat karya, ekstraktif, media/kreatif, dan pendidikan.
Ada pula tren lenturnya hubungan kerja berakibat ketidakpastian hubungan kerja hingga jaminan sosial dan kesehatan yang masih berdasarkan iuran kepesertaan laiknya asuransi swasta.
Menurut Sunarno, ada beberapa isu May Day 2025 yang diusung oleh Aliansi Gebrak. Salah satunya ialah penyusunan RUU Ketenagakerjaan yang partisipatif, transparan, dan memihak pada buruh.
”Cabut UU Cipta Kerja beserta peraturan pemerintah turunannya yang masih berlaku. Lawan badai PHK massal, sahkan RUU Ketenagakerjaan pro buruh, dan berikan kepastian kerja layak,” ujar Sunarno. (obn)